Apapun!

1011 Words
Nadin berjalan-jalan mengitari seluruh penjuru rumah mewah dan megah itu bersama Emira. Wanita separuh abaf itu tidak berhenti memberikan setiap informasi tentang rumah dan juga orang-orang di dalamnya kepada Nadin. Sepertinya, dia benar-benar ingin Nadin mengetahui keseluruhan seluk beluk rumah itu sampai ke akar-akarnya. “Maaf, Mi. Aku mau tanya dan Mami bisa nggak jawab kalau memang Mami merasa keberatan atau tersinggung dengan pertanyaan aku ini nantinya,” ungkap Nadin saat keduanya berhenti di taman bunga yang indah dan sangat luas. “Tanya aja, Sayang. Mami akan jawab selagi Mami tau jawabannya,” kata Emira pula masih dengan tutur kata yang lembut dan senyum yang manis. “Aku penasaran, apakah Reza memang gila atau ... mungkin ada faktir yag menyebabkan hal itu? Mungkin dia bisa sembuh dengan cara tertentu atau gimana gitu?” tanya Nadin yang memang sangat penasaran dengan hal itu sejak dia memutuskan untuk menerima pernikahan itu. Raut wajah Emira langsung berubah dan itu bukan raut kemarahan. Namun, dia terlihat seperti sedih dan tidak bisa menyembunyikannya di depan Nadin. Gadis yang baru saja menjadi menantunya itu tentu saja merasa tidak nyaman dan langsung menggenggam tangan Emira lembut. “Aku minta maaf, Mi. Aku nggak ada maksud lain dalam pertanyaan itu. Tadinya, sebagai seorang istri, tentu aku harus tau gimana keadaan dan kondisi kesehatan suamiku yang sebenarnya,” ungkap Nadin berbasa basi agar Emira tidak salah paham dengan ucapannya tadi. “Nggak apa-apa, Sayang. Mami nggak tersinggung sama sekali. Mami senang, akhirnya ada seorang gadis yang dengan rela menikah dengan Bintang dan kemudian begitu peduli dengannya sampai bertanya tentang keadaan dan kondisi kesehatannya seperti ini. Kamu yang pertama, Nak!” “Maksud Mami? Apa sebelumnya, Reza pernah menikah juga dengan gadis lain dan istrinya itu bahkan nggak peduli sama keadaan dia?” tanya Nadin dengan nada yang sedikit syok. “Bukan gitu maksud Mami, Sayang. Selama ini, gadis yang mau menikah dengan Reza hanya memandang harta keluarganya saja. Tapi, nggak ada yang benar-benar serius mau hidup bersamanya dan mendampingi dia.” “Dari mana Mami bisa tau semua itu? Apakah mereka menjalani sebuah tes?” “Tentu, Nak. Papi kamu nggak akan sembarangan dalam memilih calon menantu yang nantinya pasti akan melahirkan calon ahli waris semua kekayaan dan juga perusahannya yang menggurita ini.” “Nggak ada yang pernah lolos dalam tes itu, Mi?” “Nggak ada satu pun dari puluhan gadis yang pernah kami datangkan dan biarkan tinggal di rumah ini. Semuanya hanya gila harta.” “Tapi, aku tidak pernah mengalami sesuatu yang seperti sebuah tes. Aku langsung diminta untuk jadi istri Reza dan sebagai bayarannya, papi akan membantu perusahaan papaku agar tidak jadi bangkrut,” ungkap Nadin dengan ekspresi yang tidak biasa saat mengatakan hal itu pada Emira. Dia masih ingat dengan jelas bagaimana Suhendar bersama Tamara dan Vivian begitu memojokkannya dan memaksanya untuk menerima pernikahan ini. Padahal, mereka tahu dengan jelas bahwa Reza memiliki ketidaksempurnaan dalam hal kewarasan. Namun, tetap memaksa Nadin menjadi istrinya dengan bayaran materi demi perusahaan. Hal yang paling menyakitkan bagi Nadin adalah semua itu dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri dan dianggap sebagai balas budi karena sudah membesarkan juga menyekolahkan Nadin selama ini. “Maafkan kami kalau semua ini kesannya sangat mendadak dan terkesan seperti sebuah pemaksaan tanpa adanya pilihan bagi kamu, Nak. Semua ini sudah direncanakan juga oleh papi Bintang sejak lama.” Emira berkata sembari memetik sebuah bunga berwarna ungu yang sangat indah. “Direncanakan sejak lama? Apa lagi ini maksudnya, Mami?” tanya Nadin semakin merasa penasaran dengan semua itu. Dia tidak bisa menebak apa yang terjadi pada keluarganya dan juga keluarga Emira, hingga semua berakhir pada pernikahannya dengan Bintang atau Reza. “Dulu, sebelum Bintang mengalami hal seperti itu, dia sering menyebut nama Nadin ke papinya. Karena penasaran, papinya terus memeriksa siapa Nadin yang dia maksud dan kemudian menemukan kalau itu kamu. Sudah sejak lama kamu dalam pengawasan papi Bintang dan sudah diuji secara kamu tidak menyadarinya, Nak. Maaf kalau semua itu membuat kamu tersinggung.” “Jadi, apa hubungannya sama aku, Mi? Aku sama sekali nggak pernah kenal Reza sebelumnya. Kenal dia juga pas nikahan kemarin pertama kalinya.” “Mami nggak tau soal itu, Sayang. Hanya Bintang aja yang tau soal itu. Dan soal kenapa dia bisa bersikap seperti sekarang, dia pernah udah hampir menikah dengan seorang wanita. Tapi, ternyata wanita itu udah menggelapkan banyak sekali uang dan juga properti milik Bintang. Lalu, dia kabur bersama pria lain ke luar negeri. Bintang depresi dan mabuk-mabukkan hingga terjadi kecelakaan malam itu,” terang Emira menjelaskan semuanya itu kepada Nadin dengan sangat terbuka dan jujur. “Jadi, dia kecelakaan dan mengalami geger otak? Makanya sekarang jadi seperti orang gila?” tanya Nadin refleks, dan saat dia menyadari ucapannya dia langsung menutup mulutnya rapat dengan telapak tangan. Emira tidak lagi tersinggung dengan ucapan Nadin itu, karena memang di luaran sana sudah banyak sekali orang yang memanggil putranya dengan sebutan orang gila. Mau seperti apapun dia membantah, pada kenyataannya saat ini kondisi Reza memanglah seperti itu. Tidak bisa dipungkiri dan tidak bisa dihindari, ucapan semua orang itu memang benar dan sesuai dengan kenyataannya. “Maaf, Mami. Aku nggak ada maksud bilang Reza gila. Eh, tapi ... duh gimana ngomongnya ini? Aku jadi bingung,” keluh Nadin dengan tampang pasrahnya dan tidak berdayanya di depan Emira. Emira yang melihat itu langsung tertawa renyah, karena dari sikap dan tingkahnya saja Emira sudah bisa menebak gadis seperti apa Nadin ini sebenarnya. Dia adalah gadis yang jujur dan apa adanya, dan sudah bisa dipastikan juga pada awalnya dia menentang pernikahan ini. Namun, terpaksa menerimanya dengan berat hati. “Kami minta maaf karena pada akhirnya kamu harus terlibat dalam hubungan yang pasti nggak pernah kami bayangkan dan kamu inginkan ini. Tapi, kamu tenang aja, Sayang. Kami semua di sini akan memperlakukan kamu dengan sangat baik, bak seorang putri dan kamu bebas melakukan apa aja yang kamu inginkan,” ungkap Emira dan mengelus rambut panjang Nadin dengan penuh kasih sayang. Dia seperti baru saja mendapatkan seorang putri dalam hidupnya. “Apapun boleh aku lakukan, Mi?” tanya Nadin dengan wajah berseri dan teringat satu hal penting.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD