“I-iya. Nadin nggak mau punya anak sama Bintang?” tanya Reza dengan wajah yang sedih.
Jujur saja, Nadin geli membayangkan kalau dia harus melakukan hubungan badan dengan pria gila seperti Reza. Mana mungkin Nadin bisa tenang dan menikmati permainan itu, apalagi itu akan menjadi kali pertamanya bagi Nadin melakukan hubungan badan dengan seorang pria.
Walaupun kini Reza sudah menjadi suaminya, tetap saja Nadin menikah dengannya karena satu alasan yang bisa dikatkan sebagai keterpaksaan belaka. Tidak ada yang bisa Nadin lakukan selain menerima semua kehendak keluarganya, karena dia juga sudah muak tinggal di sana.
“Bintang Sayang ... anak kecil nggak boleh bikin anak. Jadi, sekarang kita tidur aja, ya.” Nadin berusaha membujuk Reza dengan lembut dan tersenyum manis.
“Anak kecil? Siapa yang anak kecil?” tanya Reza tak terima.
Nadin menelan ludahnya dengan susah payah karena ternyata tidak semudah itu mengelabui Reza. Dia tidak pernah tahu apa yang terjadi pada Reza sehingga dia menjadi gila seperti ini. Namun, sikap dan tingkahnya yang seperti anak kecil itulah membuat Nadin memanggilnya dengan sebutan anak kecil tadinya. Akan tetapi, ternyata dia cukup peka untuk protes akan kata-kata itu.
“Bintang bukan anak kecil lagi, Nadin. Kata mami dan papi, Bintang udah gede makanya udah bisah nikah sama Nadin.” Reza kembali berkata dengan ciri khas yang membuat Nadin merasa geli lagi.
“Ya udah, sekarang Bintang udah gede. Kalau udah gede, harus bisa pengertian sama istri. Nggak boleh egois, ya. Sekarang aku mau tidur, jadi kamu juga harus tidur. Aku udah ngantuk banget nih, capek seharian ada di depan tamu dan menyalami mereka,” ungkap Nadin yang terdengar tidak main-main.
Dia memang benar-benar lelah karena harus bersanding dengan Reza seharian. Meskipun memang tidak banyak tamu undangan yang hadir, tetap saja keluarga besar mereka dan kerabat dekat hadir silih berganti. Nadin tidak ingin membuat namanya buruk di depan semua orang dan pada akhirnya dia tetap menyambut para tamu meski sudah sangat letih duduk dan berdiri terus.
Saat ini, Reza seperti memantau mimik wajah Nadin yang memang tampak sangat lelah. Sepertinya pria itu tengah merasa kasian pada istrinya. Namun, Nadin tahu bahwa dia tidak akan pernah bisa merasakan kasian. Sementara dia saja gila, mana mungkin dia punya perasaan yang sama seperti orang normal atau orang biasa.
“Ya udah kalau gitu. Nadin tidurnya di atas kasur aja, ya. Biar Bintang yang tidurnya di sofa.” Reza berkata dengan suara lembut.
“Nggak usah. Aku tidur di sofa aja dan kamu yang di kasur. Aku masih harus menyesuaikan diri tidur di dalam satu kamar dengan pria asing.”
“Siapa pria asing? Nadin lagi bicarain siapa?”
“Oh nggak. Maksud aku tuh, aku masih harus berusaha menerima pernikahan kita ini.” Nadin sudah semakin tidak terkontrol bicaranya karena memang sudah terlalu lelah saat ini.
Tanpa menunggu balasan dari Reza, gadis muda yang malang itu langsung kembali berbaring di atas sofa panjang yang empuk. Dia sudah tidak kuat lagi menahan rasa kantuknya dan sangat lelah sekali saat ini. Nadin hanya berharap kalau Reza mengerti dengan keadaannya saat ini dan tidak membuat masalah lain. Yang diinginkan Nadin saat ini hanya istirahat dengan tenang dan besok pagi dia sudah harus menghadapi kehidupan barunya di rumah ini. Rumah mertuanya dan suaminya yang gila.
Tidak sampai lima menit, Nadin benar-benar sudah terlelap dan Reza masih berdiri di depan tubuh wanita itu. Menatapnya dengan tatapan sengit dan juga penasaran apakah Nadin benar-benar seperti yang terlihat sebenarnya atau hanya sandiwara saja.
“Kau sangat cantik saat diam dan tertidur seperti ini, Nadin. Tapi, aku ingin melihat ketulusanmu padaku lebih lama lagi. Aku tidak ingin salah mengambil keputusan lagi,” ungkap Reza yang ternyata selama ini hanya berpura-pura gila.
Reza dengan lembut membelai pipi Nadin dan kemudian menyentuh bibir merah mudanya dengan ujung jari. “Bibir ini yang tidak berhenti berceloteh dan tadi mengatakan aku anak kecil kan? Kamu bilang anak kecil nggak boleh bikin anak?” tanya Reza dengan menggumam tawanya saat mengingat ketika Nadin mengatakan hal itu tadi.
Reza menyelimuti tubuh Nadin dengan selimut tebal dan kemudian mematikan lampu. Dia berjalan ke sebuah lemari dan kemudian membuka pintu tengahnya. Reza masuk ke dalam lemari itu dan menutup pintu. Ternyata, itu adalah pintu rahasia ke sebuah ruangan dan di sana tampak ruangan lain yang hampir mirip dengan kamar utamanya tadi.
“Bagaimana? Apa yang sudah terjadi di rumah mereka sekarang?” tanya Reza pada orang kepercayaannya yang tak lain adalah Pidoy.
“Mereka memang sengaja mendorong nona Nadin untuk menikah dengan Anda, Tuan. Itu semua karena Suhendar terlalu mencintai istri mudanya dan dia juga sudah tidur dengan anak tirinya. Itu sebabnya dia tidak mau menyerahkan Vivian sebagai istri Anda.” Pidoy menjelaskan kepada Reza dengan sangat tegas.
Pria itu duduk di sebuah kursi dengan menyilangkan kaki. Piyama bergambar kartun yang dikenakannya saat ini tidak terlihat lucu saat dia memasang wajah bengis dan tatapan mematikan seperti sekarang.
Ujung rokok sudah menyala dan Reza menghirup asapnya dalam-dalam sebelum dia kembali menghembuskan kepulan asap beracun itu ke udara. “Jadi, gadis ini sukarela menjadi istriku? Atau dia ada maksud lain?” tanya Reza lagi kepada Pidoy.
“Maaf, Tuan. Sepertinya dia terpaksa menerima pernikahan ini atas desakan orang tuanya. Dia juga sudah tidak punya tempat pergi lagi, karena Suhendar sendiri yang sudah mendorongnya ke dalam pernikahan ini.”
“Dasar pria serakah. Dia rela menyerahkan anak kandungnya untuk pria gila demi harta dan wanita yang bukan siapa-siapa baginya? Aku tidak akan pernah benar-benar membantu orang seperti itu!”
“Apa yang harus kita lakukan selanjutnya, Tuan Muda?”
“Pantau saja terus semua pergerakan yang keluarga Suhendar lakukan. Aku ingin melihat sejauh mana mereka bisa bertahan untuk tidak memanfaatkan Nadin.”
“Apa menurut Anda, mereka akan datang dan meminta hal lain lagi setelah perusahaan mereka Anda tolong, Tuan Muda?” tanya Pidoy yang kemudian dijawab dengan gelak tawa renyah oleh Reza.
Dia sudah hafal sekali manusia seperti Suhendar dan Tamara yang sangat gila harta. Mereka tidak akan berhenti dan tidak akan pernah merasa puas. Jadi, akan selalu ada cara yang mereka lakukan untuk membuat Nadin menderita.
“Mereka akan datang dan meminta bantuan Nadin lagi nanti. Kau liat saja kalau tidak percaya!” ucap Reza dengan penuh keyakinan.
“Tapi, aku baru saja mendapat informasi bahwa nona Nadin bersedia menikah, tapi dia juga memutuskan semua hubungan dengan keluarganya termasuk ayah kandungnya sekali pun, Tuan. Sepertinya ... nona muda benar-benar kecewa dan terluka dengan sikap Suhendar,” ungkap Pidoy yang membuat rahang Reza kembali mengeras.
“Pastikan hal itu tidak akan pernah mudah untuk mereka!” titah Reza dengan suara yang membuat suasana menjadi dingin dan terasa mematikan.