1. Axel Dean Wiguna

999 Words
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi saat pemuda bernama Axel itu masih terlelap dalam tidurnya. Ranjang yang terlihat begitu berantakan, menjadi saksi atas pergulatannya tadi malam bersama wanita bayaran yang dia booking. Beda dengan dirinya yang masih mendengkur, seorang wanita berparas cantik, bertubuh seksi yang menjadi partner ranjangnya sudah bangun sejak tadi. Rambut panjang yang terurai basah, dengan bathrobe yang menempel di tubuhnya, membuatnya terlihat begitu menggoda. “Axel, bangun! Udah siang tau!” cetus cewek yang bernama Melva itu. Namun, si pria masih terus mendengkur. “Axel! Hei ….” Melva mengguncang-guncang tubuh Axel dengan keras. “Uuh … paan sih!” Axel dengan suara paraunya mengubah posisi tidur. Miring membelakangi Melva. Menutup wajahnya dengan bantal. “Udah siang! Kau tidak ke kantor?” Melva bertanya lagi. “Biarin, Akh! Males ngantor hari ini!” celetuknya dari balik bantal. “Cck! Gimana papamu gak ngamuk kalo kau terus-terusan begini!” cibir Melva. “Axel, ayo bangun!” “Paan sih!” Axel melempar bantal ke wajah Melva. Dengan sigap Melva menangkapnya. Axel bangkit, lalu berjalan masuk ke kamar mandi. “Dasar!” decak Melva. Manyun. Satu jam berlalu, Axel tengah berada di kantor. Duduk di kursi kekuasaannya sambil mengotak-atik laptop. Memeriksa setiap laporan karyawan yang masuk. Tok! Tok! Tok! “Masuk!” Seorang wanita muda berjas hitam senada dengan rok span di atas lutut muncul dari balik pintu. Membawa sebuah tablet di tangannya. “Tuan Axel, Tuan Lutfi meminta anda untuk menghadiri meeting siang ini,” ucap wanita itu sambil menunjukkan tablet yang dibawanya. “Meeting?” sahut Axel seraya melirik ke layar tablet. “Iya, meeting dadakan. Tuan Lutfi ingin anda yang menanganinya. Beberapa klien ingin kita memperesentasikan dengan jelas produk yang kita tawarkan,” terang wanita yang bernama Rosa itu. “Oke! Urus saja segala persiapannya!” titah laki-laki berwajah oriental itu. “Baik!” sahut Rosa sigap. “Kalau begitu saya permisi!” Wanita itu menundukkan kepalanya sedikit. Lalu, atas izin atasannya, Rosa berlalu meninggalkan ruangan itu. Belum lagi pintu tertutup sempurna, Melva masuk tanpa permisi. Berjalan melenggang mendekati Axel dengan cara yang paling sensual. Membuat Axel tercegang melihat kehadiran wanita semok itu. Namun, Axel bukannya senang atas kehadirannya, dia malah mendengus kesal. “Siapa yang menyuruhmu masuk?!” cetus Axel dengan nada sedikit kasar. “Tidak ada! Aku melakukannya sesuai keinginanku sendiri.” Dengan tidak sopan, Melva duduk di pinggir meja kerja Axel, tepat di hadapan laki-laki itu. Lalu menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah Axel. Reflek Axel mendorong tubuhnya ke belakang. “Bagaimana caranya kau bisa berada di sini!” Melva tertawa sinis. “Beberapa karyawanmu sering melihat kita sedang bersama. Termasuk satpam-satpam di gedung ini. Itu sebabnya aku dapat dengan mudah masuk ke ruanganmu. Bukankah mereka takut dengan semua yang keluar dari mulutmu?” Axel merapatkan gigi-giginya. Geram melihat sikap buruk Melva yang tidak kenal tempat. Meski dia tidak pernah mempedulikan pandangan orang, namun setidaknya kedatangan Melva dengan cara seperti ini membuatnya merasa seperti tidak dihargai. “Aku sudah membayarmu tadi. Bahkan lebih dari yang kau minta. Sekarang … apa lagi yang kau inginkan?” bentak Axel. “Santai dan rileks! Jangan tegang begitu. Aku tau kau lelah menghadapi pekerjaanmu. Untuk itu aku datang kemari ingin mengajakmu makan siang. Mari kita habiskan waktu berdua siang ini.” Melva menatap bola mata Axel dengan sorot mata yang menggoda. Jari jemarinya dengan lancang menelusuri garis wajah Axel. Namun di detik berikutnya, Axel menepis tangan ramping itu dengan kasar. “Aku sedang banyak pekerjaan dan ada meeting dadakan siang ini. Jadi maaf, aku tidak bisa menerima tawaranmu!” tolak Axel tegas. Kembali mengamati layar laptop. “Oke!” Melva menegakkan tubuh. Menggenggam pergelangan tangan Axel, hingga tangan itu terpaksa berhenti dari aktivitasnya mengotak-atik keyboard laptop. “Aku tau kau sesibuk itu. Kalo begitu, aku akan menunggumu malam ini di kos-kosanku.” Gadis itu tersenyum nakal. Namun, Axel bersikap datar. Mendengus kesal karena merasa sebal dengan sikap wanita yang ada di hadapannya itu. Seberapa banyaknya dia melakukan kontak fisik dengan wanita itu, tidak sekalipun menimbulkan rasa cinta dalam dirinya. Termasuk pada wanita lainnya. Karena Axel membooking wanita hanya untuk pelampiasan hasrat nya saja. Bukan untuk dipacari, atau bahkan dinikahi. **** “Akhirnya kau datang juga. Sudah lama aku menunggumu.” Melva menyambut Axel yang menyelonong masuk ke kamar kos-nya. Laki-laki itu duduk di sofa sebelah ranjang. Membuka jasnya dan melemparnya ke sembarang arah. “Apa yang kau inginkan dariku!” Axel melonggarkan dasi. Membuka dua kancing kemeja bagian atas. Lalu, merebahkan tubuh ke sandaran sofa. Menghela nafas dengan kasar. Lelah benar-benar sedang menyerang dirinya. Melva mendekati Axel, duduk di sebelahnya. Caranya begitu genit dan sensual. “Aku tidak ingin apapun darimu. Aku hanya ingin kau menghabiskan waktu bersamaku … malam ini, sampai besok pagi. Seperti tadi.” Melva dengan sengaja meraba d**a bidang Axel yang terbuka. “Waktuku bukan hanya untukmu saja!” Axel menahan tangan yang mulai liar di dadanya. “Ada banyak perempuan di luar sana yang juga menungguku, sama seperti yang kau lakukan saat ini.” Axel menyingkirkan tangan ramping itu dengan kasar. Lantas bangkit dari duduknya. Membuat Melva cemberut. “Kau mau kemana?” Melva ikut bangkit, mensejajarkan langkahnya dengan Axel. “Mencari kehangatan di tempat lain!” Axel tersenyum miring. Sungguh membuat Melva kesal. “Lalu, kenapa kau datang padaku?” “Kau yang menyuruhku untuk menemuimu!” “Tapi bukankah kau bisa menghindar dariku? Kenapa kau tetap datang menemuiku!” “Aku juga tidak tahu kenapa aku harus menuruti permintaanmu.” Jawaban Axel benar-benar membuat Melva tidak senang. “Kalo begitu, jangan pernah mencariku untuk memintaku melayanimu lagi!” kecam Melva jengkel. Axel menghentikan langkahnya, menatap Melva lucu dan terkekeh sinis seraya menggelengkan kepala. “Ada banyak wanita di luar sana yang ingin melayaniku. Tidak hanya kau!” tegas Axel. “Axel! Kau ini! Iiikkhh …!” Melva mengepal kedua tangannya. Geram karena Axel tidak mengacuhkan dirinya. Axel merespon hanya dengan senyuman miring. Mengambil jas, lalu mengayunkan kaki ; pergi keluar kamar kost Melva. “Axel! Tunggu!” Melva berlari mengejarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD