Malam semakin larut. Namun, tak mengurangi semangat para anak muda yang hadir di acara syukuran kelulusan gadis bernama, Gina. Mereka masih saja asik bercengkrama.Berbaur satu sama lain. Sama-sama berbagi pengalaman dan bertukar pikiran. Tak urung juga saling mengungkit masa lalu yang pernah mereka alami sewaktu menuntut ilmu di bangku sekolah dulu.
Tak jauh dari keberadaan Aileen, Tuan muda Axel duduk di bagian meja bar dengan perasaan yang sedikit gelisah. Sepasang netra indah miliknya sudah sejak tadi mengamati Aileen, gadis manis yang merupakan suster rumah sakit tempatnya menjalani pengobatan. Gadis itu masih saja duduk mengitari meja bersama teman-temannya yang lain. Tidak beranjak sedikitpun dari sana sejak tadi. Padahal Axel sudah sangat ingin mendekatinya.
Axel mengamati Aileen dari tempat duduknya, dan anehnya, Aileen sama sekali tidak menyadari itu. Begitu fokusnya Axel mengawasi Aileen hingga ia tidak lagi menghiraukan apa saja yang keluar dari mulut teman prianya.
Wajah Axel yang sudah memerah, disertai keringat yang mengucur membasahi dahi dan leher, tak menyurutkan semangatnya untuk menghabiskan minuman jenis vodka yang sudah sejak tadi ia teguk. Ia bahkan sudah menghabiskan enam botol vodka hanya dalam waktu dua jam.
Kini pandangannya menjadi buram. Penglihatannya mulai berkunang-kunang karena lelaki itu mulai mabuk. Namun, begitupun ia masih saja melirik Aileen melalui ekor matanya. Aura gadis itu benar-benar melumpuhkan dirinya yang hingga detik ini, masih saja tertawa riang seakan tidak menyadari kalau ia telah membuat Axel berjuang melawan gejolak diri.
Melihat temannya yang sudah hampir rubuh, Revan berdecak tidak habis pikir.
"Axel! Kau sudah menghabiskan enam botol vodka! Sebaiknya jangan lagi! Lihatlah kau sudah keliyengan begitu!" hardik Revan meraih gelas yang ada di tangan Axel. Namun, gelas itu ditarik kembali oleh Axel.
"Jangan bising! Jangan mengaturku seolah-olah tau bagaimana aku! Nikmati saja malam-mu!" sergahnya. Sempoyongan. Kemudian menyeruput kembali minuman keras itu.
"Axel! Berhentilah! Kalau kau mabuk begini, nanti siapa yang akan mengemudikan mobil?!"
"Jangan meremehkan aku! Kau kira aku tidak mampu menyetir dalam keadaan mabuk!"
"Tapi, Axel! Kau tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi. Sebaiknya kau sudahi meminum minuman ini. Dan, istirahatlah selama beberapa menit. Mungkin itu bisa mengembalikan kesadaranmu!" saran Revan. "Dengar ... kau harus tau, Axel! Aku tidak mau mati di usia muda!" lanjut Revan menekankan.
Axel melirik Revan melalui ekor matanya. Kemudian ia tertawa kecil.
"Untuk itu, sebelum mati, maka bersenang-senanglah! Kalau perlu bersama para wanita cantik. Agar kau tau bagaimana nikmatnya bercinta." Axel mulai ngelantur.
"Xel! Ya, ampun ... kau ini!" Revan mendengus.
Axel tersenyum simpul. Meneguk lagi vodkanya hingga tandas. Lalu pandangannya beralih lagi pada Aileen. Gadis itu masih betah duduk bersama teman-temannya.
Namun, dimenit selanjutnya, Axel terkinjat. Ia melihat Aileen bangkit dari duduk, dan berjalan menuju arah belakang cafe. Kepalanya terdongak.
"Mau kemana dia!" tanyanya pada diri sendiri.
Axel akhirnya memutuskan untuk mengikuti Aileen. Seakan tidak ingin gadis itu hilang dari pandangan matanya—yang awas sejak tadi. Tanpa mempedulikan keadaannya yang sempoyongan, Axel bangkit dari duduk dan beranjak untuk mengikuti jejak Aileen.
"He'eh, Xel! Kau mau kemana?!" teriak Revan.
"Bentar!" balas Axel singkat. Segera melanjutkan langkahnya dengan cepat. Saking antusiasnya, sampai-sampai ia harus bolak balik berbenturan dengan para tamu lain. Membuat orang-orang yang ia tabrak mencibir dan mengutuk dirinya dengan kesal.
Revan tercegang menyaksikan sikap temannya itu.
"Napa sih, tu orang! Dari tadi aneh banget!" gumamnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
Dengan langkah yang terhuyung-huyung, Axel celingak-celinguk mencari sosok gadis yang dari tadi mencuri perhatiannya. Gadis itu ternyata masuk ke bagian lorong yang mengarah ke Toilet.
Ketika mengetahui Aileen masuk ke dalam toilet, ia pun menghentikan langkahnya. Bersender pada tembok yang bersebrangan dengan toilet. Menanti gadis itu keluar dari dalam sana. Karena tidak mungkin baginya untuk menyusul Aileen hingga ke depan pintu Aileem.
Kedua mata Axel awas mengamati orang-orang yang melewati dirinya.
Setelah beberapa detik, Aileen keluar dari dalam toilet. Merapikan dressnya yang sedikit tersibak. Clutch bag yang ia bawa sengaja ia titip pada Jani.
Aileen mengamati wajahnya di cermin yang ada di luar toilet. Setelah dirasa cukup, ia kembali melangkah keluar dari lorong toilet tersebut. Namun, baru saja ia keluar dari sana, ia tersentak kaget karena satu tangannya di tarik oleh seseorang yang langsung mendekapnya tanpa basa-basi dan mendesak tubuhnya ke dinding.
"Ka-kau?" Aileen terbata menyaksikan orang yang mencengkram tubuhnya.
"Hem!" desis Axel mengiyakan. Ia tidak berbicara panjang, namun mampu membangkitkan rasa takut dalam diri Aileen.
Netra itu membulat, menyala dan berkobar. Kedua manik mata Aileen dituntut menemui mata Axel. Aileen menyaksikan wajah lawan jenis yang begitu dekat dengan wajahnya. Bahkan kedua wajah mereka sama sekali tidak berjarak.
God! Kenapa aku baru menyadari bahwa makhluk ciptaan-Mu yang satu ini begitu indah dipandang mata?
Axel bergumam dalam hati. Mengutuk dirinya yang baru kali ini menyadari kecantikan yang ada pada diri Aileen. Sebab, selama ini pria itu selalu saja memandang Aileen dengan pandangan kesal.
"Lepas!" Aileen memberontak. Mencoba menyingkirkan tangan Axel yang mencengkram kedua lengannya. Namun, usahanya sia-sia. Axel malah semakin mempererat cengkeramannya.
"Kau mau apa?! Kenapa kau mendekapku seperti ini. Lepaskan, atau aku akan teriak!" jerit Aileen tertahan.
Axel menutup mulut Aileen dengan telapak tangannya. Ia mendekap tubuh Aileen dengan erat hingga gadis itu kian memberontak.
"Um! Um!" Aileen berusaha menjerit dalam dekapan tangan Axel.
"Jangan teriak! Aku tidak akan berbuat macam-macam kepadamu. Aku hanya ingin lebih dekat denganmu!" pinta Axel menekankan.
Aileen terdiam. Karena mulutnya disumpel oleh Axel, ia hanya dapat diam menatap mata pria itu. Tatapan mata yang menyiratkan rasa ingin tahu. Sebab wanita itu heran kenapa Axel berbicara seperti itu pada dirinya. Bukankah Axel selalu mencari keributan padanya di setiap kali mereka bertemu?
Melihat Aileen yang sudah tidak lagi memberontak, Axel pun melepaskan dekapan tangannya hingga mulut Aileen yang setengah terbuka alias menganga mencuri perhatiannya. Yang kontan saja membuat pandangan Axel jatuh pada bibir nude gadis itu.
Nafas yang memburu membuat lidah Aileen keluh bukan main. Serasa dihipnotis dirinya saat ini. Terdiam kala seorang lawan jenis menyentuhnya tanpa izin darinya sama sekali. Ia berharap, semoga Axel tidak melakukan apapun padanya.
Oh, God! Aileen benar-benar ingin teriak dan berlari. Namun, otaknya tiba-tiba lumpuh. Axel dengan beraninya mengusap bibir tipis milik Aileen dengan ibu jarinya. Tentu dengan manik mata yang lekat-lekat mengunci retina mata gadis itu, dan dengan wajah yang kian lama kian merapat hingga secara impulsif membuat mata Aileen terpejam.
Detik demi detik terasa berjalan lambat saat kedua bibir mereka kian mendekat. Dunia serasa berhenti berputar bagi kedua anak manusia itu. Dentuman musik dan huru-hara dalam suasana pesta tak lagi terdengar di telinga mereka.
Keduanya larut dalam suasana yang dramatis.
***