Episode 1 : Pembuktian Cinta
PROLOG :
Di usianya yang baru memasuki dua puluh tahun, Dara harus menerima kenyataan pahit karena Billy—kekasih sekaligus ayah dari janin dalam rahimnya dan sebelumnya berjanji akan menikahinya, justru pergi melupakan hubungan mereka.
Dara hancur, merasa dipermainkan bahkan dibuang. Apalagi kepergian Billy membuat Dara terpaksa menikah dengan Om Fean karena Om Fean mengakui janin dalam rahim Dara sebagai anaknya.
Menikah dengan orang yang tidak Dara harapkan meski Om Fean begitu perhatian, membuat hidup Dara kacau. Dara sengaja selalu berulah, menjadi pribadi bar-bar dan berusaha mengakhiri pernikahan mereka. Namun, kesabaran Om Fean perlahan mulai bisa meluluhkan hati Dara.
Ketika cinta mulai hadir dan Dara mulai membalas cinta Om Fean, hadirnya Billy yang langsung menawarkan kebahagiaan pada Dara sekaligus janin dalam perut Dara, menjadi awal mula goyahnya rumah tangga mereka. Karena setelah itu, hadirnya Nabila sang mantan istri Om Fean yang selalu bermain cantik membuat Dara mantap untuk bercerai.
Lalu, bagaimana akhir dari kisah mereka? Benarkah perceraian menjadi jalan terbaik?
***
“Setelah anak itu lahir, lakukanlah semua yang ingin kamu lakukan. Jalani kebahagiaan bebas tanpa harus memikirkan kami. Aku akan menjaganya dengan segenap cinta. Aku akan menghabiskan sisa usiaku bersamanya dan menjadi papah paling bahagia karena memilikinya.” (Fean Mahen Handoko)
“Dara, dengarkan aku. Aku mencintaimu, sangat. Kamu satu-satunya wanita yang aku cintai! Kamu tahu posisiku, menjadi seorang idol membuatku harus menjadi orang lain. Namun percayalah, sekalipun kita tidak bisa menikah dalam waktu dekat, nanti bila memang sudah saatnya, kita pasti akan menikah. Kita akan menjadi keluarga paling bahagia. Jadi, kamu tahu jawabannya. Tidak apa-apa, untuk yang sekarang, ... lebih baik gugurkan saja!” (Billy)
“Dara, kamu itu istri, kamu bukan bayi-nya Fean. Bukan begitu caranya memperlakukan suami. Sepertinya aku memang perlu mengajarkan kepadamu bagaimana caranya memperlakukan Fean seperti saat aku masih menjadi istrinya.” (Nabila—Mantan istri Fean)
“Aku selalu ingin marah kepadanya. Aku yakin aku membencinya, tetapi hatiku berkata tidak. Hatiku mengatakan bahwa aku mencintainya, aku tidak bisa tanpa dia apalagi melepasnya untuk wanita lain!” (Dara)
EPISODE 1 : PEMBUKTIAN CINTA
-Merenggut apalagi merampas bukanlah bagian dari pembuktian, melainkan kejahatan-
***
Di tengah deru napas memburu mengiringi aliran darah yang kian deras sekaligus memanas tak ubahnya dididihkan, Dara susah payah menghindari wajah sekaligus ciuman Billy. Kekasihnya itu seperti kerasukan arwah jahat, mendadak liar dan terus memaksa menyentuh sekaligus menciumnya secara berlebihan. Tubuh Dara seolah disengat aliran listrik di setiap sentuhan yang Billy lakukan. Karenanya, Dara sengaja membenamkan wajahnya pada tempat tidur kebersamaan mereka demi mengamankannya. Dara pikir keputusannya tersebut akan membuat Billy menyerah dan mengakhiri ulahnya, tapi nyatanya Billy justru melakukannya di bagian lain. Tengkuk Dara langsung menjadi tujuan ciuman Billy, sementara tangan kanan Billy berkeliaran liar ke perut Dara dan makin ke bawah.
“Jangan, Bil! Aku mohon, jangan! Belum saatnya, ... belum saatnya kita melakukannya! Aku mohon singkirkan tangan kamu!” ucap Dara yang sengaja menggunakan kedua tangannya untuk menahan wajah Billy.
Terengah-engah, Billy berkata, “Dara, aku pacar kamu, aku sayang kamu, aku sangat mencintai kamu! Percaya padaku, semuanya akan baik-baik saja. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Sekarang kamu cukup percaya padaku. Aku akan melakukannya pelan-pelan!”
Apa yang baru saja Billy katakan langsung membuat Dara syok. Dara sampai bergidik ngeri bersama benaknya yang seketika sibuk berprasangka negatif. “Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan, maksudnya bagaimana? Kok kamu terkesan sudah biasa melakukannya? Kamu sudah terbiasa seks bebas? Ya ampun Billy, aku beneran enggak menyangka ternyata kamu ... Billy awas!”
“Dara, jangan salah paham dulu. Aku bilang begitu karena aku sudah cari banyak informasi buat kita. Aku sengaja belajar buat kita dan aku belum pernah melakukannya karena aku hanya ingin melakukannya dengan kamu!”
“Enggak ... enggak, pokoknya awas. Lepas! Aku hanya akan melakukannya setelah menikah. Aku hanya akan melakukannya bersama suamiku. Lepaskan aku, Bil, aku mau pulang!” Dara berusaha beranjak, tapi Billy tetap menahan bahkan kian menindih tubuh Dara.
“Kita akan menikah, Ra. Dan aku akan menjadi suami kamu!” tegas Billy meyakinkan.
“Sudah, Bil, stop jangan bahas lagi. Aku marah sama kamu. Aku mau pulang! Aku jijik!”
“Di luar sedang hujan dan sekarang aku enggak mungkin bisa antar kamu pulang, apalagi yang orang tua kamu tahu, kamu sedang menginap di rumah Velly!”
“Pokoknya aku mau pulang! Aku akan menelepon Om Fean. Om Fean pasti akan langsung menjemputku!” Dara tak hanya marah karena Dara juga kecewa pada cara Billy.
“Om Fean? Kenapa selalu nama pria tua itu yang kamu sebut bahkan saat kamu bersamaku?!”
Billy menatap Dara dengan tatapan murka. Mata sipitnya nyaris tak berkedip dalam melakukannya hingga Dara sebagai terdakwanya, tak bisa berkata-kata. Mata lebar Dara langsung bergetar menatapnya tak percaya.
“Ayo kita menikah karena aku enggak mau pria tua itu selalu menjadi satelit kamu seperti pengasuh yang harus selalu menjaga bayinya!”
“Billy, Om Fean orang yang sangat baik. Om Fean juga sangat baik kepadamu, kan? Kamu jangan mikir macam-macam apalagi aku sudah menganggap om Fean seperti papah sekaligus sahabat baikku!”
Billy menggeleng, menelan salivanya dan menepis tatapan dalam Dara yang tengah meyakinkannya. Di bawah tubuhnya, Dara menatapnya dengan banyak kesedihan hanya untuk seorang Fean.
“Ternyata benar kata mereka, Ra. Kamu memang enggak pernah benar-benar sayang apalagi mencintaiku! Karena bagimu, pria tua itu jauh lebih berharga daripada aku!” tegas Billy merasa sangat kecewa.
Dara mengerjap panik. “Kata siapa? Siapa yang bilang begitu? Siapa yang bilang aku enggak pernah benar-benar sayang apalagi mencintai kamu?!”
Dara ketar-ketir dan nyaris menangis. Bagaimana mungkin Billy, pemuda yang menjadi pacar pertama sekaligus cinta pertamanya, mendadak meragukan cintanya padahal awalnya semuanya baik-baik saja? Ia merasa sangat sulit untuk percaya karena di balik hubungannya dan Billy yang baru berjalan tiga bulan dan sebelumnya baik-baik saja, ternyata ada rahasia yang belum Dara ketahui!
“Bil?!” Napas Dara memburu. Dara takut Billy benar-benar marah dan mengakhiri hubungan mereka.
Dara sungguh mencintai Billy, gadis berambut panjang bergelombang kecokelatan itu tidak mau kehilangan Billy. Kedua tangannya yang sampai gemetaran berangsur mengguncang pelan kedua lengan Billy yang masih mengungkung tubuhnya. Pemuda berkulit putih di hadapannya langsung menatapnya dengan tatapan sangat dalam, tapi sulit Dara artikan. Kini, jantung Dara berdentam sangat kencang hanya karena menunggu balasan dari Billy.
“Kalau begitu, buktikan. Buktikan bila kamu benar-benar sayang sekaligus mencintaiku, Ra!” tegas Billy dengan suara lirih tapi menuntut.
“Hah? Caranya?” Dara terdiam tak mengerti menatap Billy.
Andai, Billy memberi Dara kesempatan untuk berpikir apalagi bertanya pada orang lain, Dara akan langsung menghubungi om Fean yang selama ini selalu menjadi guru terbaik Dara dalam segala hal, tanpa terkecuali urusan asmara sekaligus cinta. Dara sungguh ingin bertanya pada om Fean mengenai pembuktian rasa sayang sekaligus cinta, seperti apa? Namun, Billy tidak memberi Dara kesempatan sedikit pun. Jangankan bisa bertanya pada orang lain, menyentuh Dara saja, kini Billy tak lagi izin.
Kali ini Billy sungguh mengunci tubuh Dara yang Billy tindih sempurna. Dan kali ini Dara juga tak lagi bisa berteriak karena hal yang sama telah Billy lakukan pada bibir Dara.
Dara sungguh tidak mengerti dengan pembuktian cinta yang Billy maksud. Sambil terus berusaha memberontak, Dara hanya bisa menangis. Apakah pembuktian cinta harus seperti ini? Kenapa harus seks? Ini bukan yang dimaksud seks bebas dan tak seharusnya dilakukan di luar pernikahan, kan?
****
Dara terbangun dengan tubuh yang terasa sakit semua. Dering ponsel tanda telepon masuk yang begitu familier seolah menjadi cambuk bagi gadis berhidung mancung itu untuk segera membuka mata dan beranjak dari sana. Namun, semuanya terasa berat. Apalagi keberadaan tangan yang mengunci pinggangnya, makin mempersulit gerak Dara.
Sebentar, pinggang? Kenapa bisa ada tangan orang lain di pinggangku?! Batin Dara langsung berpikir keras.
Beberapa detik setelahnya, kedua mata Dara mengepak dan membelalak. Mata lebar bernetra hitam jernih itu nyaris loncat dari rongganya hanya karena ingatan yang kini meletup-letup, mengenai kejadian semalam.
Tak bisa berkata-kata, bersama jantungnya yang menjadi berdetak sangat kencang, tatapan Dara turun, membuatnya mendapati bahwa kini dirinya sungguh tak sendiri. Kedua tangan yang mendekap sekaligus mengunci pinggangnya dihiasi aneka gelang tali warna gelap khas tangan laki-laki muda. Itu tangan Billy dan Dara paham.
Dara langsung ingat semuanya. Semua yang telah terjadi hingga dirinya berakhir di tempat tidur bersama Billy. Mereka berada di bawah selimut yang sama tanpa kain apalagi pakaian lain yang menutupi tubuh mereka. Mereka masih ada di dalam kamar Billy setelah kemarin malam Dara sengaja datang karena Billy yang meminta dan mengabarkan sedang sakit tanpa ada yang menjaga.
Kini, Dara merasa sangat kacau. Tak seharusnya mereka melakukannya. Tak seharusnya semalam Dara membiarkan semuanya terjadi apalagi Dara sudah berjanji pada papah mamahnya untuk selalu bisa menjaga diri, tidak pada narkoba apalagi seks bebas. Dara baru berusia dua puluh tahun, perjalanan hidup Dara masih sangat panjang termasuk tugas nyata yang harus Dara emban dalam mengurus sekaligus memajukan Luxury Hotel, perusahaan milik keluarganya.
Buru-buru Dara balik badan. Kedua tangannya langsung membingkai wajah Billy kemudian sibuk menepuk pelan di sana. “Aku mau kita menikah dalam waktu dekat! Enggak apa-apa tanpa pesta, mengenai pesta bisa menyusul. Aku enggak mau kejadian seperti semalam terjadi lagi, Billy!” tuntut Dara sesaat setelah Billy membuka mata.
Kedua mata Dara menjadi berkaca-kaca seiring kesedihan yang kembali membersamainya hanya karena ia teringat kejadian semalam. Karena apa yang terjadi semalam, membuat Dara merasa kehilangan hal paling berharga dalam hidupnya. Keperawanan, mahkotanya benar-benar sudah hilang. Bahkan meski Billy mengangguk-angguk sanggup kemudian memeluknya dengan sangat lembut, Dara merasa tetap tidak baik-baik saja sebelum mereka belum terikat dalam pernikahan.