Bab 2. Bertemu Bos Gila

1084 Words
Mata Berlian membesar saat melihat pria yang ia lihat di dalam mimpinya muncul di depannya sekarang. Mulutnya terbuka tapi suaranya tercekat tidak bisa keluar. Napasnya menderu lebih cepat dan keringat mulai membasahi garis. Damian berjalan ke arah Berlian tanpa melepaskan tatapan tajamnya yang akan menghabisi Berlian sekarang juga. “Masih ingat aku?” Belian masih tidak bisa bicara. Ia kebingungan dengan situasi ini. Bagaimana seorang pria yang berada di dalam mimpinya bisa muncul di depannya sekarang? Apa yang sekarang ia alami juga mimpi? “S-Saya datang ... ini ... untuk,” ujar Berlian berusaha berbicara dengan kalimat terbata-bata. Ia masih memegang surat yang bawanya dari tadi. Wajahnya semakin pucat saat Damian mendorong salah satu kursi kerja beroda dengan kasar ke arahnya. Berlian tersentak kaget. “Duduk!” perintah Damian masih marah yang terpendam. Berlian menurut dengan duduk perlahan di kursi tersebut. “Mana anakku?” Damian langsung bertanya tanpa basa-basi. Berlian langsung mengernyit tak mengerti. “Apa?” “Jangan pura-pura. Katakan di mana anakku?” suara Damian makin tinggi. Berlian masih bingung bagaimana bisa ia punya anak dari laki laki yang tidak ia kenal. Damian masih berdiri dengan ekspresi kesal dan marah. Ia meninggikan dagu menatap angkuh pada Berlian yang kebingungan. “Kalau kamu gak mengaku, aku pastikan kamu gak akan pernah keluar dari tempat ini.” Damian dengan angkuhnya mengancam. Berlian seketika menggelengkan kepalanya. “Saya bener bener nggak tahu yang Bapak maksud itu apa. S-Saya gak punya anak .... ” “Jangan bohong!” bentak Damian begitu keras membuat Berlian terdiam. Damian mendekat dengan mata tajamnya siap mencabik Berlian jika ia berbohong. Wajahnya mendekat pada Berlian yang nyaris meneteskan air mata. “Berhenti berpura pura, Berlian. Akuu tahu kamu yang sembunyikan anakku.” Damian menggeram. “Saya nggak pernah punya anak. Saya belum pernah melahirkan, sumpah!” “Persetan dengan sumpah! Jangan bilang kalo kamu nggak ingat sama aku, Berlian.Kamu sudah menjebak aku dan sekarang kamu bilang kamu nggak ingat punya anak dari aku? Kamu kira aku percaya?!” teriak Damian di depan wajah Berlian. Berlian rasanya ingin berteriak. Mengapa pria yang tidak dikenalnya itu terus-terusan mengatakan jika mereka punya anak bersama dan Damian menyembunyikannya? “Aku nggak kenal sama kamu, gimana aku bisa punya anak dari kamu?” teriak Berlian pada akhirnya. Ia sudah ketakutan dan tidak tahan. Pria gila itu mungkin psikopat dan Berlian terjebak dalam mimpi buruknya lagi. Sementara Damian mendengus kesal. Dia tidak pernah diperlakukan seperti sampah tidak penting oleh wanita. Semua wanita mengejarnya, tapi gadis ini malah melupakan dia begitu saja. “Kamu nggak tahu siapa aku?” “Sumpah demi Tuhan aku nggak kenal siapa kamu!” pekik Berlian sekali lagi. “Kamu kira aku percaya? Dasar penipu!” bentak Damian dengan tangan terkepal nyaris meluapkan rasa amarah. Berlian seperti terjebak di kursi itu. Ia tidak berani melawan atau setidaknya mengeluarkan diri dari sana. Berlian terus menggelengkan kepalanya menolak kenyataan. “K-kita nggak pernah ketemu sebelumnya. Ini cuma mimpi ... ini hanya mimpi. Bangun ... bangun Berlian!” Berlian malah memekik mencoba membangunkan dirinya sendiri yang ia kira sedang bermimpi. Dengan cepat tangan Damian mencengkeram rahang Berlian sehingga ia berhenti. Sekali lagi, Berlian terpaksa menatap Damian yang melotot padanya. “Ini bukan mimpi,” ucap Damian menggeram pelan. Berlian ingin melepaskan diri. Tangannya memegang pergelangan tangan Damian tapi ia meremas terlalu kuat. “Kamu nggak ingat kejadian tiga tahun lalu? Semudah itu kamu lupa sama aku?” tanya Damian masih dengan ekspresi marah yang sama. Terdengar segurat kecewa dalam nada suaranya, ia seolah merasa dilupakan wanita yang menjadi ibu dari anaknya. “Aku gak tahu apa-apa. Kamu salah orang.” Suara Berlian makin kecil. Ia seperti akan mati sesaat lagi. Damian makin kesal. Bagaimana bisa dia dilupakan seperti ini? “Kamu pikir, kamu siapa bisa ngelupain aku seenaknya, hah?!” bentaknya lagi. Berlian menutup matanya erat-erat karena ketakutan. Ia lalu mengelengkan kepalanya. “Aku tahu kamu siapa, Berlian. Nama kamu Berlian Natalia, umur 23 tahun. Kamu seorang ... hemm, apa itu namanya ... penulis. Kamu tinggal sendirian di rumah kos dan aku tahu alamatnya. Aku bisa membakar rumah itu dengan sangat mudah. Tapi kamu bilang nggak ingat sama aku? Kamu benar-benar nggak bisa dimaafin,” ujar Damian membeberkan identitas Berlian dengan gampang. Berlian membelalakkan matanya. Pria di depannya tahu benar identitasnya dengan baik. Bagaimana bisa? Padahal Berlian bahkan tidak mengetahui nama pria yang sekarang sedang menyekapnya. “T-Tapi, aku benar-benar gak k-kenal, ahhh ....” Damian mencengkeram lebih kuat sehingga Berlian jadi kesakitan. “Hah, kamu bener-bener pintar akting Berlian,” ejek Damian makin beringas. “Sumpah, aku beneran nggak tahu kamu. Aku gak punya anak, aku nggak tau ada kejadian apa tiga tahun lalu.” Damian masih belum menyerah. Ia masih yakin jika Berlian telah menyembunyikan anaknya dan ia hanya berpura pura tidak ingat soal hubungan mereka. “Udah, cukup aktingnya. Sekarang katakan, di mana anakku kamu sembunyikan. Kalau enggak, aku akan lempar kamu dari ruangan ini ke bawah. Kamu udah buang-buang waktuku.” Berlian meneteskan air mata begitu ketakutan. Hidupnya kini berada di ujung tanduk. Mimpinya akan menjadi kenyataan, mana kala pria yang berada di dalam mimpinya kini akan membunuhnya. “Tuhan, tolong aku. Apa yang harus aku lakukan?” ucap Berlian berdoa dalam hati. “Sumpah demi Tuhan, aku belum pernah punya anak.” Berlian mengaku sekali lagi. Ia hanya berusaha agar dirinya bisa selamat. Berada di lantai atas seperti sekarang dan bisa saja mati konyol bukannya tujuannya datang ke perusahaan itu satu jam yang lalu. “Kita sudah pernah tidur bersama, jadi mustahil kalo kamu nggak hamil!” erang Damian masih bersikukuh. “Tapi aku belum pernah tidur dengan laki-laki mana pun ....” Tiba-tiba Damian melepaskan Berlian. Lalu dengan cepat mengambil sebuah vas di dekat meja dan melemparkannya ke salah satu dinding kaca. Berlian begitu terkejut dan tidak menyangka. Pria gila itu sudah memecahkan salah satu kolom dinding kaca yang memisahkan mereka dengan bagian luar. Dengan nafas memburu dan wajah marah, Damian memandang Berlian. “Aku tahu persis perempuan mana yang tidur denganku, Berlian.” Berlian masih menolak tapi tidak terlalu berani memandang Damian lagi. Ia menakutkan sekali jika marah. “Oke, aku kasih kamu waktu lima menit untuk mengingat siapa aku.Karena kalo nggak .... “ Damian menunjuk ke arah luar dan mata Berlian mengikuti ke arah yang sama. “Kamu nggak akan suka konsekuensinya,” ujar Damian mengancam. Ia lalu kembali melihat Berlian seperti predator melihat mangsanya. Senyum menyeringai dan menakutkannya diperlihatkan, seolah hari ini akan menjadi hari terakhir Berlian hidup. “Pergunakan waktu kamu dengan baik, Berlian.”

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD