What's The Surprise

1141 Words
Masih di tempat yang sama, sesosok lelaki itu terlihat membiarkan jari raksasanya menari-nari di atas papan keyboard gawainya. Ia mengetikkan rangkaian kata yang sekiranya mampu membuat Amanda ketakutan. Ia pun tertawa smirk, membayangkan betapa lucunya wajah panik targetnya. Pada waktu yang bersamaan, Amanda yang bersiap memejamkan sepasang netra lelahnya, tampaknya harus menunda hasratnya. Suara notifikasi benda pipih berwarna hitam miliknya mendistraksi konsentrasi Amanda. "Siapa sih malam-malam begini kirim pesan singkat? Gak tahu apa ya aku mau istirahat," gerutunya. Amanda memutuskan untuk menafikan pesan singkat itu. Menganggap jika percakapan yang tak terlisankan itu tidak penting. Toh semisal memang urgent, tidak seharusnya mengirim beberapa kali pesan singkat yang berisi sama. Cukup dengan panggilan telepon saja. Amanda kembali bersiap tidur. Ia paksa sepasang bola matanya untuk terpejam, seiring rasa pedih mulai menderanya. Tidak cukup sampai di situ, wanita berkacamata minus itu merapalkan segala doa-doa. Ia miringkan tubuhnya ke kanan atau kiri. Mencari posisi yang bisa memberinya kenyamanan. Namun, tetap saja netra hazelnya membelot perintah empunya. Yang menginginkan segera beristirahat. Mengisi energi untuk esok hari. Lagi, untuk kesekian kalinya, gawai berwarna hitam itu mulai unjuk pesona. Dering notifikasi yang begitu singkat nyatanya membuat Amanda terganggu. Sontak, dara berparas ayu itu mengulurkan tangannya. Meraih telepon seluler yang sengaja ia letakkan agak jauh dari tempat tidurnya. Dengan mata yang ia paksa buka lebar-lebar, Amanda mulai membuka pesan berantai itu. ["Hai cantik. Sepertinya nyalimu pantas aku uji lagi dengan sebuah kejutan. Just wait and see, who's the winner from this game."] Adanya pesan singkat itu tak pelak membuat Amanda seperti tengah mengalami mimpi buruk saja. Barisan kata itu nyatanya membuat Amanda seketika menegakkan posisi tubuhnya. Sepasang bola matanya membulat sempurna kala indera penglihatannya membaca kata demi kata yang tertulis rapi dalam badan pesan itu. Kini, lobus frontalnya sibuk mencerna permainan apa yang dimaksud si pengirim pesan. Lantas, siapa sebenarnya sosok yang berada di balik teror pesan singkat itu. Puluhan huruf yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk rangkaian kata nan bermakna, nyatanya membuat kepalanya semakin pening. Keringat dingin pun mulai membasahi kulitnya. Dan tidak dapat disangkal, detak jantung yang tadinya beraturan kini mulai berima cepat. Resah. Bingung. Panik. Tiga kata sifat itulah yang saat ini Amanda rasakan. Perempuan itu segera menyibakkan selimut yang menutupi tubuh mungilnya. Lantas gegas beranjak dari tempat tidur. Mengambil langkah lebar menuju ke dapur yang terletak di lantai bawah. Amanda mengambil segelas air mineral lalu meneguk hingga tandas. Berharap bisa menenangkan ataupun paling tidak mengurangi keresahan yang ia rasakan. "Tarik nafas dalam-dalam. Lalu keluarkan perlahan dari mulut. Tenangkan dirimu, Manda. Jangan takut, jangan sembunyi. Face it then conquer it!" monolog Amanda berusaha menguatkan mentalnya. Setelah dirasa jiwanya mulai berangsur tenang, Amanda kembali melangkahkan kakinya menuju ke bilik privasinya. Ia hendak melanjutkan hasratnya yang sempat tertunda. Sekalipun malam sudah hampir habis, namun benak Manda mengatakan bahwa ia harus pergi tidur terlebih dahulu. Karena bagaimanapun, egonya mengatakan tidak ingin terbayangi rasa pening yang bisa saja menjangkiti sepanjang malam. ["How's the night, Dear? Bisa tidur 'kan semalam?"] tanya Yogi dalam pesan singkatnya. Menjadi penyambut pertama kala Amanda membuka mata lelahnya. "Yah, it's not too bad or too good. Tapi aku masih bisa tidur kok." dalam keadaan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, Amanda mengetikkan barisan kata yang ia kirimkan untuk Sang kekasih hati. ["Why?"] sahut cepat Yogi dalam waktu sepersekian detik. Demi mengobati rasa penasarannya karena balasan Amanda barusan. Lima menit. Sepuluh menit. Bahkan lima belas menit pun pesan singkatnya belum Manda balas juga. Membuatnya ia segera bersiap menjemput Amanda di rumah. "Lebih baik aku antar Manda berangkat kerja. Daripada ia harus berduaan lagi dengan Affandi." tekad Yogi seraya mengenakan hoodie kesayangannya. Lalu segera meraih kunci city car miliknya. Suara klakson mobil yang begitu asing di telinga namun terdengar begitu dekat dengannya, mendistraksi fokus Amanda yang tengah merapikan riasan wajahnya. Perempuan itu menyempatkan diri melongok ke arah luar jendela. Mencari tahu siapa sosok yang membunyikan klakson di depan rumahnya. Tanpa diduga, bunyi klakson mobil itu rupanya memantik rasa ingin tahu Afida. Tanpa sepengetahuan Amanda, perempuan lewat paruh baya itu memaksakan diri bangkit dari tempat tidurnya. Ia ayunkan kakinya yang masih belum cukup kuat untuk melangkah, hanya demi mengenyahkan rasa penasarannya. "Lho siapa itu? Apa mobil milik Affandi ganti lagi?" tanya Afida dalam hati. Semesta tampaknya tidak ingin membiarkan Afida terjebak dalam rasa penasaran terlalu lama. Dalam waktu sepersekian detik, sesosok pria yang berada di balik kemudi city car menampakkan batang hidungnya. "Selamat pagi, tante Afida. Gimana kondisinya, Tante?" basa basi Yogi seraya mengulurkan pergelangan tangannya yang kokoh, bersiap berjabat tangan dengan Afida. Sejenak, Afida berdiri mematung. Lobus frontalnya masih mencerna maksud kedatangan Yogi di pagi hari ini. Namun, akhirnya ia putuskan untuk membalas uluran tangan Yogi. Seiring radar netra rentanya melihat bayang kuda besi Affandi yang perlahan menuju ke rumahnya. "Oh, Alhamdulillah sehat. Kamu gimana, Nak Yogi? Outletnya rame 'kan?" balas Afida berbasa-basi. Yang kali ini membuat Amanda dan Yogi saling berpandangan. Dan kompak melipat dahi mereka. Yogi mengangguk takzim ke arah Afida seraya berucap, "atas doa restu tante, outlet Yogi sampai saat ini masih sering dikunjungi para penikmat kopi." "Selamat pagi, Amanda. Yok berangkat kerja bareng." dengan kompak dua lelaki berparas menawan itu menawari Amanda berangkat ke kantor bersama-sama. "Ehm. Gimana yah. Aku—" Amanda tidak mampu menyelesaikan ucapannya seiring suara Afida yang berusaha mengintervensi keputusan Amanda. "Udah, sama nak Affandi aja gak apa-apa. 'Kan kalian searah, sama-sama menuju ke rumah sakit yang lokasinya berdekatan," timpal Afida dengan suara lirih namun bisa didengar. "Tapi, Ma. Mas Affandi 'kan belum tentu berangkat ke kantornya. Bisa aja 'kan dia mampir ke warung kopi dulu. Yah buat mengisi energinya, Ma." sangkal halus Amanda. Menolak kemauan mamanya yang memang menempatkan Affandi daripada Yogi. Affandi yang paham akan jalinan cinta antara Manda dan Yogi yang tidak direstui, memilih mengambil sikap berbeda. Lagi-lagi pria itu memberi kesempatan Amanda untuk mengambil keputusannya sendiri. Tanpa ada campur tangan dari pihak manapun. "Biarkan Amanda memutuskan sendiri, Tante. Lagian betul apa yang dikatakan Amanda, kalau hari ini Fandi tidak langsung berangkat ke kantor. Mau mampir ke outlet kopi Yogi dulu." "Betul begitu 'kan, Yog?" Affandi menepuk bahu Yogi. Meminta lelaki yang sama tegapnya dengan dirinya mengiyakan apa yang Fandi ucapkan. "Iya, Tante. Ternyata semalam kami sudah janjian," sahut Yogi cepat seraya menaikkan satu alisnya ke arah Affandi. Amanda menghela nafasnya panjang. Lalu dengan mantap gadis itu berkata akan berangkat ke rumah sakit dengan mengemudi mobil sendiri. Deal. Tiga kawula muda itu kini sudah berada di balik kemudi kendaraannya masing-masing. Affandi dan Yogi yang berpura menuju ke tempat yang sama. Sementara Amanda yang bersiap mengarahkan kemudinya menuju ke tempat kerjanya. Jalanan di ibu kota terpantau ramai lancar. Memungkinkan Amanda segera tiba di rumah sakit dalam waktu kurang dari 30 menit. Setibanya di gedung bercat putih, seperti biasa Amanda melangkahkan kakinya menuju ke toilet. Akan tetapi, begitu kedua kaki jenjangnya menapaki bibir pintu toilet, sebuah tulisan yang sama dengan tempo kemarin kembali menyambutnya. Membuat sepasang bola matanya membulat sempurna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD