13

856 Words

Samar terdengar suara tawa. Kubuka mata lalu menatap jam dinding. Pukul satu siang. Aku segera beranjak keluar kamar. Tubuhku sudah mulai membaik namun hati terasa begitu kosong. Mas Yus ... aku menggigit bibir. Air mata yang luruh membasahi pipi kuusap cepat. Tidak boleh sedih. Tidak boleh. Meskipun janji saling menjaga sampai tua yang dibuat bersama Mas Yus hanya akan menjadi angan-angan, tapi, aku masih mempunyai Mamak. Walau tak tahu sampai kapan kami bisa menghirup udara yang sama. Aku berhenti melangkah saat berpapasan dengan Mamak yang membawa nampan berisi dua gelas s**u. “Aldri menunggumu dari tadi.” “Apa dari tadi dia belum pulang, Mak?!” tanyaku dengan wajah jengkel. Ia seperti nyamuk penunggu kebun karet saja. Terus mengusik ketenangan orang. “Sudah, tapi kesini lagi.” “A

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD