Kehancuran hidup Amara

1220 Words
Siang itu Amara terus memikirkan ancaman Pram. Bukan lantaran takut saja, tapi ia juga penasaran. Dilihat dari tampilan, Pram bukan seorang rentenir atau om-om yang hobi menghabiskan waktu di bar. Bagi Amara,Pram cukup keren. Setelan mahal itu, membungkus pas di tubuhnya yang menjulang. Gestur wajahnya pun mirip bule lokal. Jadi pertanyaanya kenapa Pram begitu mudahnya meminjamkan uang? Dari yang ia dengar, bar yang dikunjungi Pak Kas tidak punya izin usaha, alias ilegal. Jelas kalau dibawa ke ranah hukum, perjudian di sana bisa dikategorikan sebagai perampasan. Karena itu, Amara bertekad untuk menemui Pram agar pemicaraan hutang di antara mereka selesai. Pikir Amara, enak saja mengatakan kalau berhutang? Kata Bapak, tidak pernah ada perjanjian apapun. Tepat jam satu siang, ponsel Pram berdering. Pria itu tengah makan dan menikmati istirahatnya setelah melakukan meeting editor. Moodnya sedang tidak baik karena belum sempat tidur. “Halo, selamat siang, apa benar ini nomornya Bapak Pramuditya?” sapa Amara menatap kartu nama Pram dengan tatapan bingung. CEO? Jangan-jangan dia Cuma tukang tipu, batin Amara curiga. Jaman sekarang, tidak memandang status atau tampang. Kalau sudah menyangkut uang, sepertinya semua orang sama saja. “Iya benar. Dengan siapa?” sahut Pram masih sibuk mengunyah. “Ini Amara, anaknya Pak Kas.” “Oh, sudah dapat uangnya?” pancing Pram membayangkan bagaimana gelisahnya gadis itu saat dimintai tanggung jawab. Amara masih terlalu muda dan sebenarnya belum sanggup menghadapi kelakuan sang ayah. Pram tahu, meski ia berbesar hati untuk menghapus hutang itu, Pak Kas akan melakukannya lagi. Menggadai harga diri Amara di meja judi. “Yang saya dengar, tidak ada perjanjian tertulis. Bukankah itu tidak resmi? Anda tidak bisa menuntut saya karena saya hanya pihak ketiga,” kata Amara mencoba berkelit. Ia sudah kebal dengan umpatan para penagih hutang. Sekarangpun Amara hanya butuh sedikit keberanian. “Memang tidak ada bukti tertulis, tapi aku punya perjanjian digital. Mau aku kirim?” tanya Pram mengalihkan jemarinya ke kotak pengiriman. Untung video beserta tanda tangan digital Pak Kas tersimpan rapi di ponselnya. Coba kalau tidak? Dalam jeda tiga menit, Amara langsung mematikan panggilan itu. Video berdurasi lima menit yang memperlihatkan Pak Kas tengah memegang cek senilai 10 juta, nyaris membuat Amara berteriak karena kesal. Tidak cukup, Pram mengiriminya surat perjanjian digital yang bertandatangan sang ayah. Iya, bukti konkret itu tidak bisa untuk disangkal. Poin paling mengejutkan adalah di mana Pak Kas jelas-jelas setuju menjadikan Amara sebagai penjamin utama. “Kenapa ayah setega itu?” bisik Amara duduk di meja kantin dengan berurai air mata. Kadang, Amara merasa sial karena mendapat ayah seperti Pak Kas. Kematian mungkin menjadi keberuntungan terakhir yang Tuhan bisa berikan padanya. -- Pram baru saja terlelap di atas ranjang apartemennya ketika sang ibu datang dan menyuruhnya untuk bangun sebentar. Wanita paruh umur yang menghabiskan hidupnya untuk bersenang-senang itu,terlihat dalam mood buruk. Ia melempar tas-tas berisi barang belanjaannya ke atas sofa sambil merutuki segalanya. Pram mengalah untuk bangun, menemani sang ibu menghabiskan tehnya. Terhitung lima tahun sejak Pram meninggalkan perusahaan kontruksi milik keluarga, ia sudah bisa dibilang sukses hidup mandiri. Ya, meski mobil juga apartemennya masih dibilang standart-standart saja, tapi perusahaan penerbitan yang Pram bangun sudah mampu menghasilkan jutaan dollar selama seminggu. “Sampai kapan kamu hidup di tempat menyedihkan ini?” Lagi-lagi Ny. Rose mengangkat topik serupa. Kalau datang, isi pembicaraan hanya seputar uang dan uang. Wanita itu mungkin idak sadar, selama hidup, tak pernah sekalipun ia memuji kerja keras anaknya. Padahal apa sih kurangnya Pram? Cerdas, dewasa dan bisa membangun mimpinya tanpa bantuan orang tua. Tapi semua itu sama sekali tidak cukup. Ny Rose benar-benar benci dengan kepribadian Pram yang pembangkang. Kalau Pram terus-terusan menolak memimpin perusahaan kontruksi, bisa saja adik ayahnya yang akan mengambil alih. Ny Rose tentu saja tidak mau. Perusahaan itu terlalu besar dan keuntungannya ratusan kali lipat dari perusahaan milik Pram. “Pram! Sebenarnya kamu denger nggak sih!” gerutu Ny Rose memukul paha anaknya. Apa boleh buat, ia masih mengantuk. Tadi saja Pram belum sempat mandi karena terlalu letih. “Udahlah Ma! Biar Om Jaya aja yang ngurus semua itu! Aku bahagia di sini!” erang Pram menyebut nama pamannya dengan ekspresi kesal. Ia sudah hampir 30 tahun dan bukan anak kecil lagi. “Oke, pokoknya kalau kamu menolak pulang, menikah saja!” “Ma! Aku belum punya calon, gimana sih,” keluh Pram bad mood. Mungkin ia harus mengganti password apartemennya agar sang ibu tidak sembarang masuk. “Kalau masalah calon, udah ada kok,” kata Ny. Rose melempar dua lembar foto ke atas meja. Karena terlalu dongkol, Pram langsung pergi, masuk kamar lalu menguncinya dari dalam. “Pram! Keluar, Pram! Mama belum selesai bicara,” seru Ny Rose geram. Ia tidak habis pikir kenapa mereka begitu berbeda. Sejak masih kecil meski Pram dilimpahi banyak harta, ia tidak pernah sombong dan menghamburkan uangnya untuk hal-hal tidak berguna. Saat SMA pun, Pram lebih suka menyumbang daripada berfoya-foya. Berbeda 180 derajat dengan sang ibu yang membuang uang hanya untuk baju desainer terkenal. Sebenarnya Pram mirip siapa? ---- Di hari lain, Pram iseng mengirim pesan ke ponsel Amara. Selang satu jam kemudian karena belum ada balasan, ia mencoba membuat panggilan. “Aku diblokir? Berani benar,” gumamnya tak percaya. Pram kemudian mencoba menelpon dengan nomor lain. Dan, ternyata diangkat di dering terakhir. “Kamu mau kabur, ya?” ejek Pram menutup berkas kerja yang baru saja ia tandatangani. Erika, sang sekretaris menatap heran dengan tingkah bosnya. Sepanjang ia bekerja, baru sekarang Pram menelepon seseorang di jam sibuk. Sayangnya, panggilan itu langsung diputus. Pram bengong, memastikan lagi dengan panggilan baru. Tapi nomor itu benar-benar mati sekarang, tidak bisa dihubungi. “Maaf, Pak. Ini belum ditanda tangani,” kata Erika mengangsurkan berkas terakhir tak enak. Pram yang sedang bad mood mencoba profesional. Ia buru-buru menyelesaikan pekerjaannya sembari berpikir tentang Amara. Bagaimana kalau gadis itu benar-benar dijual oleh ayahnya? Batin Pram khawatir. Perasaan itu bukan kali pertama. Jiwa sosial Pram sepertinya sudah mendarah daging. Ia selalu terganggu dengan masalah orang lain. Terlebih Amara masih terlalu muda untuk bertanggung jawab. Paling tidak, Pram ingin Amara terlepas dari Pak Kas. Masih ada kamar kosong di yayasan sosial miliknya. Pram bisa memasukkannya ke sana, agar gadis itu bisa tinggal dengan puluhan anak asuh lain. Sementara itu di tempat yang berbeda, Amara melempar ponselnya ke atas tempat tidur. Kemarin ia dipecat karena salah mengantar pesanan. Sekarang tidak ada yang bisa ia lakukan selain mengurung diri di kamar. Sang ayah entah kemana. Mereka bertengkar hebat karena masalah Pram, sekarang walau masih sakit, Pak Kas nekad keluar untuk mencari makan. Ia merasa sangat bersalah karena menambah hutang. Tak lama, terdengar suara ketukan dari pintu depan. Amara keluar kemudian mengintip lewat celah jendela. Terlihat dua sosok lelaki sangar tengah berdiri di balik pintu. Mereka adalah rentenir yang sudah seminggu lalu menagih ke sini. Mati aku, batin Amara mengelus d**a. Ia tidak mungkin menghadapi para penagih itu sendirian. Terakhir, Amara digoda dan hampir dibawa pergi ke tempat pelacuran. Tetangga mereka saja sudah menutup mata karena kelakuan buruk Pak Kas. “Keluar! Kami tahu kamu ada di dalam,” seru salah satu di antara mereka mengetuk pintu kencang-kencang. Tetangga yang kebetulan ada di luar, memilih untuk menyingkir. Tidak ada yang bisa mereka perbuat. Di lingkungan kumuh itu, uang adalah segalanya. Amara yakin, sekalipun bersembunyi, para rentenir tidak akan pergi. Jadi ia memutuskan keluar sambil menyembunyikan pisau di balik pinggang. Tak jauh dari sana, Pram diam-diam mengamati kejadian itu di balik tiang listrik. Kira-kira apa yang terjadi kalau ia memutuskan untuk terlibat? Wajah putus asa Amara sangat membuatnya iba.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD