Airin yang sudah berada dalam suasana hati yang tidak bisa dijelaskan lagi dengan kata apapun. Hanya rasa sesak yang terus terasa di dalam hati nya semakin teramat berat untuknya. Airin pun mencoba untuk mengendalikan dirinya agar tidak melakukan kesalahan apapun lagi.
Hingga, Airin pun berlari dan tatapannya terus ke depan tanpa melihat kearah manapun serta Airin tidak mau memperdulikan orang yang ada disekelilingnya. Padahal banyak mata yang memperhatikan dirinya. Ketika dirinya sedang berlari keluar dari gedung hotel itu.
Pad akhirnya. Tidak lama kemudian, Airin pun sampai tempat dimana mobilnya berada.
Airin menyandarkan punggungnya di pintu mobilnya sambil memegang dadanya.
"Hah! Kenapa … kenapa mereka semua menyakiti aku? Kenapa?!" Teriak Airin dan air mata semakin deras membasahi pipinya.
"Hiks … hiks, hiks … kenapa semua orang tidak ada yang menyayangi aku. Apa salah aku Tuhan?! Apa salahku?!" Teriak Airin dengan suara yang sangat keras dan suaranya bergema di dalam parkiran yang kebetulan berada di basement gedung itu dan hanya ada dirinya sendiri di sana.
Kepala Airin terasa berputar dan dia tidak sanggup lagi menahan itu semua.
Dengan langkah tergesa-gesa.
Airin pun masuk ke dalam mobil dan langsung menutupnya dengan suara yang sangat keras.
Brakkk ….
Suara itu pun bergema didalam parkiran itu dan hanya ada kesunyian dan hawa dingin yang mengelilingi tempat itu.
Setelah masuk, Airin langsung menaruh kepalanya diatas stir dan Airin pun menangis kembali, kini suaranya jauh lebih keras dari sebelumnya. Dia berteriak sambil memukul stir dengan sangat keras. Airin sudah tidak memperdulikan apapun lagi. Baginya, menangis dan berteriak, adalah cara agar dia bisa melampiaskan amarahnya
"Hiks … hiks … hiks, b******k! Kalian semua memang b******k! Kenapa? Kenapa? Kenapa kamu bisa sejahat ini kak! Aku pikir … Hiks … hiks, aku pikir kakak adalah pria yang paling terbaik di dunia ini. Tapi ternyata, kakak sama saja dengan pria lainnya. Sama-sama brengseknya seperti mereka!" Teriak Airin dan wajahnya benar-benar sudah dipenuhi oleh air mata.
Setelah merasa cukup puas menangis. Airin mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata dan Airin pun langsung menyalakan mobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu dengan kecepatan penuh. Pikiran dan hatinya sudah sangat sakit. Perasaan dikhianati benar- benar sangat menyakitkan hati Airin. Dahulu, Ayahnya sudah direbut oleh ibunya Felly sehingga menyebabkan ibunya meninggal, karena sebuah kecelakaan dan sekarang Airin harus mengalami hal yang sama, Airin menyetir dengan kecepatan tinggi tanpa memperdulikan apapun lagi. Karena dia benar-benar sudah hilang kendali atas dirinya sendiri.
Dalam keadaan kecepatan tinggi, Airin berteriak sangat keras didalamnya. "Arrgghh … b******k kalian semua! mengapa Tuhan! Mengapa engkau tidak adil kepadaku?! Apakah aku tidak pantas untuk bahagia? Engkau mengambil kebahagiaan ibuku dan sekarang kebahagiaan satu-satunya yang aku miliki juga engkau ambil. Tuhan lebih baik aku mati saja daripada aku harus hidup seperti ini!" teriak Airin, dia terus berteriak sambil mengemudi, dia benar-benar merasa sangat putus asa saat ini.
Hatinya hancur, rasa sakit semakin menggerogoti hatinya dan terus menjalar ke seluruh tubuhnya. Airin menjadi seperti orang sudah kehilangan akal sehatnya, dia terus memacu mobilnya dengan kekuatan cepat dan air mata pun kembali mengalir dari sudut matanya dan sudah membasahi pipinya kembali.
Di dalam hati dan pikirannya saat ini diliputi emosi yang sudah mencapai batas wajar ditambah dengan rasa kekecewaan yang sangat mendalam membuat Airin semakin merasa sangat putus asa. Airin terus melaju secara acak tanpa sebuah tempat tujuan yang dia ingin datangi. Isi pikirannya yang sudah kacau dia lampiaskan dengan menyetir mobil dengan kecepatan yang sangat tinggi.
**
Ditempat lain.
Gavin pun berlari untuk mencari Airin, namun dia tidak menemukannya dimana pun juga. Gavin langsung berlari ke parkiran untuk mengambil mobilnya, dia pun masuk dan segera menyalakan mobilnya untuk mencari keberadaan Airin saat ini.
Gavin terus menghubungi ponsel Airin, namun dia tidak mengangkatnya.
Gavin melacak ponsel Airin dan setelah Gavin mengetahuinya posisinya berada, dia pun bergegas dan memacu mobilnya secara cepat. Dia berharap bisa segera bertemu dan menemukan Airin.
Gavin merasa sangat khawatir, jika Airin akan berlaku nekad dan mungkin membahayakan dirinya sendiri, karena Gavin tahu jika Airin sedang dalam suasana hati yang buruk, dia pasti akan memacu mobilnya secepat kilat bahkan dia akan melampiaskannya dengan mengikuti balapan liar bersama teman-temannya.
Gavin merasa semakin khawatir dan takut terjadi hal tidak diinginkan karena dia sedang dalam keadaan marah besar. Gavin terus mencari Airin dengan mengandalkan GPS di ponselnya.
Airin yang benar-benar sudah tidak memiliki akal sehat pun terus memacu mobilnya dengan cepat. Hingga dia pun terkejut, saat melihat mobil besar didepannya. Airin yang sempat menginjak rem, namun ternyata, rem itu tidak ada. Airin pun langsung membanting stir dan itu mengarah ke sebuah jurang, dia pun merasa sangat terkejut dan dengan refleks dia pun melempar dirinya keluar dari mobil itu secepatnya.
Setelah Airin berhasil keluar, mobil itu pun terjatuh kebawah jurang dan langsung membuat ledakan yang sangat besar.
Airin yang terkena benturan keras jatuh terguling-guling dan pingsan dipinggir jalan dekat jurang.
Supir itu terkejut melihat ada gadis cantik yang menjadi korban kecelakaan tunggal.
Supir itu pun membawa Airin segera ke rumah sakit , berharap nyawa nya bisa tertolong. Dengan perasaan takut dan berdebar supir itu memasukkan Airin ke dalam mobilnya dan membawanya langsung ke rumah sakit, agar segera mendapatkan pertolongan.
***
Kini, Airin pun mengingat semuanya dan perasaan sakit di dalam hatinya pun kembali terasa. Dia pun menangis dan Mimin hanya bisa memeluk Airin kembali. Dia tidak bisa mengatakan apapun, karena Mimin atau pun Parman tidak mengetahui apa yang terjadi dengan Airin dan Airin juga belum siap untuk menceritakan semuanya kepada mereka berdua.
Setelah hatinya terasa lebih baik. Airin pun melepaskan pelukannya dan dia menatap kedua orang tua itu secara bergantian.
"Pak, Bu! Bolehkah aku … aku tinggal bersama kalian?" Tanya Airin dengan nada gemetar dan dia memohon agar kedua orang tua yang ada didepannya mau membantunya.
Airin pun berkata lagi, karena dia memang sangat membutuhkan bantuan kedua orang yang ada didepannya.
Karena saat ini, Airin hidup sebatang kara dan tanpa memiliki identitas apapun. Kalau pun dia kembali ke dalam keluarganya. Airin sudah tidak sudi untuk melihat keluarganya dan juga Gavin. Karena, Airin sudah sangat jijik melihat Gavin dan juga Felly ketika saat itu. Baginya, perasaan menyukai dan sempat menganggap jika Gavin adalah pria yang sangat baik itu, sudah hilang dan tersisa hanyalah rasa benci dan juga kekecewaan.
"Bu! Pak! Bolehkah aku … tinggal bersama kalian? Aku … aku … aku berjanji akan membayar berapapun asalkan kalian mau menerima aku untuk bisa tinggal bersama kalian," ucap Airin. Dia terus memohon dengan ekspresi wajah yang lemah, bibirnya terlihat sangat pucat dan tatapan matanya terlihat sangat menyedihkan.
Airin terus menatap keduanya dengan tatapan memohon. Dia memohon, agar keduanya mau menerimanya sebagai apapun. Asalkan dirinya bisa bersembunyi dulu dari semua orang.
Akhirnya, Airin pun menjelaskan alasan dia yang ingin menyembunyikan dirinya itu.
"Pak, Bu! Aku mohon! Aku mohon, tolong izinkan aku. Untuk, bisa bersembunyi dari mereka semua. Karena aku, aku tidak mungkin muncul dalam keadaan seperti ini, apalagi aku. Aku belum tahu, dalang dari kecelakaan mobil aku. Aku … aku, aku ingin menyelidiki itu semua. Karena aku yakin sekali, jika pelakunya adalah orang yang dekat denganku," ucap Airin. Dia pun menunduk dan air mata pun mengalir dari sudut matanya kembali. Dia terlihat sangat menyedihkan dan dia memang butuh untuk dilindungi.
Melihat itu semua.
Parman dan Mimin saling melihat satu sama lainnya dan mereka berdua terdiam sejenak.
Mereka merasa tidak tega dengan Airin. Apalagi melihat nasib Airin yang terlihat tidak dalam keadaan yang tidak menguntungkan. Membuat keduanya berpikir ulang untuk menolaknya.
Keduanya pun terus menatap satu sama lainnya dan memberi kode mata untuk mengambil sebuah keputusan yang cukup besar untuk keluarganya dan juga Airin.
Untuk beberapa menit. Suasana pun hening dan hanya terdengar suara nafas dari ketiga orang itu.
Namun, setelah beberapa menit pun berlalu. Namun, pada akhirnya. Mereka berdua pun memberikan jawabannya.
Jawaban yang membuat Airin merasa sangat terkejut.