BAB 15. MERASA BAHAGIA

1075 Words
. . Jonatan dan Bulan keluar dari kamar ibu Maya setelah menemani wanita paruh baya itu hingga terlelap. "Jadi serius kita sudah menikah?" Bulan ingin menkonfirmasi kebenaran ucapan Jonatan meski dia melihat video ijab qobul yang diucapkan oleh Jonatan di depan wali hakim, petugas kua dan beberapa saksi yang hadir. "Kalau kamu ragu kita bisa menikah ulang hari ini dan setelah dedek bayi lahir. Karena saat ini kamu hamil jadi katanya tidak sah akadnya. Jadi setelah anak kita lahir kita ulang akadnya. Jangan khawatirkan apapun. Aku sudah janji pada ibu untuk mengurus semuanya." Perkataan Jonatan mengikis keraguan di hati Bulan. Baru kali ini ada orang yang menawarkan diri untuk mengurusnya dan juga ibunya ditambah dengan calon anaknya. "Cukup diulang setelah anak kita lahir saja. Emm artinya sebelum anak kita lahir kamu belum boleh menyentuhku ya," ucap Bulan malu-malu. Baru kali ini dia berinteraksi dengan lelaki membicarakan hal yang sangat 'menjurus'. "As you wish mom," goda Jonatan sembari mencolek dagu Bulan gemas dengan tingkah malu-malu Bulan. Bulan merona mendapat sentuhan sekilas Jonatan. Jantungnya berdebar kencang hanya karena colekan dari Jonatan yang sekilas. Baru juga dicolek belum diapa-apain lo Lan, gerutu Bulan dalam hatinya yang merutuki dirinya sendiri. "Emm barangnya itu semua ya," ucap Bulan menunjuk beberapa kardus dan sak berisi pakaian. Mengalihkan pembicaraan yang menggetarkan kalbunya. Tak ingin kalau Jonatan mengetahui dirinya yang salah tingkah dengan perlakuan lelaki itu padanya. "Iya. Ayo aku bantu kamu paking. Katanya sudah kamu list," ucap Jonatan sembari membimbing Bulan ke arah karpet yang memang sudah dibentang sebagai pengganti kursi tamu. Seakan takut sesuatu akan menyakiti istri dan calon anaknya. "Ya ampun, dia manis banget sih " batin Bulan yang terus saja dilimpahi perhatian kecil oleh Jonatan. "Oh ya sayang. Nanti kalau ditanya orang kemana aku selama ini. Bilang saja kalau aku baru pulang berlayar," ucap Jonatan yang baru mengingat belum mengatakan hal penting ini kepada Bulan. "Kenapa?" Tanya Bulan tak mengerti. "Aku nggak mau kamu dan anak kita dinilai buruk oleh tetangga di sini," sahut Jonatan lembut sembari menggenggam jemari Bulan. "Aku sudah berjanji kepada ibu kamu untuk membereskan masalah yang aku buat ke kalian bertiga." Jonatan mengatakannya dengan lembut tapi penuh ketegasan di dalamnya. "Terima kasih. Setidaknya aku lega karena ayah anakku bukanlah seorang gigolo. Aku tak peduli walau kamu seorang driver atau bahkan karyawan rendahan. Asal pekerjaan kamu halal, aku ridlo," sahut Bulan dengan netra yang mulai mengembun. "Terimakasih juga sayang sudah menerima aku apa adanya. Aku cinta sama kamu," ucap Jonatan langsung mengatakan perasaannya yang selama ini hanya bisa dia simpan sendiri. Kini dia ucapkan ke orang yang tepat. Toh mereka sudah menikah tak ada salahnya mengucapkan cinta ke istri sendiri kan? "Ihh kamu, kan jadi malu," sungut Bulan menepuk lengan Jonatan lalu menutup wajah dengan kedua tangannya. Badannya bergerak kiri kanan. Mmebuat Jonatan gemas dibuatnya. "Sayangnya aku. Jadi pengen peluk. Nggemesin banget sih kamu," sahut Jonatan sembari meraih tubuh Bulan dalam dekapannya. "Maaas, ih sesak," sungut Bulan yang merasa sesak tapi tak melerai pelukan Jonatan. Sesak tapi nyaman barangkali😄 Jonatan mengecup pucuk kepala Bulan penuh sayang. Rasanya hidupnya yang hambar kini mulai berwarna karena wanitanya. Jonatan bertekad akan melindungi keluarga kecilnya dari keluarga Kusuma ataupun dari musuh bisnisnya. "Ini kapan kita mulai pakingnya?" Tanya Bulan menatap Jonatan lembut. Jonatan ikut menatap Bulan tak kalah lembutnya. Dia mengecupi wajah Bulan dengan penuh sayang. Keduanya lantas tertawa bersama. Jonatan melerai pelukannya dan mulai berdiri menatap kardus dan beberapa bungkusan berisi baju. "Mau yang mana dulu nih?" Tanya Jonatan sembari menunjuk barang kiriman Bulan. "Bentar aku cek dulu pesanannya," dia mulai membuka ponselnya yang lumayan canggih meski bukan barang mahal. "Mas bisa tolong buka kardus dulu ya," pinta Bulan menunjuk ke arah kardus. "Siap princess," sahut Jonatan sembari mengangkat satu kardus dan dengan bantuan cutter dia membuka isinya. "Ini kita keluarin dulu aja. Lalu ditaruh ditempat display. Barang yang lama kamu kirim dulu," saran Jonatan sembari menatap Bulan meminta pertimbangan. "Iya mas. Makasih ya," jawab Bulan manis. Membuat senyum Jonatan terus terkembang. Lelaki itu gegas menata barang sesuai jenisnya. Jonatan begitu teliti, barang yang expirednya lebih dulu dia letakkan di bawah dulu. Dia menata yang expirednya masih lama berurutan. Bulan yang melihat pemandangan itu tak sadar tersenyum. Wajahnya penuh dengan rasa syukur. Tanpa sadar dia membelai perutnya lembut. "Kenapa? Perutmu sakit? Atau anak kita gerak-gerak?" Tanya Jonatan yang ternyata melihat pergerakan Bulan. Padahal kan tadi lelaki itu begitu fokus dengan skincare di depannya itu. Bulan geleng-geleng melihat kelakuan suaminya itu. Suami? Mendadak jadi istri saja, batin Bulan tersipu. Ternyata seperti ini rasanya punya pasangan, ada yang memperhatikan ada yang membantu. Rasanya luar biasa bagi Bulan yang terbiasa berjuang sendirian. Kalau ini mimpi, tolong jangan bangunkan aku Tuhan, doa Bulan dalam hati. Karena dia suka dengan mimpinya kali ini. "Nggak sakit kok. Cuma menyapa dedek bayi saja," sahut Bulan dengan senyum masih menghiasi wajah cantiknya. Dan itu membuat wajahnya makin cantik. Apalagi kalau di mata Jonatan. Lelaki itu merasa berulangkali jatuh cinta kepada wanita yang sama. "Aku harus cepat menyelesaikan ini, supaya bisa menyapa dedek bayi. Ayo Ayah yang semangat," ucap Jonatan menyemangati diri sendiri membuat Bulan terkekeh geli melihat tingkah suaminya. Tawa mereka berdua terdengar sampai kamar bu Maya. Wanita itu terbangun karena jarang sekali terdengar tawa Bulan selepas itu. Senyum terbit juga di sudut bibi Bu Maya. Dia bersyukur karena kedatangan menantunya bisa membawa tawa Bulan kembali. Entah kapan terakhir dia melihat Bulan tertawa selepas itu. Malam harinya beberapa orang suruhan Jonatan membawa beberapa kantong kresek berisi kotak nasi pesanan Jonatan untuk acara syukuran kecil-kecilan di rumah kontrakan mereka. Beberapa lagi membawa kantong berisi kotak snack. Dan beberapa membawa kardus air mineral. Untung saja sebagian paket sudah diambil oleh kurir ekspedisi. Masih tertinggal beberapa paket yang akan dikirim besok pagi bersama paket yang belum dipaking. "Kayaknya kamu butuh lemari display untuk pakaian jadi, sayang." Jonatan menatap ruang tamu kontrakan mereka yang masih ada spot kosong. Rencananya dia akan membeli lemari display untuk barang jualan Bulan. Barang sisa yang masih belum dipaking mereka letakkan di kamar bu Maya dan kamar Bulan untuk sementara sampai tamu mereka pulang. "Iya, mas. Aku juga sudah ada rencana gitu. Cuma belum sempat belanja sih memang," sahut Bulan ikut melihat ke arah mata Jonatan menatap. "Kalian letakkan di pojok kosong sana. Terima kasih sudah membantu," titah Jonatan menunjuk ke pojok yang memang masih kosong. Orang suruhannya dengan patuh meletakkan sesuai jenisnya. Bulan menatap mereka bingung. Kenapa mereka sepatuh itu dengan Jonatan. Padahal Jonatan hanya seorang driver. Apa mereka orang yang bekerja ditempat suaminya bekerja?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD