“Izinkan aku ikut dalam rencanamu,” pinta Lela.
“Tentu saja, mulai sekarang kau adalah tangan kananku,” aku mengangkat jempol.
“Memangnya kau merencanakan apa?” tanya Lela.
“Kau ini main ikut saja, kalo nanti aku bilang rencanaku adalah membunuh Farrel dan Clara gimana?” aku menoyor kepala Lela.
“Aku gamau masuk penjara!” Lela menyilangkan tangan di depan wajahnya.
Aku terkekeh melihat tingkah Lela, Elena bodoh sekali meninggalkan teman sebaik Lela.
***
Keesokan harinya paman Tomi menemuiku di vila, ternyata beliau adalah sepupu dari ibuku. Terlihat dia sangat mengkhawatirkan kondisiku, dari sorot matanya aku yakin bahwa dia tulus menyayangiku.
“Elen sayang, apa kau baik baik saja?” tanya paman Tomi sambil memelukku.
“Aku baik baik saja paman, terima kasih telah memberikanku waktumu yang berharga.” Aku membalas pelukannya.
“Apapun akan kuberikan untuk keponakan kesayanganku, ada apa kau sampai memanggilku ke vila?” tanya paman Tomi.
“Aku hanya merindukan pamanku yang tampan,” ucapku basa basi.
“Aku senang kau telah kembali ceria,” paman Tomi mencubit gemas hidungku.
Tomi sangat marah saat mendengar kabar Farrel melamar Clara yang mengakibatkan Elena nekad menyayat pergelangan tangannya hingga masuk rumah sakit. Untung saja nyawa Elena masih selamat, jika tidak dia akan menghancurkan kedua keluarga itu.
“Paman, bolehkan aku merubah semua aset dan properti atas nama ayah dan ibuku menjadi namaku?” ucapku to the point.
Paman Tomi sedikit terkejut mendengar ucapanku.
“Aku sudah berusia 20 tahun, aku secara sah menjadi pemilik seluruh kekayaan keluargaku bukan?” tanyaku.
“Tentu saja, akan ku urus semuanya. Elen, aku mendengar kabar kurang bagus dari seorang pengacara kenalan ayahmu, dia sudah mengajukan pembagian harta 50% untukmu dan 50% untuk Clara. Padahal aku adalah pengacara utama keluarga kalian, tapi ayahmu meminta pengacara lain untuk pembagian kekayaan,” kulihat sorot kemarahan dari mata paman Tomi.
“Konyol sekali, yang kutahu kekayaan keluarga kalian adalah 70% dari ibumu, entah hasutan seperti apa yang di berikan nenek lampir itu sampai ayahmu membuat keputusan konyol seperti itu,” Lela yang sedari tadi diam, mengeluarkan pendapatnya.
“Bukankah kau Lela anak pak Joko?” tanya paman Tomi sedikit terkejut.
Lela segera menutup mulutnya, dia merasa telah melewati batas, berkomentar seenaknya.
“Iya Tuan, maafkan aku terlalu banyak bicara,” lirihnya.
“Dia pengacaraku dimasa depan, mungkin akan menggantikanmu suatu saat nanti.” Kekehku.
“Elen, aku masih semester tiga!” Lela menutupi rona merah dipipinya.
Tomi tersenyum melihat tingkah kami, dia sangat senang keponakannya memperlakukan Lela dengan baik, selama ini dia melihat Elena selalu memperlakukan Lela dengan buruk.
“Paman, dalam dua hari, kau harus membereskan pengalihan semua aset dan properti atas namaku, aku ingin memberikan hadiah pertunangan yang sangat berharga untuk mereka,” senyum sinis tercetak jelas di bibirku.
“Aku lega kau mengambil keputusan ini, kukira kau akan menyerahkan semuanya untuk laki laki b******k itu,” ucap Paman Tomi bangga.
“Aku tidak akan membiarkan orang lain merebut apa yang menjadi milikku,” ucapku mantap.
“Lelaki yang tidak setia sangat cocok berpasangan dengan w*************a,” ucap Paman Tomi.
“Tenang Elen, cowok ganteng masih banyak diluaran sana.” Lela memberi semangat.
“Apa ada yang lebih ganteng dari Farrel di kampus?” tanyaku.
“Sayangnya tidak ada” ucap Lela lemas.
“Ganteng tapi tidak setia buat apa?” cibir paman Tomi.
“Aku setuju, yang penting sikapnya baik, ganteng itu bunos,” Lela semangat sekali memberikan wejangan untukku.
“Aku dengar ayahku dan ayah Farrel menggabungkan perusahaan induk kami, dan rencananya Farrel akan ditunjuk sebagai CEO,” aku memberikan informasi untuk paman Tomi.
“Mereka sepertinya sudah merencanakannya dari dulu,” kudengar nada kemarahan dari Paman Tomi.
“Tenang Paman, aku tidak akan membiarkannya, kau harus percaya padaku,” aku mengedipkan sebelah mataku.
Walaupun Tomi kurang yakin dengan ucapan Elena, namun Tomi merasakan tekad kuat dari Elena, dia mengacak rambut Elena, sambil tersenyum meneduhkan.
“Lusa, kau harus menjemput kami. Kita akan datang bersama sama ke pesta pertunangan Farrel dan Clara, kau harus memakai pakaian serba hitam dan kacamata hitam” pintaku pada Paman Tomi.
“Baiklah, apapun yang kau minta akan kuturuti,” Paman Tomi tertawa renyah.
Setelah mengantarkan kepergian paman Tomi, aku akan mengajak Lela untuk berbelanja, aku akan membeli gaun hitam yang sangat bagus untuk menghadiri pertunangan Farrel dan Clara.
Aku memeriksa dompetku, ada banyak uang cash disana, kulihat kartu debit dan kredit berjajar rapi di sana, sialnya aku tidak tahu password kartu debit. Kuputuskan untuk menggunakan kartu kreditku saja, aku mencoba mempelajari tanda tangan Elena yang ada di kartu tanda pengenalnya.
“Lela, dimana kau?” teriakku.
“Aku di dapur,” Lela balas berteriak.
“Lela, jaga kesopanan kamu!” Bi Siti alias ibunya Lela memperingatkan.
“Tidak apa apa Bi, aku juga berteriak padanya tadi” ucapku menghampiri mereka.
Bi Siti terlihat kaget melihatku berbicara santai pada Lela.
“Elen udah insyaf Bu!” kekeh Lela.
Bi Siti terlihat panik mendengar ucapan putrinya, dia takut Elen tersinggung.
“Non Elen, maafin Lela Non!” ucap Bi Siti sambil menjatuhkan badannya ke lantai.
Aku terkejut melihat Bi SIti berlutut didepanku, cepat cepat aku memegang lengannya dan memaksanya berdiri.
“Bibi ini apa apaan? Aku sama sekali tidak marah sama Lela, Lela bener kok Bi, aku udah insyaf. Sekarang aku mau minta maaf sama Bibi, selama ini Bibi udah baik sama aku, tapi aku jahat sama Bibi!” ucapku tulus.
Kulihat air mata menggenang di pelupuk mata Bi Siti, aku memeluknya dengan erat.
“Bi, maafin Elen ya,” aku menangis dipelukan bi Siti.
Aku merindukan ibuku, sosok bi Siti mengingatkanku pada Ibu yang kutinggalkan diduniaku. Apa ibuku disana baik baik saja saat mendengar kabar anaknya hilang atau mati? Aku tidak tahu nasibku sebagai Indriana disana.
Pak Joko kaget melihatku berpelukan dengan bi Siti sambil menangis.
“Ini odo opo toh, Nduk?” bisik pak Joko kepada Lela.
Lela hanya tersenyum mendapat pertanyaan dari ayahnya, aku melepaskan pelukan bi Siti dan mendekati Pak Joko.
“Pak Joko, aku mau minta maaf buat kelakuan kasarku selama ini, Bapak mau kan maafin aku?” ucapku masih terisak.
“Non ga salah apa apa, jika pun ada salah sudah pasti saya maafkan,” jawab pak Joko.
Aku menangkap rasa terkejut dari nada bicara pak Joko, kayaknya si pak Joko curiga apakah aku kerasukan roh halus atau kuntilanak penjaga kebun anggur.
“Pak, Bi, jadikan aku anak angkat kalian!” pintaku.
Lela tersedak ludahnya sendiri mendengar permintaanku.
“Non, Bibi anter ke kamar buat istirahat,” ucap Bi Siti panik.
Mendengar Elena meminta maaf saja sudah sangat aneh, ditambah Elena ingin menjadi anak mereka, bi Siti curiga penyakit Elena semakin memburuk.