“Ternyata, dia matre juga. Mendengar Mami bilang boleh minta apa aja, dia langsung merasa dapat angin surga. Dasar! Ternyata, nggak ada perempuan di dunia ini yang benar-benar tulus tanpa memandang harta,” gumam Reza yang saat ini berdiri di sebuah gazebo bersama Pidoy.
Sejak pagi, dia memang sudah berada di tempat itu dan menikmati udara pagi. Reza adalah pria yagn misterius bagi seluruh orang dalam rumahnya, termasuk bagi orang tuanya sendiri. Yang tahu segalanya dan mengerti dia meski tidak banyak, saat ini hanyalah Pidoy.
Dia bangun lebih awal dan segera ke gazebo mewah itu untuk mengerjakan pekerjaan kantornya. Sementara Pidoy menjaga keamanan dengan baik agar tidak terjadi kesilapan atau kebocoran informasi tentang kondisi Reza yang sebenarnya. Pidoy adalah kaki tangan yang sangat patuh dan juga kompeten bagi Reza, hingga dia tidak ingin lagi orang lain di sisinya.
Sejak tadi, dia sudah mendengar pembicaraan yang dilontarkan dua orang wanita yang kini punya arti penting dalam hidupnya. Yang satu adalah ibu kandungnya – Emira yang teramat sangat mencintainya melebihi apapun di dunia ini. Dan yang satunya lagi adalah seorang gadis yang baru saja menjadi istrinya.
“Tenanglah, Tuan Muda. Jangan terlalu gegabah, kita dengarkan dulu apa yang sebenarnya gadis itu inginkan dari nyonya Emira,” ucap Pidoy pada Reza agar tidak terlalu terburu-buru menilai Nadin.
“Tidak! Aku sudah dapat menebaknya karena wanita seperti dia sudah sangat banyak aku temui selama ini, Pidoy! Jangan mencoba untuk membujukku dalam hal ini!” tegas Reza lagi.
“Dia masih berbicara dengan nyonya. Apa kita tidak mendengarkannya sebentar lagi?”
“Aku bilang tidak! Aku akan pergi sekarang. Kau uruslah semua pekerjaan ini dengan segera dan jangan sampai ada yang tau atau pun curiga. Ingat itu!”
“Baik, Tuan Muda.”
“Ya sudah. Aku pergi lewat belakang dan kau menyusul lewat depan saja. Biarkan mereka melihatmu membawa semua pekerjaan itu dan mengira kau lah yang mengerjakannya untukku. Ingat! Mamiku tidak boleh sampai tau keadaanku yang sebenarnya,” ungkap Reza yang langung memberikan ultimatum pada asisten dan orang kepercayaannya itu.
“Siap, Tuan Muda. Aku mengerti dan akan menjalaninya seperti biasa.”
“Bagus!”
Reza dengan cepat dan perlahan mengendap endap agar tidak ada yang mengetahui pergerakannya. Sementara Pidoy membereskan semua berkas juga laptop yang sejak subuh digunakan Reza bekerja. Dia masih bisa mendengar dengan jelas suara Nadin dan Emira yang berbicara di pojok taman bunga yang cukup luas.
Namun, Pidoy tidak terlalu serius mendengarkan karena tidak berani melanggar perintah dari atasannya itu. Jadi, dia hanya mengerjakan yang diperintahkan oleh Reza saja tanpa berani membantah ataupun melakukan yang lain di luar perintah.
“Jadi, yang kamu mau hanyalah melanjutkan kuliah sampai selesai, Sayang? Nggak ada yang lainnya lagi?” tanya Emira kepada Nadin yang masih terdengar di telinga Pidoy sebelum dia beranjak pergi.
“Iya, Mami. Sebenarnya, kuliahku sebentar lagi selesai. Jadi, aku berharap masih bisa melanjutkannya hingga wisuda. Itu hanya perlu sekitar tiga bulan lagi.”
“Tapi, setelah kamu wisuda nanti apakah kamu bisa melakukan yang Mami minta, Nak?”
“Apa yang Mami inginkan dariku? Kalau bisa, aku akan memberikannya untuk Mami.”
Di sana, Emira tersenyum manis dan kebetulan Pidoy lewat di dekat mereka berdua. Hal itu membuat Emira dan Nadin cukup terkejut, karena ternyata ada Pidoy di sana. Mereka sama sekali tidak menyadari hal itu sejak tadi dan tidak tahu di mana Pidoy duduk selama mereka berbincang di taman bunga itu.
“Selamat pagi, Nyonya dan Nona Muda.” Pidoy menyapa dengan sangat ramah.
“Pidoy? Kamu dari mana dan apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Emira dengan kening berkerut dan sangat heran.
“Maaf, Nyonya. Saya sejak subuh ada di sini mengerjakan laporan dan juga proposal untuk proyek baru perusahaan kita. Aku mewakili tuan muda yang saat ini tidak bisa melakukannya karena kondisi kesehatannya yang sedang tidak baik-baik saja,” ungkap Pidoy menjawab pertanyaan Emira dengan panjang lebar di depan Nadin. Hal itu membuat Nadin merasa curiga dan tidak begitu mudah percaya dengan yang diucapkan Pidoy.
“Kamu mengerjakan semuanya sendiri dan untuk perusahaan Bintang, Pidoy?” tanya Emira tak percaya dengan mata berkaca-kaca.
“Benar, Nyonya!”
“Kamu terlalu baik, Nak. Bintang bersyukur punya seorang yang dia percaya seperti ini dan tidak meninggalkan apalagi menjerumuskan dia saat dirinya sedang dalam keadaan buruk seperti sekarang. Terima kasih banyak, Pidoy. Saya akan kasih tau sama papinya Bintang dan kamu pasti akan dapat bonus yang banyak,” ungkap Emira dengan penuh rasa syukur dann terdengar sangat sungguh-sungguh kepada Pidoy.
“Mami! Jangan terlalu mudah percaya sama orang. Apalagi, saat ini kita nggak tau laporan apa yang sebenarnya udah dia kerjakan untuk perusahaan keluarga ini,” sela Nadin dengan tegas dan penuh keberanian menunjukkan kecurigaannya pada Pidoy.
Ekor mata Pidoy melirik Nadin tapi tidak berani menatapnya langsung. Mana mungkin dia berani menatap langsung istri tuannya itu, meski hubungan dua orang itu tidak seperti suami istri pada umumnya dan seharusnya. Pidoy tetap harus menghormati posisi Nadin di rumah dan keluarga ini, meski dia tidak percaya jika Nadin akan curiga padanya seperti itu.
“Nona, aku melakukannya dengan sepenuh jiwa dan ragaku. Aku nggak akan membelot atau menyesatkan apalagi merugikan tuanku sendiri,” jelas Pidoy dengan kesungguhan.
“Benarkah?” tanya Nadin penuh selidik.
“Benar, Nona Muda.”
“Kalau begitu, berikan padaku semua yang kamu kerjakan tadi. Aku akan memeriksanya dengan teliti sebelum semua itu benar-benar kamu serahkan dan dikerjakan oleh tim terkait. Apakah bisa?”
Mendengar pertanyaan Nadin, tidak hanya Pidoy saja, tapi Emira juga menatap tak percaya dengan keberanian menantunya itu. Dia tidak tahu kalau ternyata Nadin juga berbakat dalam hal dan urusan bisnis, hingga bisa dengan berani menawarkan diri memeriksa semua pekerjaan Pidoy tadi.
“Sayang ... kamu ngerti tentang management dan bisnis?” tanya Emira lembut agar tidak menyinggung perasaan Nadin.
“Aku ngerti banget, Mami! Aku pernah bekerja dan magang di perusahaan papaku dan mengetahui semua tentang bisnis dari sana. Jadi, aku akan memastikan pekerjaan Pidoy ini tidak ada yang keliru!” jawab Nadin dengan penuh keyakinan pada Emira.
“Ya Tuhan! Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apakah aku harus menyerahkannya atau tidak? Aku harus bagaimana agar bisa memberitahu tuan Reza dulu sebelum memberikannya pada nona Nadin?” tanya Pidoy dengan bimbang dalam hatinya.