1. Kelaparan Seumur Hidup

1171 Words
“Emmm, iya begitu ... aahhh ....” Boy menggeliat merasakan sentuhan yang begitu intens di bagian punggungnya. Pria itu telungkup dan menikmati bagaimana jari lentik tersebut menyentuh titik-titik syaraf di tubuhnya. “Aahhh ... tolong ke bawah sedikit,” pintanya sambil merintih. Sang pemijat yang sangat piawai itu tak menolak, dia menurunkan tangannya ke area pinggang dan mengurut area itu. “Uuuuh, enak sekali.” “Bapak pasti lelah karena akhir-akhir ini banyak bekerja, pantas pinggangnya kaku,” ucap seseorang yang berdiri di samping terapis. “Tera, kenapa hari ini pijatanmu terasa berbeda, ya?” tanya Boy sambil memejamkan mata. “Berbeda bagaimana ya, Pak?” Perempuan bernama Tera itu balik bertanya. Padahal memang, bukan Tera yang sedang memijat Boy saat ini. “Emmm, bagaimana, ya? Apa boleh aku bilang ... jika sentuhanmu sungguh menggodaku?” Suara Boy sangat parau saat mengatakan hal tersebut. Pria tersebut terus memejamkan mata sambil tersenyum-senyum menikmati sensasi pijatan yang menggoda itu. Tera berusaha untuk menahan tawa. Sementara perempuan yang memijat Boy itu mengedipkan matanya, minta Tera untuk tetap menjawab secara profesional. “Saya ... sama sekali tidak berniat seperti itu,” ucap Tera dengan lirih dan agak takut. Gadis muda itu menunduk sambil berusaha menghindari tatapan dari perempuan yang memijat Boy. Karena walaupun ini lucu, Tera mana berani menggoda seorang suami di depan istri sah-nya sendiri. “Ahh ... Tera, kalau aku minta kamu pijat sedikit ke bawah lagi, apa kamu bersedia?” tanya Boy dengan niat mesumnya. Tangan terapis yang memijat Boy langsung berpindah ke bawah. Tepatnya ke area pantatt bulat pria tersebut yang tertutup oleh celana pendek. Sang terapis memberi kode pada Tera, agar menjawab, ‘Ya’, dengan sebuah anggukan. “Emmm, iya, Pak! Seperti ini?” tanya Tera lirih. Gadis muda itu bersuara sangat lembut, dia hanya berdiri di samping Boy sejak tadi tanpa melakukan apa pun. Karena sejatinya, terapis yang memijat Boy adalah istrinya sendiri. Meski sepertinya, Boy tetap mengira jika tangan yang memijat kali ini adalah tangannya Tera. Perempuan itu membuat gerakan memutar saat memijat b****g semok seorang Boy. Entah apa yang dia lakukan, tapi sepertinya dia agak kesal pada pria tersebut. “Aduhh ... Tera, jangan kencang-kencang!” pinta Boy sekali lagi sambil menggeliat. “Kenapa, Pak Boy?” jawab Tera. “Sakit?” “Emmmh, enggak! Cuma ... aku ... emmmm ... jadi agak sensitif saja!” jawab Boy sambil mengerang. Dia merasakan sesuatu terbangun di sarangnya. Tera menatap pada sang terapis yang sedang memijat Boy kali itu. Sepertinya, untuk saat ini, Tera tidak boleh ikut campur lagi. Karena pijatan yang dilakukan sudah mulai menyentuh area-area terlarang. “Tera ... kau benar-benar berani, ya?” ujar Boy yang merasakan jari pemijat itu menyentuh belahan bokongnya. Saat ini, Tera menelan ludah. Dia adalah seorang gadis muda yang tak mungkin seberani itu pada tamu yang datang ke tempat spa untuk dipijat. “Tera ...?” panggil Boy dengan suara mendayu-dayu. “Boleh aku telentang, di sini mulai sesak kalau telungkup,” ucap Boy yang membuat Tera merinding. Seumur-umur Tera tak pernah seperti itu pada tamunya. Tapi untung saja, karena saat ini terapis yang memijat Boy menggelengkan kepala. Maka dari itu, Tera pun segera menimpali ucapan tamu yang sedang ia pijat. “Jangan, Pak Boy,” timpalnya. Lalu setelah itu, sang pemijat pun memberi kode pada Tera dengan menunjuk ke arah pintu belakang. Dia meminta Tera untuk keluar pelan-pelan. Setelah memastikan tak ada orang lain selain mereka berdua, pemijat itu pun mulai menyentuh area bagian depan milik Boy yang sedang terhimpit itu. “Emmm! Tera, kau ....” Tampak Boy sedang menahan napas karena sentuhan itu. Sementara itu, wanita yang memijatnya, sengaja menyentuh bola-bola milik pria tersebut. Sampai Boy pun terpaksa membuka mata dan langsung melotot. Pria itu menelan ludah berulang kali, pijatan Tera kali ini benar-benar tak seperti biasanya. “Tera ... apa kau ... apa kau ... menginginkan itu ...?” tanya Boy dengan napas yang mulai tak beraturan. Karena Tera yang sesungguhnya sudah tak ada, maka kali ini tak ada yang menjawabnya. “Tera ... kenapa kau ... diam saja?” Terapis itu tak menjawab, dia lanjut menyentuh area sensitif Boy semakin jauh dan semakin menggoda. Hingga akhirnya, Boy pun tak kuasa menahan diri. “Teraaaa!” jerit Boy sambil berbalik dan meraih lengan perempuan yang sedang memijatnya. Saat nafsu sudah di ubun-ubun, Boy benar-benar sedang full power dan memiliki tegangan tinggi. Pria itu sangat terkejut melihat tidak ada Tera di sana. “HAAH!” teriaknya kaget. “AGATHA?” “Kenapa Pak Boy? Pijatan hari ini, benar-benar menggoda, ya?” tanya Agatha sambil terus menyentuh perut six pack suaminya. Spontan Boy pun lompat dari ranjang pijat dan berjalan mundur untuk menjauh. “Kok turun? Apa aku ... kurang berani?” sindir Agatha lagi sambil terus menyudutkan pria tersebut. Sangat menyenangkan bila melihat Boy ketakutan seperti ini, Agatha semakin memberanikan diri untuk mendekat. “Jangan! Jangan mendekat!” Boy gemetar melihat istrinya sendiri bagai singa betina yang sedang birahi. “Bukannya kau suka dengan sentuhanku? Kalau tidak suka, kenapa kamu mengerang-ngerang terus?” Agatha sengaja memepet suaminya. “Kau! Kau ...! Aku tadi memanggil terapis pijat, kenapa yang datang malah kamu?” tanya Boy yang sedang kesal. Agatha pun langsung menaikkan kedua alisnya. “Memangnya salah? Aku juga terapis, Pak Boy? Kau lupa, kalau aku ini terapis pijat sebelum menjadi istrimu!” Boy tak bisa berkata apa-apa, memang itu ada benarnya. “Ta ... tapi, aku tidak pernah memintamu untuk memijatku!” “Oooh, lantas, kau ingin orang lain yang memijatmu dan menyentuh bola-bola milikmu?” Agatha hampir menyentuh lagi bola-bola sang suami yang ia maksud. Namun kali ini Boy pun langsung sigap melindungi bola-bola miliknya. Dia tidak akan kecolongan dan membiarkan Agatha menyentuhnya lagi. “Biasanya, para terapis tak pernah melakukan hal kurang ajar seperti itu!” tolak Boy sambil melotot, tapi tangannya masih melindungi bagian ‘itu’. Agatha pun terkekeh melihat suaminya seperti ini. “Hal kurang ajar?” ejek Agatha. “Bukannya ... tadi kau sangat menikmatinya?” sindir perempuan itu lagi. Ekspresi Boy benar-benar membuat Agatha merasa puas. “Menikmati, menikmati apanya? Ini ... pelecehan! Kau ... menodaiku!” Bayangkan, seorang pria bertubuh jangkung, bahu yang lebar, dan otot perut bagai roti sobek, mengatakan dia telah ‘ternoda’ karena seorang perempuan yang tubuhnya lebih kecil darinya. “Aku menodaimu? Haha!” Agatha terkekeh. “Mana ada yang percaya, Pak Boy!” ejeknya lagi. Boy semakin kesal pada istrinya ini. Sampai kemudian Agatha menimpali lagi. “Kalau aku yang berlari keluar dari ruangan ini, lalu berteriak ‘Tolooooong!’ Paling juga kamu yang disangka mau ngapa-ngapain aku!” ucapnya sambil menyilangkan kedua tangan di depan d**a. Ekspresinya benar-benar mengejek dan membuat Boy sangat kesal. Kali ini Boy menggelengkan kepala. Dia bergidik sambil menggumam. “Siapa pula yang mau menyentuh kamu?” Walau lirih, Agatha tetap mendengar kata-kata itu. Perempuan itu pun langsung mendekat dan berbisik di telinga Boy. “Kalau kau tidak mau menyentuhku, maka tidak akan ada perempuan lain yang bisa kau sentuh, Sayang. Akan kupastikan, burungmu ini akan selalu kelaparan SEUMUR HIDUP!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD