“Dia itu Hakim Ketua di PTN. Pas Kakak magang, sempet datang ke PN buat tugas pengawasannya.”
Elea semakin khawatir, hubungannya dan Reynaldi baru saja dimulai. Tapi berpotensi hancur karena keberadaan Gardea dimana-mana dengan kekuasaannya.
“Kakak penggemar berat beliau sih, sekarang aja ambil kekhususan pidana biar ikuti jejak beliau.”
Ditambah lagi Gardea adalah role model Reynaldi, sang kekasih menceritakan berbagai pencapaian suami Elea. Di usianya yang baru menginjak 38 tahun, Gardea sudah menjadi Hakim Ketua di Pengadilan tingkat Banding.
“Sayang, kamu kenapa diem aja sih?”
“Gak papa, Kak. Cuma keinget sama orangtua aja.”
“Nanti deh, Kakak bakalan lebih percaya diri kalau udah punya kerja. Nanti Kakak jadi pede menghadap orangtua kamunya,” ucap Reynaldi yang membuat Elea terkekeh.
Pria itu menurunkan Elea di dekat belokan rumah Elea. Reynaldi merentangkan tangannya dulu sebelum membiarkan Elea keluar. “Kakak hati-hati dijalannya ya.”
“Kakak pastiin kamu masuk gerbang dulu, nanti pulang.”
Elea menelan salivanya kasar. “Pulang dulu ya, makasih buat hari ini.” Terpaksa Elea berjalan menuju rumahnya. Dia masuk ke dalam gerbang dan bersembunyi di dekat pohon menunggu sampai Reynaldi pergi.
“Elea?”
Oh sial, sang Mama malah mendapatinya berada disini. Elea berbalik sambil tersenyum. “Mama… kangen…”
“Kamu ngapain disini? kan Mama udah bilang kalau kamu jangan pulang kesini minimal sampai satu bulan!”
“Nanti Elea dijemput sama suami kesini,” ucap Elea refleks melindungi dirinya.
Yang langsung membuat Zahra langsung tersenyum. “Iyakah? Mau makan malam disini juga?”
Elea mengangguk.
“Kenapa gak bilang dari tadi? Yaudah kamu masuk sana. Mandi dulu juga. Suami mau datang, harus cantik. Haduhhh, Mama kesel deh sama kamu. Kan Mama belum masak.” Menarik tangan sang anak untuk masuk ke rumah.
Dandi sendiri kaget mendapati keberadaan sang anak, hendak marah tapi Zahra lebih dulu berucap, “Pak Gardea mau datang katanya, Pah. Elea sama dia mau makan malam disini.”
“Iya? Kok gak bilang-bilang sih, El?”
“Mendadak, Pah. Tadi kesini sama temen.”
“Sana kamu mandi dulu, dandan yang cantik.”
Elea teringat janjinya pada kedua orangtua sebelum mengikatkan janji suci. “Elea janji akan jadi istri yang baik dan mengabdi pada suami. Makannya Papah jangan banyak pikiran, sembuh aja. Elea udah lakuin apa yang Papah mau, jadi stop merasa berhutang sama orang itu.”
Namun pada kenyataannya, Elea bahkan tidak mau bersentuhan dengan Gardea. Tapi demi menjaga nama baiknya di depan keluarga, Elea menghubungi sang suami begitu dia ada di dalam kamar.
“Hallo, Cantik?”
Mendengarnya saja membuat Elea ingin muntah. “Kesini, jemput saya dirumah orangtua. Mereka tahunya anda akan makan malam disini bersama saya.”
“Kenapa kamu tiba-tiba disana? Pacar kamu gak anterin kamu ke rumah suami kamu?”
Elea memejamkan matanya menahan kesal.
“Saya udah gak marahin pacar kamu tadi, sekarang harus sandiwara depan orangtua kamu. Saya dapat apa nanti?”
Benar-benar menyebalkan. Dengan penuh ketenangan, Elea berucap, “Makannya cepat datang kesini, kita negoisasikan apa yang anda inginkan.”
Kekehan Gardea membuat Elea merinding. “Saya kesana sekarang.”
Elea membersihkan diri sebelum turun ke lantai bawah. Tahu-tahu Gardea sudah datang saja, pria itu tengah berbicara dengan Papahnya. “Terima kasih untuk semuanya,” ucap Dandi.
Elea benar-benar tidak suka, kedua orangtuanya menganggap Gardea itu penolong hidup mereka. memang apasih yang dilakukan oleh pria itu?
“Elea, bantu Mama siapin makan malamnya.”
Elea menurut, membantu menyiapkan makan malam. Geli sendiri ketika menndengar pujian dari Gardea. Sampai-sampai membuat Zahra tertawa, “Aduhh. Elea aslinya gak bisa masak, Cuma bisa bantu gini saja. pasti dirumah juga jarang masak ya?”
“Saya gak izinin juga kalau Elea mau masak, khawatir dia terluka.”
“Tuh, kamu harus bersyukur punya suami yang nggak nuntut kamu.”
Elea tidak menjawab, lebih banyak diam ketika makan malam juga. Gardea sendiri banyak bicara dengan Dandi, memberikan masukan terkait usaha Dandi yang sedang menurun.
“Lain kali ajak Shakira kesini ya. sayang sekali hari ini dia sedang less, padahal mau banget ketemu sama itu anak.”
“Nanti saya minta dia datang kesini.”
“Nah bagus itu, Mama kepengen ketemu cucu perempuan Mama.”
Hingga hujan deras tiba-tiba melanda disertai angin dan petir. Khawatir perjalanan pulang anaknya terhambat, Dandi memeriksa laporan dulu. “Udah Papah duga, jalan utamanya banjir lagi. Kalian nginep aja disini ya. Pulang besok pagi. Gak papa?”
“Gak papa. Besok acara kamu juga siang kan, El?” Tanya Gardea sambil merangkul sang istri.
Elea mengepalkan tangan, berani sekali pria ini mengambil kesempatan. “I… iya, gak papa tidur disini aja.”
***
“Jangan sentuh saya bisa?! Anda harus tahu diri.”
“Jangan teriak-teriak, nanti orangtua kamu dengar.”
“Peredam suaranya udah diperbaiki, mereka gak akan dengar,” ucap Elea dengan kesal. “Jangan ambil kesempatan dengan sentuh saya seperti itu.” Telunjuknya terangkat tepat di depan wajah Gardea.
“Kapan lagi saya bisa sentuh perempuan yang saya sukai? Kalau ada kesempatan, kenapa enggak?” Pria itu berjalan begitu saja melewati Elea dan membuka jasnya. “Ngaku aja, kamu panas dingin kan disentuh sama saya?”
“Gak tau malu,” ucap Elea menahan napasnya kesal. “Kenapa buka baju?”
“Saya belum mandi, Elea. Gerah ini. Nanti kita ngobrol kalau saya udah mandi ya. Kamu jangan marah-marah mulu, nanti darah tinggi terus mati duluan. Saya gak mau jadi duda lagi.”
Elea sampai tidak bisa berkata-kata. Mana bukti perkataan Reynaldi kalau Gardea ini sosok pria yang sangat disegani dan penuh karisma? Nyatanya semua perkataan Gardea menyebalkan, bahkan terkesan tidak tahu malu.
Tok! Tok! Tok! “El, buka pintunya.”
Itu sang Mama. “Kenapa, Ma?”
“Ini baju buat suami kamu. Dia lagi mandi ‘kan?”
“Punya siapa ini, Ma?”
“Beli baru, Mama udah jaga-jaga kalau kalian nginep disini.” Senyuman sang Mama yang aneh membuat Elea heran juga. “Kamu sama Gardea….. udah proses bikin anak?”
BRAK! Elea langsung menutup pintu, pipinya memerah antara marah dan malu.
“Jangan malu, El. Mama juga mau punya cucu. Lagian kamu pasti gak tahan lihat suami modelan Gardea yang kayak gitu.”
“Modelan gimana sih? yang ada nyebelin, cerewed mana m***m lagi.” Elea mendumal sendiri sampai pintu kamar mandi terbuka. Elea refleks menoleh dan kaget dengan Gardea yang keluar dengan handuk melilit saja di pinggangnya.
Seketika Elea memalingkan wajah dan melemparkan baju ke atas ranjang. “Itu bajunya. Saya tunggu di balkon buat ngobrol.”
“Kenapa gak nunggu disini aja? Takut kegoda ya?”
Elea tidak menjawab dan duduk di bangku yang ada di balkon. Sayangnya, dia bisa melihat bayangan Gardea dari sana. Tubuh pria itu besar, ototnya tercetak dengan sempurna. Gardea tidak tampak seperti pria berusia 38 tahun. Masih kekar dan liat. Dan Elea tidak sepolos itu, otaknya terkontaminasi oleh rasa penasaran hingga sempat melihat hal-hal yang merusak otaknya.
“Sial,” umpat Elea membenci pikirannya sendiri.
“Jangan melamun, nanti ditoel kuntilanak loh.”
Sungguh, tidak ada wibawanya sekali dimata Elea.
“Malah bengong? Terpesona ya? saya emang tampan sih, udah sadar dari orok juga.”
Elea berdehem dan memalingkan wajah sesaat. “Ih, kenapa duduk disini?”
“Sofanya Cuma satu, kamu gak berharap saya melayang disana ‘kan?”
Ingin marah tapi lelah, lagian ada yang ingin Elea bicarakan. “Gak usah nempel-nempel.”
“Susah, Elea. Sofanya kecil.” Gardea senang saja bahunya bersentuhan dengan sikecil.
“Saya tidak mau anda ikut campur kehidupan pribadi saya, saya juga gak mau orang tahu kalau kita ini suami istri. Apalagi orangtua, mereka hanya boleh melihat kita rukun.”
“Um, itu cukup aneh untuk seorang suami istri. Makannya saya juga ajukan tiga hal sama kamu. Pertama, saya mau kita tidur sekamar, kedua saya mau kamu perlakukan Shakira dengan baik, dan yang ketiga saya mau kecupan tiap pagi biar semangat kerja.”
Elea langsung menatap tajam pada Gardea.
“Kalau kamu tidak mau, sia-sia saya menjaga nama baik kamu ‘kan? bahkan saya gak marahin pacar kamu.”
Tapi takluk dengan kalimat itu.
“Anda gak punya hati ya? Udah nyiksa saya dengan pernikahan, sekarang minta hal tersebut.”
“Karena saya punya hati, makannya saya lakuin ini, Elea. Karena saya mencintai kamu.”
Posisi Gardea yang berdekatan itu membuat Elea bisa merasakan hembusan napas pria itu. Matanya yang tajam cukup menakutkan jika ditatapn terlalu lama.
“Apa yang membuat orangtua saya merasa sangat tertolong oleh anda?”
Gardea memundurkan wajahnya. “Karena saya sangat mencintai anaknya, bahkan sejak dia lahir ke dunia.”
“Gak normal! Dasar p*****l!”
Gardea malah tertawa dan menahan tangan Elea ketika dia hendak berdiri. “Kamu masih punya hutang buat pijit saya tiap malam loh. Itu bagian duit.”
“Jangan sentuh saya! Aaaa! Turunin!”
Semakin berani dengan menggendong Elea layaknya karung dan membantingnya di ranjang. Elea panic ketika pria itu membuka bajunya. “Pijtin ya, Sayang.”
JDERRR!
“Aaaa!” Elea yang hendak menendang Gardea itu malah memeluk sang suami karena takut.
Pria itu langsung tersenyum. “Yaudah malam ini gak usah pijet. Peluk aja semalaman kayak gini.”
“Lepasin ih! Aaa!” kembali kaget dengan suara petir.
Biasanya jika hujan mulai turun, Elea akan sigap memakai headset dan mendengarkan lagu kesukaanya. Namun sekarang sudah terlanjur seperti ini.
“Yaudah, gak papa kalau sekarang gak bisa mijit. Tapi besok jadi ya.”
Elea diam saja, dia benar-benar tidak suka petir. Dan Gardea yang paham itu menutup telinga Elea dengan salah satu telapak tangannya. Awalnya perempuan itu hendak berontak, tapi Gardea menahannya. “Tidur, besok hari yang panjang buat kamu. Saya gak akan apa-apain kamu. Kalau mau marah-marah, besok aja. Lagian disini gak ada headset kan?”
Tunggu, darimana Gardea tahu kebiasaannya? “Janji ya? jangan apa-apain saya.”
Haduhhh! Gardea ingin sekali memakannya, Elea sangat menggemaskan. “Iya. Tidur ya, Sayang. I Love You.”
Elea mendengar itu, tapi pura-pura tidak mendengar saja. dia terlalu ngantuk. “Sepakat ya… jangan ganggu kehidupan saya….,” ucapnya mulai memejamkan mata.
Gardea menatap bagaimana sang istri mulai terlelap. “Kita lihat seberapa besar pertahanan kamu. Masa iya gak oleg sama pria matang kayak saya? Udah ganteng, gak kere lagi kayak pacar kamu.”
Menghela napasnya sendiri, Gardea sadar dirinya semakin tidak terkendali dan tidak bisa menghalau rasa cintanya lagi. “Gak papa, demi dapetin hati sikecil.” Tidak lupa mencium kening sang istri sebelum ikut terlelap. “Rezeki banget bisa meluk.”