Paksaan Dimas

1083 Words
Dimas memperhatikan dokter yang tengah memeriksa kondisi istrinya yang masih belum sadarkan diri. Saat ini terlihat dokter itu sedang memasang infus di tangan kiri Difa. "Bagaimana dok?"Tanya Dimas tak sabar. Dokter itu masih mengatur infus di tangan Difa sesaat sebelum ia menatap pada Dimas. "Tidak apa? Istri anda hanya kekurangan cairan dan sepertinya dia belum makan sejak pagi. " Dimas menghela nafasnya lega, lalu menatap Difa yang masih terpejam dan berbaring di ranjangnya. Dimas membawa Difa yang pingsan ke apartemen mereka baru memanggil dokter. "Saya pulang dulu, nanti ada yang akan mengantar obat untuk istrimu. " "Ah ya, terimakasih dok." "Sama-sama, saya permisi." Setelah kepergian dokter itu, Dimas mendekat ke ranjang dan duduk di samping Difa lalu menggenggam tangan yang terbebas dari jarum infus lalu mengecupnya. "Sayang, maafkan aku. "Lirih Dimas penuh sesal. Lalu ia ingat jika kata dokter istrinya itu kemungkinan belum makan, segera ia mengambil ponselnya untuk memesan makanan. Setelahnya ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Selang beberapa saat setelah Dimas masuk ke kamar mandi, Difa mulai membuka matanya,ia memegang kepalanya yang terasa pusing. "Sshhhhh..... "Desis Difa menahan sakit di kepalanya juga perutnya yang terasa begitu perih. Lalu ia merasa ada yang aneh dengan tangan kirinya, perlahan ia mengangkatnya,"Infus... "Gumamnya. Difa mulai menyadari jika dia berada di tempat yang bukan rumah sakit apa lagi apartemennya. Perlahan dia bangkit dan duduk bersandar pada kepala ranjang. "Ini... " Ujar Difa kaget, dia sangat mengenali kamar ini, terlebih ada foto pernikahan cukup besar yang terpasang tepat di dinding yang lurus dari tempatnya duduk saat ini. Ceklek.... Difa langsung menoleh ke arah suara pintu kamar mandi yang terbuka.Benar,tepat dugaanya, di sana ada Dimas, pria itu baru saja selesai mandi, Dimas keluar dengan masih memakai handuk yang melilit pinggangnya bahkan rambutnya masih sangat basah, kebiasaan pria itu keluar kamar mandi tanpa menggosok rambut basahnya dengan handuk. Dimas menatap Difa yang ternyata sudah tersadar,"Sayang. " Serunya lega bercampur bahagia. Ia lantas langsung menghampiri istrinya itu dan menggenggam tangan Difa,"Syukurlah kamu sudah sadar. " Difa memalingkan wajahnya ke samping lalu melepas paksa tangannya dari genggaman Dimas,"Pakai bajumu."Ujarnya. Dimas tersenyum,setelah sekian lama akhirnya dia bisa kembali melihat ekspresi malu-malu istrinya.Tak mau menimbulkan perdebatan seperti dulu,mengingat kondisi Difa yang lemah, Dimas mengangguk lalu segera menuju lemari pakaiannya. Difa menghela nafasnya, ia menatap tangan yang terinfus dan ingin melepaskannya sebelum suara Dimas mencegahnya. "Jangan di lepas. " Difa menatap Dimas yang keluar walk in closet dengan terburu-buru dengan mengenakan kaosnya. "Jangan sayang."Cegah Dimas lagi saat Difa tetap akan melepaskannya. "Aku mau pulang." Ujar Difa. Dimas menggeleng, "Pulang kemana?Ini apartemen kita." Difa langsung menggeleng, "Dulu, tidak sekarang."Ucapnya terdengar begitu dingin. "Kamu masih lemah. " Ting tong.... Dimas menoleh saat mendengar suara bel apartemen, segera ia bangkit meninggalkan Difa. Difa hanya bisa menatap kepergian Dimas, lalu kembali menatap tangannya, dan segera melepaskan infus itu. "Sayang, sudah aku bilang jangan di lepas." "Aku mau pulang."Ujar Difa segera berdiri dan berniat melangkah sebelum dirinya limbung ke belakang. Beruntung Dimas sigap menangkapnya,"Kita seperti adegan film india kesukaanmu tidak?"Goda Dimas. "Apaan sih? "Ucap Difa ketus dan segera menegakkan tubuhnya. "Bercanda sayang, Kemari. "Ujar Dimas sambil menuntun Difa agar duduk kembali di ranjang,"Kata dokter kemungkinan kamu belum makan dari pagi, ini aku sudah pesan makanan untukmu, ada nasi briyani kesukaanmu, ayo makan. " Difa menatap makanan di tangan Dimas, ternyata pria itu masih ingat makanan kesukaannya. "Aku suapi ya.. "Ujar Dimas. Difa menggeleng, "Aku sudah tak menyukainya lagi." "Kenapa? Aku ingat katamu ini makanan favoritmu sejak kecil katamu. " Difa tersenyum kecut, "Aku tak menyukai lagi semua yang mengingatkanku padamu." Dimas memejamkan matanya mendengar ucapan Difa yang terdengar begitu menohok padanya. "Aku akan jelaskan semuanya padamu."Ucap Dimas begitu yakin. Difa hanya diam, biarlah dia ingin mendengar semuanya dari bibir pria itu langsung. "Waktu itu...." Mengalirlah cerita Dimas tentang apa yang terjadi sebenarnya dan kenapa dia tidak mencarinya untuk menjelaskan semuanya. "Aku terima penjelasanmu, tapi aku tidak membenarkan tindakanmu." Ucap Difa telak, "Kamu meminta maafkan? Baik aku maafkan, karena tak baik menyimpan dendam,tapi rasa kecewaku terhadapmu tak akan mudah ku hapus begitu saja." "Aku tahu sayang, tapi sekarang biarkan aku menebus kesalahanku padamu, beri aku kesempatan untuk membahagiakanmu seperti janjiku dulu." Difa tersenyum kecut, "Semua sudah berubah Dimas. Aku tak mau sakit untuk kedua kalinya. Jadi.... " Difa memberanikan menatap pria di depannya, "Mari kita selesaikan semuanya." Dimas mengerutkan keningnya tak mengerti ,"Maksudmu? " Difa masih menatap begitu yakin,"Mari bercerai..." Dimas langsung terpaku sesaat lalu menggelengkan kepalanya, "Tidak akan, aku tidak akan pernah menceraikanmu. " Difa tak peduli dia memilih bangkit dari duduknya dan segera keluar dari kamar itu meninggalkan Dimas. Difa mencari-cari di mana sepatu juga tas kerjanya, ponsel dan semua yang ia bawa ke kantor Dimas. Tapi sepertinya pria itu tak membawanya. Melihat lemari rak sepatu di depan pintu apartemen, Difa teringat jika dulu dia sudah memindahkan beberapa barangnya ke apartemen ini, ia berfikir mungkin itu masih ada.Segera Difa mengeceknya dan dia tersenyum karena semua masih tersinpan rapi di sana. Setelah memakai sepatunya,Difa segera membuka pintu,namun ia harus kecewa karena pintu terkunci. Segera ia menekan kode kunci yang dulu ia tahu, tapi tetap saja tak bisa. Dimas sudah mengganti kodenya. Dengan kesal ia terpaksa menghampiri Dimas lagi, "Dimas buka pintunya aku mau pulang." Dimas tak peduli, dia tetap asyik berbaring santai di ranjangnya sambil memainkan ponselnya. Melihat itu Difa semakin kesal, "Dimas buka pintunya, jangan seperti ini. "Ujar Difa semakin kesal sambil merebut ponsel Dimas,"Aku bilang buka pintunya." Dimas tak peduli, dia tiba-tiba langsung menarik tangan Difa hingga wanita itu jatuh tengkurap di atas tubuhnya. "Pulang kemana?Ini rumah kita, sayang.."Bisik Dimas menatap mata Difa yang berada di atasnya, tangan Dimas mulai meraba punggung wanita itu membuat Difa memejamkan matanya sambil berusaha lepas dari pelukan Dimas. "Apa maumu? "Desis Difa menahan emosinya. "Kamu tahu mauku sayang tentu kita kembali bersama,aku masih mencintaimu,kita masih saling mencintai." "Kau saja, tidak denganku." Dimas menaikan satu alisnya,"Oh ya?"Ucapnya tak percaya,"Mari kita buktikan. " Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Dimas langsung menarik tengkuk istrinya dan memagut mesra bibir yang sudah ingin ia jamah sejak pertemuan kembali mereka tadi siang. Difa memejamkan matanya, ia tak menyangka jika Dimas akan menciumnya secara tiba-tiba.Dadanya langsung bergemuruh, darahnya berdesir seolah mengalir naik ke wajahnya dan berkumpul di sana, beberapa saat membiarkan Dimas bermain sendiri, Difa mulai terbawa gairah yang pria itu salurkan padanya. Dimas tersenyum sesaat di sela ciuman mereka saat Difa mulai membalas ciuman darinya.Sungguh ia yakin jika istrinya itu masih mencintainya, meski wanita itu mengelak, tapi itu hal wajar dan akan ia taklukan kembali wanita itu,akan ia tebus kesalahannya di masalalu. . . myAmymy
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD