Terpaksa Menjauh?

1040 Words
Sejenak, Amanda terhenyak dengan pesan singkat yang Yogi kirim. Namun, beberapa saat kemudian, sebait barisan kata yang Yogi tulis, mendadak membuat wajah ayu Amanda semakin terlihat berbinar. Semangat yang mulanya nyaris meredup, kini mulai bersinar lagi. Bahagia sekaligus penasaran. Itulah yang saat ini Amanda rasakan. Pasalnya, sejak beberapa hari yang lalu, segala pesan teks ataupun panggilan suara receh sudah lama tidak mendarat di gawai Amanda. Pun dengan quality time yang lama tidak mereka lakukan. "Sure. Kapan, Hon?" balas cepat Amanda. Tak ingin membuat Yogi menunggu jawabannya terlalu lama. Selepas membalas pesan singkat Yogi, senyum ceria senantiasa terkembang dari bibir Amanda. Terbayang sudah gambaran indah pertemuannya nanti. ["Sore ini, sepulang kamu kerja. Kali ini, biar aku yang jemput yah."] balas Yogi seraya mengemudikan mobilnya menuju ke Rumah Sakit Lekas Sehat. "Siap, Hon. Kali ini aku bakal gercep deh. Biar kamu gak terlalu lama nunggunya," pungkas Manda sembari mulai membereskan barang bawaannya. Lepas membereskan peralatannya, Amanda menyempatkan diri membersihkan meja kerjanya. Sesaat sebelum ia melangkahkan kakinya meninggalkan pos perawat jaga bangsal. "Aku cabut duluan ya, Li. Udah ditunggu sama si Abang soalnya," pamit Amanda. Lantas bergegas mengambil langkah lebar menuju ke parkiran mobil karyawan. Seiring benda pipih berwarna hitam miliknya kembali berdering. "Tunggu sebentar ya, Hon. Aku sudah melewati lobby kok," tulis Amanda dengan langkah kaki yang terburu-buru. ["Alright, santai aja. Jalannya gak usah buru-buru. Ntar kalau keseleo ngeluh sakit terus nangis."] goda Yogi yang sontak membuat Amanda tertawa. Tak lama setelah ia berjalan, radar netra cokelatnya pun menangkap sosok Yogi yang begitu berbeda. Sesosok pria yang dengan gagahnya duduk di balik kemudi sebuah mobil sedan. Seiring Manda melangkahkan kaki menepis jarak dengan Yogi, pria yang tepat berada di seberangnya mulai melangkahkan kakinya yang kokoh dari dalam kabin sedan itu. Yogi merentangkan tangannya, bersiap menangkap raga Amanda yang menghambur d**a bidangnya. Tak lupa, ia melempar tawa ke arah Manda. Senyuman yang belakangan ini Amanda rindukan. "Apa kabar, Hon? Long time no see kita yah." sambut Manda kala sudah berada dalam pelukan Prayogi. Yogi pun semakin mengeratkan dekapannya, seiring Manda mengucap sebaris kata yang mengejawantahkan betapa dalamnya rasa rindu yang selama ini ia tahan. "Baik, Sayang. Yaudah yok, kita masuk ke mobil," ucap Yogi seraya melepaskan dekapannya. Pemuda penyuka kemeja slimfit itu dengan lembut menggandeng tangan Amanda menuju ke mobilnya yang terparkir tepat di samping kuda besi peninggalan mendiang ayah Amanda. "Pasti kamu gak enak hati ya, Hon. Karena mendadak jadi perhatian ribuan mata yang tidak sengaja melihat kita di sini," ucap Amanda tanpa melepaskan genggaman Yogi barang sedetik pun. Mendengar celetukan kekasihnya, Yogi hanya tertawa nyengir. Sambil sesekali mengusap lembut pucuk kepala Amanda yang terlindung hijab berwarna krem. Membuat Amanda mengikuti jejaknya, tersenyum bahagia. Seakan melupakan rentetan teror yang mengusik hidup Amanda. Seakan-akan tahu ada seseorang yang setia melihat polah tingkah Amanda dari balik gedung, tanpa membuang waktu, Yogi segera membuka pintu kabin mobil lalu mempersilakan Manda untuk bergabung dengannya. Pria itu dengan cekatan menyalakan mesin mobil. Lantas gegas menginjak pedal gas. Yang akan membawa kuda besi berwarna gelap itu meninggalkan pelataran parkir salah satu rumah sakit swasta yang cukup ternama di bilangan kota metropolitan. "By the way, kita mau ngomongin apa sih, Hon? Kok aku lihat sejak tadi mas memasang wajah serius banget?" ucap Amanda menghentikan keheningan di dalam mobil Yogi. Yang akan mengantarkan pasangan sejoli itu menuju ke kafe langganan. Sontak, Yogi menghadapkan wajahnya ke arah Amanda yang sama-sama menoleh ke samping. Lalu tiba-tiba menyunggingkan senyuman yang multi tafsir. Membuat Amanda mengernyitkan dahi, bingung tidak paham akan tingkah laku kekasihnya kali ini. "Jawab dong, Hon. Jangan cuma senyam senyum gak jelas begitu." Amanda mengerucutkan lengkungan kembar berlipstik natural miliknya. Sebagai tanda ia melayangkan protesnya pada kekasih hati. Demi mendengar barisan kata bernada tentangan yang meluncur bebas dari bibir Amanda, pria yang tengah mengemudikan kuda besi five seaters itu tertawa. Entahlah, ia melihat ada kelucuan pada paras Amanda ketika tengah cemberut. Pipi Amanda yang menggembung ketika tengah ngambek membuat ia mencubit gemas pipi gadis yang tiga tahun ini ia pacari. "Astaga, Mas. Kok malah ketawa sih? Emangnya ada yang lucu gitu ya? Aku tuh serius nanya. Malah ditanggapinnya begini." fix, Amanda yang hari ini moodnya memang tengah berantakan, kini mulai merajuk. Perempuan berhijab itu memulai aksi membungkam mulutnya. Membuat Yogi makin salah tingkah. Seddikit bingung menghadapi sifat musiman Amanda. "Yok. Turun. Itu, kita udah ditunggu sama mbak dan mas pelayan itu," ujar Yogi seraya mematikan mesin mobil. Lalu mengulurkan tangannya ke arah Amanda. Bersiap menggandeng punggung tangan Amanda yang halus itu menuju ke kafe. Amanda yang memang sedang ngambek, masih saja setia dengan sikap diamnya. Hanya saja, ia tetap mau digandeng oleh Yogi. Tidak keberatan berjalan bersisian dengan satu-satunya lelaki yang menghuni hatinya tiga tahun ini. "Amanda sayang, maaf ya tadi kalau sikapku buat kamu marah atau kesal. Bukan aku pelit berbicara sih, hanya saja aku hanya ingin menyampaikannya ketika sudah berada di tempat." Yogi meraih punggung tangan Amanda lalu meremas jarinya. "Memang kamu mau bilang apa sih, Hon?" akhirnya Amanda mau bersuara. Setelah selama beberapa menit seperti enggan bersuara. Yogi menghela nafasnya panjang. Mengatur nafasnya yang mulai naik turun agar lebih tenang. "It's about us, Manda. Yah, aku sedikit tahu tentang rentetan ancaman yang mengusikmu." Barisan kata yang baru saja terlisankan dari bibir Yogi, sontak membuat sepasang bola mata Amanda membulat sempurna. Perempuan itu mengernyitkan dahinya. Dari mana Yogi mengetahui masalah dirinya yang dikepung rentetan teror beberapa hari yang lalu. Kalaupun Yogi tahu, mengapa pemuda itu justru seakan-akan menjauhi Amanda? Dan malah terkesan mempersilakan Affandi mendekati kupu-kupunya. "Maksud kamu apa, Hon?" selidik Manda yang kini mengangkat wajahnya, menyamakan posisinya dengan Yogi pada satu garis lurus. Yogi pun mulai memperlihatkan bahasa tubuh yang ditangkap lobus frontal Amanda begitu berbeda. Helaan nafas panjang yang biasanya tiada Manda tangkap, kini justru berseliweran dalam indera pendengarannya. Membuat Amanda semakin bertanya-tanya, ada apa sebenarnya dengan Sang Kekasih. Lagi, Entah untuk kesekian kalinya, Yogi memohon samudra maaf dari Amanda. Lelaki itu mengakui jika sebenarnya ia cukup paham akan ancaman yang menghantui Amanda. Oleh karena itu, dengan berat hati ia bersikap seolah-olah menjaga jarak dengan Amanda. Sekalipun antara hati dan pikirannya bertengkar dengan hebat, menentang keputusan yang ia ambil. "Maafkan aku, Honi. Aku terpaksa menjauhimu karena aku tidak ingin kamu mengalami sesuatu yang buruk, Manda sayang," tukas Yogi yang sedetik kemudian mengukir mendung di wajah ayu Amanda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD