BAB 29 Mulai Berkelana

1055 Words
Nao beristirahat di hutan. Sudah berjam-jam lamanya Nao terus berjalan mengikuti peta yang ia dapat atau lebih tepatnya ia curi dari Pak Reonald. “Masih sangat jauh untuk tiba di desa Trogir,” keluhnya saat melihat peta. Terdengar bunyi perut yang minta diisi. “Aku sangat lapar,” lirih Nao. Lelaki itu segera memperhatikan sekelilingnya. Tidak ada yang bisa ia makan. Tak ada tumbuhan atau pun buah-buahan. “Sepertinya aku harus terus berjalan. Siapa tahu dalam perjalanan aku bisa menemukan makanan,” batinnya. Nao mengambil barang-barangnya lalu kembali memulai perjalanan sekaligus mencari makanan. Tanpa Nao sadari sedari tadi seorang lelaki berjubah mengikutinya secara diam-diam. Nao terus berjalan dan hingga saat ini ia tidak menemukan makan. Langkahnya pun semakin melambat. Ia sangat kelelahan sekaligus lapar. Ia sudah kehabisan tenaga. Akhirnya lelaki itu menghentikan perjalanannya. Nao menumpukkan beberapa daun untuk ia jadikan alas untuk ia tiduri. Mungkin dengan tidur ia bisa mengurangi rasa laparnya. Lelaki itu menatap langit. Matahari sangat panas saat ini. Untungnya hutan yang ia tempati saat ini memliki banyak pepohona yang besar sehingga Nao tidak tertimpa matahari secara langsung. Tiba-tiba saja langit memperlihatkan bayangan dirinya dan kedua orang tuanya yang lagi makan bersama. “Ken, ibu dan ayah pasti sedang makan bersama saat ini,” gumamnya pelan. Dan akhirnya lelaki itu pun tertidur pulas karena terlalu kelelahan. Tiba-tiba terdengar suara ranting panah membuat Nao segera bangkit dari tidurnya. “Siapa di sana!” pekinya cepat. Lelaki yang mengikuti Nao segera bersembunyi berusaha untuk tidak terlihat. Nao segera memegang pedang yang selalu ia bawa. Menatap sekelilingnya mencari asal suara. Tapi, ia tidak menemukan apa pun. “Apa aku hanya berhalusinasi, yah.” Akhirnya Nao pun meletakkan pedangnya kembali. Berencana untuk kembali tidur. Tapi, baru saja lelaki itu membaringkan tubuhnya lagi-lagi lelaki itu mendengar suara ranting kayu yang patah. Kali ini ia yakin. Ia mendengar sesuatu. Nao mengambil pedangnya. “Siapa di sana?” gumam Nao was-was sambil terus melangkah menuju asal suara. “MONSTER ...” Nao segera mengambil ancang-ancang untuk menyerang monster yang kini ada di hadapannya. Ia tidak tahu kenapa ada monster di hutan ini. Padahal sepanjang perjalanannya tadi ia tidak menemukan monster satu pun. Monster itu berlari ke arah Nao dan berisap untuk menyerang. Nao diam di tempat sambil mengacungkan pedangnya menunggu monster itu berada di hadapannya dan saat itu tiba ia segera menebas monster tersebut. Namun, sayangnya itu hanyalah hayalannya saja. Saat monster itu tiba di hadapannya. Nao ingin menyerang tapi perutnya keram karena kelaparan membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. “Ice Arrow ...” saat tangan monster itu akan mengenai Nao. Seorang lelaki tiba-tiba keluar dari persembunyiannya dan mengeluarkan panah es pada telapak tangannya dan segera melayangkan anak panah itu tepat di jantung sang monster. Dan monster itu pun tumbang karena panah itu menangcap cukup dalam pada jantungnya. Nao pun berbalik menatap lelaki yang menyelamatkannya. “Terima ka ... KEN!” Saat akan mengucapkan rasa terima kasihnya lelaki itu kaget melihat lelaki yang menyelamatkannya. “Dasar lemah ...” gumam Ken pelan dan bersandar pada pohon mengejek Nao karena tidak bisa mengalahkan monster tadi. Tapi ejekan Ken sudah terbiasa bagi Nao. Lelaki itu tidak terluka dengan ejekannya. Segera Nao menghampiri Ken. “Ken kenapa kau bisa ada di sini? Bukankah seharusnya kau berada di desa?” “Ini semua juga karena ulahmu. Kau diam-diam mengendap-endap keluar jadi mau tidak mau aku harus mengikutimu. Lagian jika aku tidak pergi Mama dan ayah pasti akan memarahiku karena membiarkanmu pergi sendiri,” jelas Ken. Nao dan Ken pun duduk berdampingan. Keduanya saling diam-diaman. Hingga suara perut Nao memecah keheningan mereka. Ken menghela napas kesal lalu membuka barang bawaannya mencari makan yang ia ambil di desa sebelum berangkat menyusul Nao. “Ini makan ...” “Terima kasih ... kau menyelamatkanku dari kelaparan.” Nao pun mengambil makanan pemberian Ken dan memakannya dengan sangat lahap. “Makanya kalau ingin bepergian jauh usahakan untuk membawa makanan yang banyak ...” kata Ken memperingati Nao. “Iya ... iya aku mengerti dan akan ku ingat selalu.” Nao dan Ken pun memulai petualangan mereka bersama. Berbagai macam rintangan mereka hadapi. *** Di sisi lain. Orang tua Nao dan Ken yang mengetahui anaknya tidak ada menjadi sangat panik. Tapi setelah membaca surat yang dibuat Nao membuat mereka kembali tenang. Keduanya merelakan anak mereka untuk pergi berkelana. Berharap keduanya akan kembali ke desa dengan selamat dan membawa kabar gembira bagi mereka. “Nao ... Ken ... kembalilah dalam keadaan baik-baik saja. Kami akan selalu menunggu kelian.” Sudah satu minggu mereka terus berkelana. Mengikuti petunjuk peta yang mereka punya. Saat menemukan sebuah danau Keduanya akan berhenti untuk beristirahat. Keduanya kadang membagi tugas. Ken yang menagkap ikan sedangkan Nao bertugas mengumpulkan ranting kayu bakar dan mebuat api unggun saat di malam hari. Hubungan keduanya pun lambat laun semakin dekat. Kini tak ada jarak lagi yang menghalangi kedekatan mereka. “Setelah ini kita ke arah mana?” tanya Ken menatap Nao yang sibuk membakar ikan hasil tangkapan Ken. Nao segera meletakkan ikannya dan membuka peta. Memeriksa dengan teliti. "Sepertinya kita berjalan ke arah sana. Tak lama lagi kita akan tiba di desa Trogir.” “Okey, aku mengerti. Semoga saja besok kita tidak bertemu monster. Jika perjalan kita baik-baik saja makan bisa di pastikan kita bisa tiba di desa Trogir dalam waktu lima hari,” ujar Ken. “Baiklah. Sebaikanya kita tidur cepat untuk memulai perjalanan kita pagi nanti.” Nao mengangguk dan menuruti perkataan Ken. Nao pun menggulung petanya dan memasukkannya ke dalam tas bawaannya. Keduanya pun membaringkan tubuh mereka di dedaunan yang mereka jadikan sebagai alas tidur. Masing-masing menghadap api unggun sehingga mereka tidak kedinginan saat tengah malam nanti. Beberapa jam kemudian. Ken terbangun dari tidurnya saat merasakan pergerakan dari Nao. Lalu menatap api unggun mereka yang mati.“Sepertinya dia sangat kedinginan,” batinnya. Ken bangkit dari tidurnya dan mencari kayu bakar di sekitarnya setelah itu menyalakan api unggun dan tersenyum melihat Nao yang mulai kembali tenang dalam tidurnya. “Sebaiknya aku juga tidur,” gumamnya pelan dan membaringkan tubuhnya ke tempat semula. Tak jauh dari tempat keduanya. Dua orang kini memperhatikan Nao dan Ken dari balik pohon. Tadi siang keduanya tidak sengaja melihat Nao dan Ken dalam perjalan. Tak hanya itu keduanya juga melihat sebuah peta yang Nao pegang. Jadi keduanya pun memutuskan untuk mengikuti mereka. “Sepertinya mereka mempunyai peta. Kita harus mengambil peta itu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD