2. Pertemuan Kembali

1289 Words
Veronica hanya menatap keluar jendela kafe sambil menggenggam secangkir es capucino, dia tenggelam dalam pikirannya. Suara kendaraan yang lalu lalang di luar kafe menjadi latar belakang yang samar bagi wanita itu. Benaknya dipenuh dengan kegelisahan yang sulit diredakan. Kesedihannya karena kepergian Lukas ke luar negeri, harus ditambah dengan memutuskan hubungan dengan pria itu. Tak lama kemudian, seorang pria seusia Lukas memasuki kafe, dahinya mengerut saat melihat seraut wajah familiar. Dia melangkah mantap menuju meja Veronica lalu memanggilnya. "Veronica. Sedang apa kamu di sini?" Veronica menoleh saat namanya dipanggil dan ketika mata mereka bertemu, dia memaksakan sebuah senyuman saat mengenali pria itu. "Simon! Seharusnya aku yang bertanya itu sama kamu. Apa kuliah kamu sudah selesai?" tanya Veronica seraya bangkit dari duduknya dan memeluk erat Simon-sepupunya. "Sudah dong. Makanya aku pulang ke Jakarta sambil cari kerjaan, sekaligus beasiswa pascasarjana. Kamu apa kabar?" Sekarang Simon yang melontarkan pertanyaan kepada Veronica yang disertai senyum lebar. Veronica duduk kembali sambil menghela napas dan tersenyum samar, keduanya mengawali obrolan santai dan hangat ini. Wanita itu tertawa menanggapi lelucon Simon, meski sebenarnya dia masih merasa sedih. 'Benar juga, Simon bisa aku jadikan alibi untuk memutuskan hubunganku dengan Kak Lukas,' gumam Veronica setelah 10 menit percakapan mereka berlangsung. "Simon, aku perlu bantuan kamu," ucap Veronica menatap Simon dengan serius. "Bantuan? Bantuan apa, Vero? Apa kamu butuh uang?" tanya Simon sembari menyipitkan mata merasa penasaran, karena dia jarang melihat Veronica bersikap serius seperti saat ini. Veronica menarik napas panjang sebelum mengatakan niatnya. "Aku … mau mengakhiri hubunganku dengan pacarku. Kamu tahu Lukas 'kan yang sering aku ceritain? Dia sekarang ada di luar negeri, dan … aku merasa cara terbaik untuk memutuskan kami adalah meminta bantuanmu." "Maksud kamu, bantuan seperti apa?" tanya Simon yang semakin merasa bingung. "Aku butuh alibi, Mon. Hanya ini satu-satunya cara supaya Kak Lukas mau memutuskan hubungan kami, dengan cara aku 'berselingkuh'," ucap Veronica dengan sorot mata memohon. “Jadi, kamu mau aku berpura-pura … menjadi kekasih gelapmu sekarang?" tanya Simon dengan nada serius yang direspon anggukan kepala oleh Veronica. "Tapi kenapa kamu harus melakukan itu, Vero? Bukankah kamu bilang kalian saling mencintai?" tanya Simon dengan sedikit mendesak. Veronica pun menceritakan pertemuannya dengan Karmila barusan dan ancaman yang dilontarkan oleh ibu dari Lukas itu. Simon menggeram kesal sembari mengepalkan tangannya. "Oke, Vero. Aku akan bantu kamu. Aku juga tidak tega melihat kamu diperlakukan semena-mena oleh para orang kaya itu," ucap Simon dengan menahan amarah di d**a. Veronica menatap Simon dengan rasa lega, tak menyangka betapa mudahnya dia menemukan alibi untuk memutuskan Lukas. Semoga saja dengan Veronica mengorbankan perasaannya, tidak ada satupun anggota keluarganya yang akan disakiti oleh Karmila. Harap Veronica di dalam hatinya. *** Sinar matahari pagi menyelinap melalui jendela kamar Lukas, tetapi tidak cukup untuk mencerahkan suasana hatinya yang mendung. Ponselnya masih tergenggam erat di tangannya, menampilkan sebuah foto yang membuat dadanya terasa sesak. Foto yang diterimanya dari sebuah nomor yang tak dikenal dah pada saat subuh hari tadi. Rasa jetleg akibat penerbangan jarak jauh dan bercampur emosi, membuat Lukas tak dapat tertidur kembali. Di dalam foto itu terlihat jelas kekasih yang sangat dia cintai, Veronica sedang berpelukan mesra dengan seorang pria yang tak dikenalnya. Senyuman di wajah Veronica, senyuman yang dulu dia pikir hanya miliknya, ternyata sudah Veronica bagi dengan pria lain. Lukas merasa marah, kecewa, dan dikhianati. Cinta yang tulus dia rasakan kepada Veronica, seketika berubah menjadi api dendam. Tangannya mengepal kuat, bertekad akan membalas sakit hatinya kepada Veronica. Namun, Lukas tahu sekarang bukan waktu yang tepat. Dia harus menyelesaikan kuliahnya terlebih dahulu. Dan ketika waktunya tiba, dia akan kembali ke Jakarta dan akan membuat hidup Veronica bagaikan di neraka setiap harinya. Lukas duduk di kamarnya, masih menatap layar ponselnya dengan rahang terkatup. Tak lama Karmila melakukan panggilan video dan setelah melihat ekspresi sang putra yang berbeda dari biasanya, dia pun mengulas senyuman tipis yang tentu saja tidak disadari oleh Lukas. "Lukas, kamu kenapa? Kok muka kamu kelihatannya kesal sekali. Kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Karmila dengan nada khawatir. "Apa Mama sebenarnya sudah mengetahui sifat asli dari perempuan itu, sampai-sampai Mama tidak suka saat aku mengenalkannya sama kalian untuk pertama kali?" tanya Lukas seraya menatap tajam Karmila. "Maksud kamu apa, Nak?" tanya Karmila memasang wajah bingung. Lukas menghela napas panjang, menahan emosi yang sejak tadi menghantam dadanya sebelum menjawab pertanyaan sang ibu. "Veronica … dia selingkuh dan aku baru saja mendapatkan buktinya. Dia pelukan sama cowok lain dengan mesra." Tangan Lukas gemetar, menahan amarah yang semakin meluap dalam dirinya. "Mama nggak kira jika dia tega melakukannya. Padahal kamu ini memperlakukannya secara istimewa, sampai-sampai mengabaikan Mama dan Papa," ucap Karmila yang terdengar seperti sindiran bagi Lukas. Hening sejenak di antara mereka, Lukas tak mampu menyanggah ucapan Karmila yang benar adanya itu. Dia mengakui selama berpacaran dengan Veronica, Lukas sering membantah ucapan dari kedua orang tuanya yang terus-menerus memojokkan Veronica. "Jadi sekarang apa kamu setuju Mama jodohkan dengan anak teman Mama?" Lukas tersentak saat mendengar permintaan dari Karmila. "Kenapa tiba-tiba sekali, Mah?" tanya Lukas dengan nada protes. "Ini nggak tiba-tiba, Lukas. Mama sudah lama berteman dengan Mamanya Helena. Dia seumuran dengan kamu dan juga sedang kuliah pascasarjana cuman bedanya dia di Amerika." Lukas hanya mendengkus saat menyadari jika Karmila mempromosikan Helena layaknya barang dagangan. "Terserah Mama saja," ucap Lukas yang setelah itu memutuskan sambungan telepon dengan Karmila. Dilemparnya ponsel itu ke samping tubuhnya. Matanya memejam erat, namun bayangan Veronica yang memeluk pria lain dengan mesra terus mengganggu pikirannya. Lukas menggeram kesal dan tekadnya untuk membalas dendam kepada Veronica semakin besar. Sementara itu di belahan ujung dunia yang lain, Karmila mengulas senyum puas setelah panggilan video dengan sang putra berakhir. Sekarang waktunya untuknya menghubungi temannya dan mengatakan jika Lukas setuju dengan perjodohan ini. "Seorang rakyat jelata beraninya bermimpi untuk menjadi bangsawan," gumam Karmila dengan seringai sinisnya. *** Lima tahun kemudian, di sebuah ruangan kantor, semua orang sedang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Tak terkecuali dengan seorang wanita yang berkutat dengan laporan keuangan yang harus dia selesaikan sebelum pulang ke rumahnya. Padahal jam masih menunjuk angka 10:00 pagi, tapi wanita itu sudah menghabiskan 3 cangkir kopi. Dan saat dia akan membuat cangkir kopi keempat sebuah tangan mencegahnya. "Kenapa harus mengisi lambung dengan kopi, sementara masih banyak alternatif makanan yang lain, Veronica?" tanya orang itu dengan nada khawatir. "Karena alternatif yang lain itu manis-manis, sementara kopi itu pahit yang membuat aku terjaga terus, Simon," ucap Veronica dengan nada datar. "Dua gelas kafein masih oke, Vero.Tapi lebih dari itu yang ada kamu malah menghancurkan badan kamu. Apalagi asam lambung kamu sering kumat karena kamu melewatkan makan siang." Tegur Simon dengan nada tegas. Baru saja Veronica akan menyahuti Simon seorang rekan kerjanya menarik tangan Veronica. "Gua tahu kalau lo dikejar deadline karena ada GM yang baru, cuma lebih baik lo nggak perlu lagi kerja gila-gilaan karena GM itu sudah menempati ruangannya. Sekarang dia minta semua divisi keuangan untuk menghadap ke kantornya." Mata Veronica melebar saat mendengar informasi ini, dengan langkah tergesa-gesa Veronica mengikuti langkah kaki sang rekan yang cepat itu. "Semua staff keuangan sudah berkumpul, Pak," tutur manager keuangan. "Bagus. Bolehkah saya berkenalan dengan mereka?" Wajah Veronica memucat saat mengenali suara pria yang dalam dan tegas itu. Veronica tidak dapat mendengar berbagai suara selain detak jantungnya yang berpacu semakin kencang. Dia merasa bahunya diguncang keras. "Itu bos yang baru mau kenalan sama kita," ucap teman satu divisi Veronica. Veronica masih merasa biasa saja sehingga sang GM baru menuju ke tempatnya, lalu menjabat tangan Veronica dengan erat. "Halo. Nama saya Lukas Harfandi." Wajah Veronica semakin memucat saat mengetahui jika GM baru yang ada di kantornya adalah mantan kekasihnya sendiri. Veronica menghela napas dengan kasar saat mengartikan tatapan wajah Lukas yang penuh amarah. "Kita ketemu lagi, Veronica. Aku harap kamu akan menikmati neraka yang akan aku ciptakan untukmu," ucap Lukas yang mendekatkan bibirnya pada telinga Veronica dan membuat wanita itu semakin memucat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD