"Veronica. Jangan sedih, dong. Aku janji akan kembali ke sini setelah kuliah S2-ku selesai, dan saat itu tiba aku akan melamar kamu," ucap seorang pemuda yang bernama Lukas dengan penuh percaya diri.
Sementara gadis yang bernama Veronica hanya tertawa kecil dalam menanggapi perkataan sang kekasih.
"Kakak ini aneh, deh. Kita 'kan belum lulus kuliah, masa Kakak udah kepikiran untuk nikah aja."
"Sembarangan aja kalau ngomong. Siapa bilang aku belum lulus? Aku tinggal menunggu wisuda dan setelah itu pergi ke London. Jadi aku minta kamu untuk menunggu aku," sahut Lukas dengan kesal.
Veronica lantas mengulas senyuman sebelum berbicara kepada kekasih yang telah dia pacari selama 3 tahun terakhir ini.
"Oke. Kalau itu permintaan Kakak, aku akan menunggu ... jadi belajar yang benar dan cepatlah pulang."
Lukas tersentak saat mendengar nada suara Veronica yang sendu saat mengucapkan kalimat itu. Akan tetapi, dia mengabaikannya karena berpikir Veronica merasa sedih, karena mereka akan menjalani hubungan jarak jauh sebentar lagi.
Dipandangnya wajah cantik yang memikat hatinya sejak pertama kali Lukas melakukan ospek untuk para MABA. Lukas mendekatkan wajahnya pada gadis yang berbaring di sebelahnya ini.
Suara tetesan hujan mengenai atap rumah kontrakan Lukas terdengar semakin kencang, rumah yang ditempati Lukas selama kuliah. Tempat yang baru pertama kali dikunjungi oleh Veronica, karena selama ini Lukas lebih memilih untuk bertemu sang kekasih di tempat yang penuh dengan keramaian.
Tapi sore hari setelah Lukas melakukan sidang skripsi, Veronica memberanikan diri untuk menginjakkan kaki di rumah pemuda yang sangat dia cintai itu.
Meskipun terkejut, Lukas tak dapat memarahi Veronica karena hujan deras tak lama turun setelahnya.
Dinginnya udara menambah suasana romantis di antara sepasang kekasih yang sedang terbuai asmara itu.
"Vero, aku mencintaimu," bisik Lukas sebelum mencium mesra sang kekasih.
"Aku juga mencintaimu, Kak Lukas," balas Veronica di tengah rasa sakit yang seakan mengoyak inti tubuhnya.
Jika ditanya apakah Veronica menyesal karena menyerahkan kesuciannya pada Lukas, maka jawaban adalah tidak. Karena rasa cinta membuat gadis itu rela melakukannya. Veronica mencintai Lukas dengan sepenuh jiwa.
***
3 bulan kemudian, tibalah saat kepergian Lukas ke luar negeri demi masa depannya. Veronica yang sudah bersiap dari pagi tak dapat menyembunyikan rasa sedihnya, tapi dia sadar jika tak boleh egois.
Bukankah Lukas pergi demi untuk mencapai cita-citanya? Jadi sebagai kekasih yang baik, Veronica harus mendukungnya, bukan?
Veronica memandang Lukas yang sedang berpamitan kepada keluarganya. Gadis itu menanti dalam diam saat menyadari jika ini adalah saat terakhir baginya untuk dapat merasakan sentuhan hangat dari Lukas.
Saat tiba giliran Lukas menghampirinya, Veronica masih termangu di tempatnya berdiri. Lukas yang melihat Veronica bersikap seperti itu, langsung memeluk sang kekasih lalu mengecup kening gadisnya dengan lembut. Veronica hanya terdiam, tapi air matanya mengalir deras bak bendungan yang baru dibuka kuncinya.
"Aku pergi dulu ya, jaga diri kamu," ucap Lukas sembari mengulas senyuman manis yang malah membuat tangisan Veronica semakin kencang.
Suara pemberitahuan dari pengeras suara menyadarkan Lukas, jika sebentar lagi pesawat yang akan membawanya ke London akan lepas landas. Pria itu melepaskan pelukannya lalu menghapus air mata yang membasahi pipi Veronica.
Lukas tak lama berjalan hingga bayangannya tak lagi terlihat oleh kekasihnya.
Namun, Veronica tersentak saat seorang wanita paruh baya mengajaknya pergi.
"Ikut dengan saya karena kita perlu bicara," perintah wanita itu dengan nada dingin.
Veronica merasakan ketegangan saat Wanita itu, Karmila-ibu Lukas menatapnya dengan sinis, seakan dia adalah hama yang perlu dimusnahkan.
"Ah. Setelah saya pikir-pikir lagi, lebih baik kita langsung ketemu saja di Gardenia Caffe."
Baru saja Veronica membuka pintu mobil Karmila, wanita itu segera membuka suaranya. Veronica hanya dapat menghembuskan napas kasar sebelum berkata pada wanita yang memasang wajah angkuh itu.
"Baiklah, Tante."
Rupanya Veronica tiba terlebih dahulu di Gardenia Caffe, sebuah kafe kecil yang sebenarnya menimbulkan suasana hangat dan tenang. Namun, jantung Veronica berdebar kencang saat melihat Karmila memasuki kafe.
Raut wajah Karmila terlihat tegas, dan Veronica tahu bahwa percakapan ini tidak akan menyenangkan baginya.
Karmila menghampiri Veronica yang memilih meja dekat jendela dan langsung menyapa kekasih sang putra dengan nada yang serius.
"Veronica. Terima kasih sudah mau datang memenuhi undangan saya," ujar Karmila yang duduk dan menyandarkan tubuh.
"Sama-sama, Tante. Ada apa sampai Tante meminta bertemu di sini?" tanya Veronica yang semakin merasa cemas.
"Saya tahu hubunganmu dengan Lukas dan saya tidak menyetujuinya. Alasan kami membiarkan hubungan kalian selama 3 tahun ini berjalan lancar, karena Lukas yang mengancam akan menghentikan kuliah dan kabur ke tempat yang tidak bisa kami jangkau," beber Karmila yang membuat Veronica terkejut.
"Ta-tpi kami saling mencintai, Tante. Lukas adalah orang yang baik," ucap Veronica yang berusaha tenang, meskipun di dalam hati merasa kalut.
"Cinta? Jangan membuatku tertawa, Veronica. Memangnya kamu pikir cinta itu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sadar diri jadi orang, Veronica." Karmila menjawab Veronica dengan wajah dan nada suara yang sinis.
"Jadi apa yang Tante inginkan dari saya?" tanya Veronica yang sebenarnya sudah dapat menebak arah pembicaraan ini.
"Kamu memang gadis yang pintar dan cepat tanggap. Segera putuskan hubungan kalian. Sadarlah kalau kalian itu berbeda, saya akan menjodohkannya dengan gadis yang sepadan dengannya," ucapan Karmila kini terdengar seperti dengungan lebah pada telinganya.
"Tapi bagaimana mungkin saya memutuskan hubungan dengan Lukas, Tante. Kami saling mencintai dan tidak pernah bertengkar selama 3 tahun ini," ucap Veronica dengan suara bergetar.
"Saya tidak peduli. Lepaskan Lukas. Buatlah sendiri alibi untuk memutuskannya dan jika kamu menolak tawaran ini ... maka jangan salahkan saya, kalau usaha Ayahmu akan mengalami kebangkrutan."
Veronica semakin merasa limbung saat mendengar ancaman itu, tapi dia memaksakan untuk kuat agar tidak tumbang di depan wanita kaya yang sombong ini. Orang kaya ini boleh menghinanya, tetapi jika sudah mengusik keluarganya, maka Veronica tidak akan tinggal diam.
Veronica menatap tajam karmila lalu berkata. "Tidak saya sangka jika wanita terhormat seperti Anda bisa melakukan perbuatan licik seperti ini."
Tak lupa Veronica memasang seringai sinisnya saat menatap Karmila, membuat ibu Lukas itu terpancing emosinya.
"Beraninya orang rendahan seperti kau menunjukkan taring. Bahkan saat ini saya bisa membeli usaha ayahmu dan menghancurkan dengan satu jentikan tangan!"
Suara Karmila yang menggelegar membuat perhatian para pengunjung kafe terarah pada keduanya. Karmila lalu menjentikkan jarinya, dan tak lama kemudian dua orang pria berbadan tegap bangun dari tempat duduk yang berjarak 2 meja dari mereka.
'Sejak kapan wanita ini membawa bodyguard?' tanya Veronica yang hanya terdiam saat melihat 2 orang pria itu meminta para pengunjung kafe untuk keluar dari tempat ini.
"Melihat dari reaksimu ini, sepertinya kau tidak percaya dengan apa yang saya ucapkan rupanya," ucap Karmila saat melihat Veronica hanya menampilkan raut wajah bingung.
Karmila segera mengambil ponselnya dan berkutat dengan benda pipih itu, sebenarnya Veronica tidak peduli apa yang dikerjakan Karmila. Tapi Tak lama kemudian ponselnya berbunyi, Veronika mengurutkan dahi saat melihat sang ayah meneleponnya.
"Ada apa Ayah menelpon aku?" tanya Veronica.
"Vero. Bagaimana ini? Ada sekelompok preman yang datang dan mengobrak-abrik tempat usaha Ayah."
Veronica menatap tajam Karmila yang tersenyum sinis ke arahnya seakan berkata 'Bukannya sudah saya peringatkan sebelumnya, tapi kamu yang terlalu bebal untuk menerima tawaran saya'.
"Ayah nggak usah melawan mereka, biarkan saja mereka melakukan aksinya. Yang terpenting Ayah selamat. Ayah tenang aja, ya. Aku ke sana sekarang," ucap Veronica sebelum mematikan sambungan telepon itu.
"Jadi Tante ingin saya memutuskan hubungan dengan Lukas? Baik. Saya akan melakukannya, tapi tolong jangan ganggu keluarga saya lagi," ucap Veronica dengan nada keputusasaan yang kentara.
"Itu keputusan bagus dan saya menantikan aksi kamu. Tenang saja Karena saya akan memberikan sejumlah kompensasi untuk kamu dan ayah kamu," ujar Karmila sembari menepuk bahu Veronica dengan keras.
Veronica hanya menatap nanar kepergian Karmila, tak lama air matanya pun mengalir dengan deras bak bendungan jebol. Veronica mengambil ponselnya lalu menatap wajah Lukas seraya mengusapnya lembut.
"Aku harap suatu saat Kakak mengerti jika ini bukan keinginanku," gumam Veronica dengan lirih.
"Veronica!"
Sebuah panggilan mengalihkan perhatian Veronica dan gadis itu terkejut saat mengetahui siapa yang melakukannya.