Yang Ditunggu-tunggu

1331 Words
"Akhirnya pulang juga! Kenapa kamu tidak memberiku kabar??" tanya Valerie haru bercampur senang. "Ingin membuat kejutan. Tapi malah aku yang dikejutkan," ujar Cedric sambil tersenyum masam. Valerie melepaskan dekapannya dan menyentuh pipi Cedric. Ia mengusapnya pelan sambil melontarkan permintaan maafnya lagi. "Maaf ya?? Pasti sakit ya?? Aku pikir Felix tadi. Makanya, langsung aku tampar." "Iya. Tidak apa-apa kok. Oh iya, kamu sedang apa di sini??" tanya Cedric. "Buat kopi. Untuk Felix. Biasalah. Memanfaatkan keadaan. Dari dulu memang selalu begitu kan??" adunya pada Cedric. "Ya sudah. Kamu kembali bekerja saja," perintah Cedric. "Terus kopinya??" tanya Valerie. "Biarkan saja disitu." "Ya udah kalau gitu," ucap Valerie yang cepat-cepat kembali ke tempatnya. Harus tetap profesional, meskipun rasanya, masih ingin bersama dengan Cedric lebih lama lagi sedikit. Di dalam ruangan Felix. Ia yang sedang fokus, nampak tidak memperhatikan orang yang tiba-tiba saja dan meletakkan kopi di depan mejanya. Felix raih kopi itu dan menyeruput, kemudian mengeluarkannya lagi dari mulut. "Puahhh... Kopi apa ini??? Apa kamu tidak bisa...," Felix menganga saat melihat siapa orang yang berada di hadapannya. Ia menelan salivanya dengan susah payah dan meletakkan cangkir sambil menundukkan kepala. "Apa sekarang, kamu sudah menjadi bos di sini??" "B-bukan, Pak." "Lain kali, lakukanlah sendiri! Sekarang, buatkan saya kopi dan antarkan ke ruangan saya!!" perintah Cedric. "Baik, Bos. Akan segera saya lakukan," balas Felix. Cedric berbalik dan kembali ke ruangannya. Sementara Felix mulai mengepal dan melayangkan tinjuan tangannya ke depan sambil mengumpat kesal. "Brengsekk! Kenapa dia sudah kembali!??" Felix mengembuskan napas panjang dan bangkit dari kursi, lalu pergi untuk membuatkan kopi, bagi orang yang membuatnya kaget tadi. Di dalam ruangan Cedric. Bukannya mengerjakan pekerjaannya, Valerie malah asyik sendiri, memandangi Cedric yang sedang berkutat dengan pekerjaannya. "Jangan buat aku bangkrut dalam waktu dekat. Kalau ingin lihat-lihat, nanti saja sepulang kerja," ucap Cedric tanpa melihat orang yang sedang memandanginya. Tapi sadar, bila sedang diperhatikan. "Iya, Pak," jawab Valerie sambil mengarahkan pandangannya ke arah pekerjaannya sendiri. Valerie tidak bisa berhenti, untuk tidak menarik kedua ujung bibirnya. Karena rasa senang yang tak terbendung. Saat lelaki yang ia nantikan pulang itu, akhirnya kembali juga. Jadi tidak sabar, untuk segera menyelesaikan pekerjaannya dan pulang bersama dengan sang pujaan hati. Tiba saat sore hari. Valerie dan Cedric keluar dari ruangan paling terlambat dari yang lain. Bukan cuma karena pekerjaan semata. Namun juga, demi bebasnya mereka dalam pergi dari gedung perusahaan bersama. Sudah sepi rasanya. Tapi Cedric masih sok sibuk sendiri. Valerie tidak sabaran. Ia datangi Cedric dan melingkarkan kedua tangannya di leher Cedric. "Apa...?" ucap Cedric lembut. Valerie menggeleng pelan. "Tidak apa-apa. Cuma sedang ingin begini saja. Apa tidak boleh ya??" ucap Valerie sambil meletakkan pipinya di pundak Cedric. Cedric meletakkan bolpoin dan menyentuh tangan Valerie di depan lehernya, lalu menoleh dan berkata, "Mendekat lah!" perintah Cedric. Valerie maju dan Cedric memberikannya satu kecupan di bibir. Valerie tersipu. Ia tersenyum malu-malu. "Kapan kita pulang?" tanya Valerie kemudian. "Ayo, kita pulang sekarang," ajak Cedric. Valerie tersenyum sambil mengangguk. Ia lepaskan lingkaran tangan di leher Cedric dan berjalan bersama-sama dengannya. Sudah keluar dari dalam ruangan dan sudah terlihat sepi. Cedric nampak mengulurkan tangannya dan menautkan pada tangan Valerie. "Kita beli makanan dulu dan langsung ke tempat kamu ya?" ucap Cedric. Valerie tersenyum dan mengangguk. "Iya, ayo." Sudah masuk ke dalam lift dan turun ke lantai bawah. Barulah tautan tangan mereka terlepas. Karena takut, bila masih ada orang, yang dapat melihat kedekatan mereka berdua. Di rumah Valerie. Sepasang insan baru saja turun dari dalam mobil. Cedric membawa bungkusan besar, yang berisi camilan untuk dihabiskan bersama dengan Valerie di dalam rumah nanti. Kunci dimasukkan dan diputar. Kemudian didorong dan Valerie masuk lebih dulu, baru ia menunggu Cedric masuk dan menutup pintu rumah kembali. Cedric, langsung mengambil aba-aba dengan duduk di atas sofa. Sementara Valerie naik ke lantai atas untuk mandi dan berganti pakaian. "Aku mau mandi dulu ya?" ucap Valerie sebelum naik ke lantai atas. "Iya. Ya sudah sana. Aku tunggu di sini." "Iya." Valerie bergegas naik. Ia pergi ke kamar mandi dan melepaskan seluruh pakaiannya, lalu membersihkan diri hingga bersih dan juga wangi. Mengoleskan berbagai macam produk kecantikan. Menyemprotkan parfum dan setelah dirasa wangi serta segar, ia buru-buru turun ke bawah dan melihat Cedric, yang langsung menoleh saat merasakan aroma parfum yang menusuk di indra penciumannya. "Aku mau masak dulu ya?" ucap Valerie yang hendak berbelok ke dapur. Namun, Cedric malah merengkuh lengannya dan membawa Valerie ke atas sofa. Valerie duduk bersandar di sisi Cedric, Cedric pun melakukan hal yang serupa sambil menatap Valerie di sisinya. Sebuah kecupan datang ke bahu Valerie dan menanjak, sampai ke leher disertai dengan endusan yang Cedric berikan. "Apa kamu tidak lapar? Aku mau masak dulu," ujar Valerie. "Belum lapar. Tunggu di sini dulu saja. Jangan pergi kemana-mana," ucap Cedric sambil menatap layar televisi dan mengendus bahu Valerie, kemudian sesekali menggigit kecil juga. Valerie menyunggingkan senyuman. Baru kali ini diperlakukan seperti ini. Tidak banyak bicara. Tapi mengungkapkan rasa dengan bahasa tubuh. Tidak mengatakan rindu. Tapi dari caranya membelai rambut dan juga mengecup sesekali, membuat Valerie merasakan hal itu. Lelaki yang tengah membelainya ini sambil menonton televisi, teramat merindukannya. Begitu juga dengan apa yang ia rasakan. Valerie menggeser kepalanya pelan sampai bersandar di bahu Cedric, yang tangan kirinya masih sibuk membelai. Sementara tangan lainnya menggenggam tangan Valerie sambil mengecup punggung tangannya juga sesekali. "Apa acaranya sudah selesai?" tanya Valerie sambil menyentuh d**a Cedric dan mengusap dengan jari telunjuknya. "Hm, iya, sudah selesai." "Apa akan pergi lagi nanti?" tanya Valerie lagi. "Tidak akan. Tidak ingin pergi kemanapun. Hanya ingin seperti ini lebih lama lagi," ujar Cedric sambil menatap wajah Valerie yang sedang menatapnya juga. Kecupan pada bibir Cedric berikan dan ia kembali mengusap puncak kepala Valerie. Sementara Valerie menyandarkan kepalanya lagi di bahu Cedric. Valerie melingkarkan kedua tangannya di tubuh Cedric dan memejamkan mata, dengan kepala yang masih bersandar. Nyaman sekali seperti ini. Ia tidak merasa sendirian lagi sekarang. Ia memiliki teman untuk melepaskan penat, setelah bekerja seharian. Ingin memiliki tempat, untuk mengutarakan keluh kesahnya juga. Seperti benar-benar memiliki keluarga. Seperti halnya nenek, yang selalu memberikannya kehangatan dan juga kasih sayang. "Kamu menginap kan malam ini?" tanya Valerie sambil mengangkat kepala dan menatap Cedric. "Iya. Tentu saja." jawaban yang Valerie tunggu-tunggu dan membuatnya tersenyum. Kecupan pada bibir Valerie, Cedric berikan lagi dan Valerie kembali menyandarkan kepalanya di bahu Cedric. Malam harinya. Valerie terlelap di dalam dekapan Cedric, yang tidur dalam posisi telentang. Sementara Valerie menyamping sambil meletakkan kepalanya di dekat d**a Cedric. Valerie membuka mata, saat mendengar suara dentingan dari atas nakas, dengan sinar yang menyala dari ponsel, yang merupakan milik Cedric. Penasaran. Ingin melihat. Tapi tidak sopan nanti. Mungkin dari rekan kerjanya. Tapi, rekan kerja mana, yang menghubunginya di malam hari? Valerie mengerjap. Ia tidak membiarkan pikirannya, untuk berpikiran yang bukan-bukan. Bisa saja kan, itu dari keluarganya? Mungkin saja menanyakan, sudah tiba kembali atau belum. Hembusan napas pelan melalui mulut Valerie lakukan. Ia mencoba untuk kembali terlelap dan menikmati kebersamaan, yang akan segera sirna, saat matahari sudah kembali menampakkan sinarnya. Esok harinya. Sinar mentari pagi telah datang dan menggeser kegelapan. Valerie yang sudah siap untuk pergi bekerja, terlihat menatap Cedric sekilas, yang sedang menautkan dasi di lehernya. Valerie mendekat, dasi pada kerah kemeja putih, yang melekat di tubuh Cedric, Valerie ambil alih dan tautkan kedua ujungnya. Sementara Cedric hanya bergeming, sambil menikmati segala perlakuan Valerie terhadapnya. Dasi sudah tertaut dan rapi. Cedric memajukan wajahnya untuk memberikan sedikit imbalan, atas usaha yang sudah Valerie lakukan. "Cup! Thank you," ucap Cedric saat bibirnya telah selesai menempel di bibir Valerie. "You're welcome," balas Valerie. "Ayo berangkat," ucapnya lagi yang sudah mengambil tas dan pakai di bahunya. Sudah akan melangkah keluar kamar. Ponsel milik Cedric tiba-tiba saja berdering nyaring. Valerie pun menoleh dan melihat Cedric, yang bukannya menjawab panggilan telepon tersebut. Tapi malah menolak panggilannya. "Kenapa tidak diangkat??" tanya Valerie. Cedric tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Bukan hal yang penting. Ayo, kita berangkat sekarang. Kita cari sarapan di jalan saja nanti," ucap Cedric sambil merangkul bahu Valerie. Valerie menatap ponsel yang berada di saku celana Cedric dan ikut melangkah juga, saat Cedric menggiring dan membawanya ke bawah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD