Garrix yang sedang menikmati sebatang rokok sangat terkejut saat membaca notifikasi yang muncul ponsel pintarnya. Ia pun langsung membuang puntung rokok yang tersisa setengah itu, lalu ia injak hingga asapnya tak terlihat lagi.
Setelah membuka direct massage, Garrix tersenyum miring, bukan karena permintaan Aileen yang secara tiba-tiba, tapi karena isi chat-nya yang terkesan galak. Semakin menarik, pikir Garrix.
"Gila, ini cewek apa preman, sih?" gerutu Garrix seraya memasukkan ponselnya ke saku jaket.
"Ono opo, Garrix?" Joshua atau yang biasa disapa Jojo adalah pria keturunan Jawa Tiongkok yang bersekolah di Jakarta. Laki-laki kelahiran Surabaya itu meskipun sudah hampir tiga tahun menetap di Jakarta tapi kadang-kadang masih menggunakan dialog bahasa jawa dan logatnya masih sangat kental dengan logata khas Jawa Timur alias Surabaya
Garrix mengendikkan bahunya. "Gue cabut, ya."
"Ke mana?" Pertanyaan Joshua sama sekali tak diindahkan oleh Garrix.
Garrix langsung meninggalkan rooftop yang biasa menjadi tempat nongkrongnya itu. Tentu saja tujuannya sekarang adalah A2's cafe.
•••
Setelah memarkirkan motornya, Garrix pun langsung menghampiri kerumunan wartawan yang lumayan banyak itu. Benar saja, terlalu banyak media yang penasaran dengan kejadian tadi, lumayan untuk menarikan rating acara mereka. Untung saja Garrix sudah biasa dengan keadaan seperti ini jadi ia bisa tampak biasa saja menghadapi kekepoan para wartawan yang tidak akan ada habisnya.
"Garrix in here!" ucap Garrix dengan suara yang cukup lantang.
Karena mendengar suara berat Garrix membuat para wartawan itu langsung menoleh dan mengerubungi laki-laki itu.
"Garrix, tolong jelaskan kejadian sebenarnya yang terjadi di kafe ini? Kami melihat salah satu unggahan di sosial media tentang kamu yang diusir oleh pemilik kafe ini karena tindakan m***m yang kamu lakukan. Apa tanggapan kamu tentang hal itu?" ujar salah satu wartawan.
Dengan santai Garrix menjawab, seperti wajah tanpa dosa. "Pemilik kafe ini adalah pacar saya, dia cuma nggak suka kalau saya ciuman sama cewek lain. Ya, biasa lah namanya juga cemburu," ujar Garrix tanpa merasa bersalah, seakan yang dia katakan adalah benar adanya. "So, kalian udah dapatin jawabannya kan? Sekarang kalian boleh pergi, jangan usik ketenangan pacar saya. Oh iya satu lagi, kalau kalian masih ganggu pacar saya, saya enggak akan segan-segan tuntut kalian, pasti kalian enggak lupa kan siapa ayah saya?"
Garrix langsung keluar dari kerumunan itu, meninggalkan wartawan yang masih membutuhkan informasi yang lebih lanjut. Ia pun langsung masuk ke kafe, tentu saja ia ingin bertemu dengan pemilk kafe yang sudah memintanya datang ke sini hanya mengusir para wartawan.
"Aileen mana?" tanya Garrix ke salah satu waiter tanpa basa-basi.
"Ada di ruangannya," jawab waiter itu dengan ramah dan ia menunjuk di mana ruangan Aileen itu berada.
Garrix langsung ke ruangan Aileen yang terpampang jelas bertuliskan Aileen di pintunya, tanpa mengetuk atau mengucap salam ia langsung masuk.
"Kamu kok bisa masuk ke sini?" Jelas-jelas ia hanya meminta Garrix untuk mengusir para wartawan bukan datang ke ruangannya tanpa permisi.
"Bisa lah, enggak ada yang enggak bisa dilakuin oleh seorang Garrix Kalandra, termasuk mengambil hati kamu," ujar Garrix yang membuat Aileen rasanya mau mutah, Otak buaya sudah mendarah daging sejak lahir jadi susah diatasi. "Dan wartawan-wartawan itu udah pergi, kamu tenang aja, udah aku ancam," ujar Garrix dengan bangga.
"Oke." Aileen menatap Garrix lalu mengeluarkan uang seratus ribu sebanyak lima lembar. "Ini bayaran buat kamu karena udah usir makhluk kepo itu."
Garrix terkejut melihat lima lembar uang merah di atas meja, ia sama sekali tidak kekurangan duit jadi membutuhkan bayaran. Kalau mau bayar, jangan pakai duit, lewat hal lain lebih menarik.
"Pakai aja duit itu buat hilangin lipatan di bawah mata kamu," Garrix menyeringai, "Tante Aileen," lanjutnya.
"Sialan kamu, saya belum keriput." Aileen belum setua itu, percayalah Aileen baru 25 tahun jadi masih daun muda yang belum tua.
Garrix langsung menempati kursi di hadapan Aileen tanpa seizin sang pemilik. "Aku nggak butuh duit kamu," Kemudian Garrix memajukan wajahnya dan berbisik. "But, i need you."
Aileen langsung menampar pipi Garrix, ini kedua kalinya Aileen melakukan kekerasan pada cowok delapan belas tahun itu.
"Aku bisa laporin kamu ke kak Seto!" ancam Garrix dengan wajah pura-pura sedih.
"Idih, saya juga bisa laporin kamu ke polisi atas kasus pencabulan." Aileen tidak mau kalah dalam hal ancam mengancam.
Garrix memundurkan wajahnya. "Emangnya aku ngapain kamu, Tan? Atau kamu mau aku perkosaa?"
"Stop it!"
"Are you fuckingg me?" ujar Garrix dengan seringainya yang membuat Aileen semakin murka, anak ini benar-benar tidak berakhlak.
"Keluar! Kamu keluar dari sini." Aileen benar-benar geram dengan Garrix. Mimpi apa ia semalam sampai harus berurusan dengan manusia yang menyebalkan satu ini.
Garrix bergeming di tempatnya, seakan ucapan Aileen hanya angin lalu. "Jangan marah-marah, nanti lipatannya tambah banyak, Tan."
Lama-lama bisa gila menghadapi bocah enggak ada akhlak macam Garrix ini, benar-benar menguji mental, jiwa dan raga. Akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari ruangan daripada menunggu bocah itu keluar pasti akan lama.
Emosi Aileen semakin memuncak saat melihat para wartawan masih ada di depan sana. Aileen kembali ke ruangannya dengan perasaan kesal.
"Garrix, kamu bilang udah usir mereka. Itu masih ada di luar!"
"Namanya juga wartawan kalau belum puas sama informasinya mana mau mereka pergi."
Aileen mengacak rambutnya frustasi, dia tidak habis pikir ada anak semenyebalkan ini. Padahal di zaman Aileen SMA dulu anak-anaknya pada baik, sopan sama yang lebih tua. Kenapa di zaman sekarang yang muda bisa berlaku seenaknya kepada yang tua.
"Dasar kids zaman now!"
"Berarti kamu ngaku udah old dong?" Garrix terkekeh. "Iya deh, Tan. Yang udah tua mah beda!"
"Kurang ajar! Bisa gila kalau ngomong sama kamu. Mending kamu usir para wartawan di depan biar hidup kamu ada faedahnya."
"Oke tapi ada syaratnya."
"Apa?"
Perasaan Aileen sudah tidak enak, pasti syaratnya bukan hal yan menguntungkan untuk Aileen.
"Kita kencan malam minggu besok. Deal?"
Benar saja, Garrix memang menyebalkan dan memberikan syarat yang kurang ajar.
"Ogah!" Aileen langsung menolak mentah-mentah, ia tidak mau kencan dengan laki-laki yang melihat tujuh tahun darinya itu.
Garrix beranjak dari tempatnya dengan senyuman menggoda. "Yakin kamu bisa nolak? Nanti aku bawa wartawan buat ganggu kamu terus loh." Sebelum keluar ruangan, dia menyempatkan diri untuk mengerlingkan matanya ke Aileen membuat perempuan itu pengin muntah.
"GARRIX KALANDRA BOCAH SABLENG KURANG AJAR!" Hilang sudah citra perempuan kalem pada diri Aileen setelah bertemu dengan seorang bocah menyebalkan.
•••