Pot Bunga Itu

1028 Words
“Lho kamu mau ke mana, Nak? Kok pagi-pagi udah rapi aja.” Reaksi Afida kala melihat putrinya berpenampilan rapi. Padahal setahu ibu satu putra itu, hari ini Manda libur kerja. “Mau ke Teduh coffee shop, Ma. Me time sebentar, daripada ntar di rumah bukannya istirahat malah berdebat sepanjang hari dengan mama,” jawab lugas Manda, yang masih menaruh rasa kesal pada mama tercintanya. Tak pelak, ucapan Manda yang terdengar ketus itu membuat Afida meradang. Wanita berusia lima dekade itu pun bersiap mengomel. Akan tetapi, kala ia baru saja membuka mulutnya, Amanda sudah kembali menyindirnya. Dengan entengnya, gadis perawat itu berujar, “Tuh ‘kan. Baru aja diomongin, udah mau mulai lagi.” Skak mat. Afida terpaksa menelan salivanya. Ia menghela nafas panjang. Berusaha sabar menghadapi Amanda yang menurutnya telah berubah sikap. Terlebih lagi semenjak rencana perjodohan itu digaungkan di rumah sakit. Rasa-rasanya hampir setiap hari Amanda berbicara padanya dengan nada ketus. Terkadang justru tidak saling mengobrol. “Mama kangen dengan kamu yang dahulu, Nak,” gumam lirih Afida seraya menatap punggung Amanda yang semakin lama bergerak menjauh dari penglihatannya. Sementara Afida yang masih betah meratapi tindak tandhuk Amanda yang berubah, lain halnya dengan Sang Putri. Di tempat terpisah, terlihat Amanda tengah berbicara serius dengan Yogi. Setelah beberapa waktu sebelumnya terlihat masih bercengkrama dengan Yogi and the geng. "Jadi sebenarnya maksud kamu apa, Hon? Mengatakan jika apa yang mamaku katakan benar adanya. Lalu ketika aku tanya tentang isi pembicaraan kalian, kenapa diam saja?" tanya Manda seraya menatap Yogi. Jujur, ia begitu kesal dengan Yogi yang tidak langsung menjawab pertanyaannya semalam. Apa susahnya bilang perkataan Afida di kafe senja itu. Toh bukankah Yogi sudah hafal betul dengan karakteristik Amanda. Yang tidak akan menelan bulat-bulat informasi yang diterima. "Maaf, aku semalam down dengan omongan mama yang tidak akan memberi restu pada hubungan kita ini." Suara helaan nafas panjang pun mampu tertangkap oleh indera pendengaran Amanda. Menandakan ada hal yang menyesakkan d**a lelaki yang selama ini mendampinginya. Menjeda rangkaian kata selanjutnya yang bisa saja meninggalkan luka perih di sana. "Aku sepenuhnya paham dengan maksud tante Afida, Man. Bahwa ia ingin putrinya hidup bahagia. Dan bahagia itu bisa terlihat ketika kamu tidak ada di sisiku." Yogi memalingkan wajahnya dari Amanda. Sungguh, lelaki itu tidak sanggup melihat buliran bening yang keluar dari pelupuk mata Amanda. "Jadi, menurutmu aku gak bahagia sama kamu ya? Kalau memang gak bahagia, buat apa aku bertahan hingga tiga tahun lamanya." dalih Manda, melemahkan pernyataan Fida yang diam-diam telah merasuki benak Yogi. Lagi. Sejenak lobus frontal Yogi memikirkan baris kata yang keluar dari bibir Amanda. Yah, sepertinya dia terlalu panik dengan perkataan Fida. Bisa saja 'kan yang sebenarnya tidak bahagia itu Afida. Karena tolok ukur kebahagiaan mereka begitu berbeda, layaknya langit dan bumi. "Bukan begitu Amanda, Sayang." Yogi mengulurkan tangannya ke arah wajah Amanda, menghapus linangan air mata Manda yang membasahi pipi halusnya. Haru. Bahagia. Bayangan kata putus yang bisa saja akan Manda dengar dari bibir Yogi nyatanya tidak terbukti. Menuntun ia menumpahkan air mata kebahagiaan. "Thanks for strengthening me, Babe,!" lirih Yogi seraya menarik pucuk kepala Manda ke dalam pelukannya. "Yang sabar dan semangat ya, Babe. Jalan kita masih terlalu panjang. Masih terlalu dini untuk kita menyerah pada keadaan." Amanda menasehati diri sendiri dan juga mengingatkan Yogi pada satu waktu. Yogi mengiyakan Amanda. Jalan ini masih panjang. Bahkan bisa dibilang, it's the beginning of the love's struggle. Pada saat yang sama, seorang perempuan lewat paruh baya tidak sengaja lewat di depan tenda minuman itu. Ia yang biasanya jarang melirik ke kanan dan kiri, kali ini sikapnya berbeda. Entah mengapa, ada semacam dorongan hati untuk menolehkan wajahnya ke arah kiri. Sontak, dua bola matanya membulat sempurna di kala radar indera penglihatan matanya melihat momen yang tidak ia inginkan. "Apa? Itu 'kan Yogi dengan Amanda. Gak salah nih aku? Bukannya kemarin mereka sempat saling cuek? Lantas kenapa sekarang jadi seperti ini?" Lita mengucek netra beningnya. Memastikan tidak ada yang salah dengan penglihatannya. Seketika, wanita yang tahun ini berkepala lima ini menutup mulutnya. Terhenyak akan peristiwa yang terjadi di depannya. "Berarti usaha Felya kemarin bisa dikatakan gagal dong. Sialan! Emang gak bisa diandalkan tuh cewek bayaran!" kesal Lita yang menyadari upaya pertamanya untuk menghancurkan hubungan Manda gagal total. Bahkan bisa dilihat, jalinan cinta antara putranya dengan Manda justru tampak lebih solid. Tidak tahan berlama-lama melihat adegan yang membuat hati semakin panas, Lita segera melangkahkan kakinya menjauh dari Teduh Coffee Shop. Menghindari jika Yogi melihat ia berdiri menatap nanar ke arah mereka. Akan tetapi, nahas. Baru saja Lita melangkahkan kakinya, tak sengaja kakinya yang jenjang menendang pot bunga dengan keras. Menuntunnya untuk mengaduh. "Hon, kamu dengar gak suara orang yang mengaduh kesakitan?" Manda yang tengah menikmati dekapan Yogi seketika melonggarkan pelukan itu. Perempuan itu sontak menoleh ke arah sumber suara. "Iya, aku dengar tadi. Kita lihat saja ke sana yuk." usul Yogi yang kemudian diiyakan Amanda. Pasangan sejoli itu pun melangkahkan kakinya menuju ke tempat yang diyakini sebagai sumber suara tadi. Akan tetapi, kali ini Dewi Fortuna belum lah memihak mereka. Sesampainya di tempat yang dituju, netra hazelnya Manda dan Yogi tidak mendapati seorang pun di sana. "Hon, coba deh kamu ke sini," ucap Manda yang melayangkan pandangannya ke penjuru luar coffee shop itu. Berharap menemukan jawaban dari rasa penasarannya. "Perhatiin deh posisi potnya! Tadi aku lihat potnya berdiri tegak loh. Tapi sekarang jadi miring ke kiri begini," lanjut Amanda yang masih diliputi rasa ingin tahu. Ucapan Amanda akhirnya menggiring Yogi untuk menghampiri pot bunga kesayangan Amanda itu. Sejenak, lelaki itu memperhatikan sesuatu yang cukup remeh namun Amanda permasalahkan. "Oh ini (berubahnya posisi pot) mah karena mungkin tadi ada orang yang terantuk. Nah, orang itu spontan jadiin benda ini sebagai pegangan. Tapi gak kuat," urai Yogi panjang lebar. "Udahlah, Beb. Kita masuk aja dulu. Jangan terlalu dipikirin yah. Bisa aja itu orang lewat gak sengaja nyenggol." bujuk Yogi seraya meyakinkan Manda kejadian barusan memang wajar terjadi. Sama sekali tidak ada upaya sabotase. "Yakin?" sahut cepat Manda seraya menatap Yogi. Meragukan apa yang Yogi ucapkan. Karena jauh di dalam hatinya ia begitu yakin ada seseorang yang sengaja melakukannya. Yogi mengangguk mantap. Pria itu menuntun Amanda masuk ke dalam outletnya. Tanpa tahu menyadari ada sesosok perempuan yang masih memantau pergerakan pasangan sejoli itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD