Setelah Gardea terbatuk-batuk, Elea langsung menjaga jarak dan mengusap kasar bibirnya. “Iyuhhhh,” ucapnya menghapus jejak rasa jijik. “Bibi yang urus sisanya ah.” Menyuruh pelayan melakukan tugasnya.
Gardea dibopong oleh para satpam menuju kemarnya. Begitu Gardea sampai ke kamar, dia langsung minta diturunkan dan mengganti pakaiannya sendiri. “Kalian nanti keluar, terus bilang kalau saya udah sadar ya.”
“Baik, Pak. Bapak mau dibawakan minum?”
“Boleh, tapi nanti lihat situasi. Jangan sampai ganggu saya dan Elea.” Gardea naik ke atas ranjang dan memposisikan diri layaknya orang yang sakit. Para pelayan dan satpam keluar, salah satunya memberitahu Elea kalau Gardea sudah bisa ditemui.
Elea bingung, dia tidak mau bertemu Gardea setelah pria itu mencui ciuman pertamanya. Namun, dia butuh uang untuk membayar DP makanan yang akan disajikan saat kajian nanti. “Hiks… bibir gue gak perawan lagi gara-gara itu aki.”
Akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamar Gardea yang ada di sebelah kanan, mengetuk pintu sampai mendengar suara dari dalam. “Saya kira pelayan.”
“Anda berharap saya pelayan?”
“Saya butuh minum, El. Sini masuk.”
Perempuan itu menutup pintu dengan ketus, dia berdiri di atas karpet sambil memandang datar Gardea. “Saya istri anda, jadi kehidupan saya adalah tanggung jawab anda. Saya butuh uang.”
Gardea menahan diri untuk tidak tertawa. “Duduk dulu, mana ada hubungan suami istri kaku kayak gini.”
“Gak, saya nyaman berdiri disini.”
“Saya terluka gara-gara kamu loh.”
“Salah sendiri gendong saya!”
“Hushh, jangan teriak-teriak. Pamali nanti ada yang ngikutin.”
Elea memutar bola mata malas. “Mana kartu ATM sama kreditnya?”
“Duduk dulu. Saya mau ngobrol sama kamu.”
Ini tidak akan selesai, jadi Elea menurut saja. Dia duduk di ujung ranjang, di dekat kaki Gardea. Mana mau dia berdekatan dengan pria itu.
“El, duduknya deketan.”
“Gak, saya alergi pria tua.”
“Hahahahaha!” Gardea tertawa lepas. Membuat Elea bingung! Kenapa pria ini tidak tersindir sama sekali?! “Karena saya juga mau untung, saya minta syarat ke kamu kalau mau jatah bulanan.”
Elea sudah siap mengeluarkan argumennya kalau pria ini minta macam-macam.
“Nanti saya kasih kamu jatah bulanan unlimited, dengan syarat kamu harus pijet saya tiap malam ya?”
“Kenapa gak suruh oranglain aja?”
“Ya kalau gitumah, oranglain yang dapet uangnya. Kamu gak masalah?”
Elea mengepalkan tangannya kesal. Ponselnya bergetar, itu pesan dari Septiani yang mendesaknya mengirim uang. “Okee! Mana uangnya?!”
Gardea mengeluarkan kartu itu dari laci nakas. “Mana ponsel kamu? biar saya daftarin ke internet banking.”
Elea memberikan ponselnya tanpa basa basi.
“Loh? Ini gimana polanya?”
“Ck!” yang membuat Elea mendekat dan.. “Itu gak dikunci juga!”
“Udah disini duduknya, jangan jauh-jauh.”
“Jangan sentuh saya!”
PLAK! “Aduh, saya dipukul,” gumam Gardea mengibaskan tangannya yang terasa sakit. “Ganas banget sih. Imut tahu.”
“Cepetan!”
“Iya sabar, kalau jadi perempuan sadar nanti disayang saya. Emang gak mau?”
“Hoeekkk!”
“Hahahahaha!” Gardea malah menikmati moment ini. Dia mendaftarkan Internet Banking ke ponsel Elea. Dan kesempatan untuk Gardea karena sekarang sang istri duduk di dekatnya, Gardea bisa melihat wajah cantik Elea dari jarak yang dekat.
Sampai senyuman Gardea hilang tatkala melihat pesan dari nama kontak *Kak Rey Sayang.* dengan emoticon Love disana.
Elea langsung merebut ponsel begitu selesai. Ada rasa takut pada perempuan itu, bagaimana jika Gardea melaporkan hal ini pada orangtuanya?
“Pacar kamu?”
“Bukan urusan anda,” ucap Elea hendak beranjak.
Namun Gardea menahan tangan perempuan itu dan membantingnya ke ranjang hingga Elea memekik. Gardea mengukung sang istri, dengan kedua tangannya yang dikunci. Elea takut sekarang, apalagi dengan tatapan tajamnya. “Dia siapa? Pacar kamu?”
Dengan mata berkaca-kaca, Elea menjawab, “Iya, dia pria yang membuat saya bahagia. Dia pria yang saya inginkan, bukan anda.”
Elea sudah siap dengan amarah Gardea ini, dia sudah menyiapkan banyak kalimat argument dalam otaknya. Sampai… “Hehehehe, kasihan banget pacar kamu. Belum sebulan juga nanti bakalan kamu putusin.”
“Gak akan!”
“Iyalah, mana tahan kamu lihat pesona saya,” ucapnya dengan wajah serius, mendekat pada Elea hingga jarak mereka hanya tinggal beberapa centi. “Lihat betul-betul, saya itu tampan, Elea. Mana punya banyak duit, pacar kamu pasti masih dijajanin orangtuanya ya?”
Elea tidak bisa berkutik tatkala mata tajam Gardea seolah menghipnotisnya.
Ceklek! “Ya ampun. Maaf, Bu.”
CUP. Gardea mencuri kecupan di sudut bibir Elea. Satu detik kemudian, terdengar suara teriakan Elea sambil mengeluarkan kata-kata tajamnya. “Karena sekarang gak bisa mijet, maka itu sebagai gantinya ya? Terima kasih udah nolongin saya tadi.” Gardea melepaskan tangan Elea dan membiarkan sang istri terus mengatakan kata-kata tajam disertai pukulan kecil.
Shakira yang sedang mencoba tidur itu hanya mampu menggelengkan kepala. “Disuruh deketin secara elegant, malah ugal-ugalan itu aki-aki.”
***
Meskipun kepala Gardea terluka, tapi senyuman tidak luntur dari wajahnya. Semalam dia bisa merasakan manisnya bibir sang istri.
“Senyum terossss, tar bibirnya robek loh, Yah.”
“Kamu mah gak tahu apa yang terjadi semalam.”
“Tahu, Kira belum tidur juga. Eh, tuh Mama datang, Yah. Tuh lihat!”
Gardea berdehem dan membenarkan letak duduknya. “Sarapan dulu.”
“Gak, saya buru-buru.”
“Saya yang anterin kamu, Elea.”
“Saya bisa sendiri.”
“Oke, uangnya kalau gitu saya ambil lagi.”
Elea berhenti melangkah dan langsung menoleh pada Gardea dengan tatapan kesalnya. “Makan dulu,” ucap Gardea dengan tatapan yang lembut.
Tidak mau mencari masalah, Elea datang. Tapi dia duduk di ujung bangku hingga berjauhan dengan Gardea dan Shakira. Dua orang itu memaklumi dan membiarkan Elea makan disana dengan keheningan, sementara Gardea dan Shakira terus bercanda sepanjang sarapan. “Kira berangkat duluan ya.” mengecup pipi sang Ayah sebelum mendatangi Elea.
“Gak usah, langsung pergi aja sana.”
“Ih, mau ngasih tips buat Mama.” anak itu berbisik, “Ayah emang nyebelin, makannya Mama puas-puasin aja duitnya, Ma. jangan kasih ampun.” Dan… CUP. “Asyik bisa kecup Mama.””
Elea menatap tidak percaya, kenapa anak dan Ayah itu sama-sama menyebalkan? Jadi sepanjang perjalanan ke kampus, Elea hanya diam dan memalingkan wajah disaat Gardea terus bicara. “Apa gak pegel itu leher? Lihat kesini aja, El. Saya belum cukuran, jadi kamu gak akan terpesona terlalu dalam kok.”
“Dih.” Elea sampai merinding. “Anda tahu diri, tahu batasan ya. Apa yang anda lakukan semalam itu pelecehan.”
“Kamu duluan yang cium bibir saya.”
“Saya menyelamatkan anda ketika anda diambang kematian.”
“Emang kewajiban kamu, kan kamu yang bikin saya terluka.”
“Ihhhh bisa gak sih kalau saya lagi ngobrol itu gak jawab?”
“Kan punya mulut, El. Masa iya saya harus membisu.”
Elea sakit kepala jika terus bicara dengan Gardea. “I Love you, El.”
“Ihhh jijik tau!” Elea menutup telinganya sendiri. “Nanti gak usah jemput. Bisa berangkat dan pulang sendiri juga.” Keluar dari mobil dan membanting pintu.
“Kak Rey!” teriak Elea ketika melihat kekasihnya di parkiran, perempuan itu berlari dan langsung memeluk Reynaldi dengan erat. Rasa bersalah menyelimuti ketika ingat dirinya berciuman dengan Gardea. “Kangen banget.”
Sementara itu, Gardea menatap kebersamaan dua sejoli itu dengan tajam, amarahnya membakar, hatinya tidak terima Elea seperti itu. Tapi Gardea hanya bisa menghela napas dalam. “Saya akan dapatkan hati kamu meskipun harus ugal-ugalan dan menurunkan harga diri.”
****
Bukan Pengadilan Negeri lagi, Gardea adalah Hakim Pengadilan Tinggi Negeri. PTN khususnya mengadili perkara banding yang diajukan dari putusan PN di wilayah hukum setempat. Selain itu, PTN juga memiliki yurisdiksi atas beberapa perkara perdata dan pidana tertentu yang diajukan langsung ke PTN, termasuk perkara-perkara dengan nilai gugatan tertentu dan perkara-perkara yang memiliki aspek hukum yang kompleks.
Wewenang Gardea meliputi aspek pengelolaan, pengawasan, dan administrasi pengadilan di PTN secara menyeluruh. Gardea tidak secara langsung memutuskan perkara-perkara individu, tetapi lebih fokus pada tugas administratif, manajerial, dan koordinasi pengadilan. Namun tidak menutup kemungkinan untuknya menjadi Hakim Ketua Panel dalam sebuah perkara apabila diperlukan.
“Selamat Pagi, Pak. Jadwal hari ini sudah saya kirimkan.” Sang asisten pribadi Gardea datang menyambutnya.
“Hari ini kita kedatangan Mahkamah Agung bukan?”
“Betul, Pak. Jadwalnya nanti siang. Hari ini ada dua persidangan.”
“Kosongkan jadwal saya besok untuk bertemu dengan kapolres.”
“Baik, Bapak.”
Gardea memasuki ruangannya, sejenak dia terdiam dulu untuk memandang foto mendiang istrinya. “Susah banget dapetin dia, Ashila. Tapi dia tuh lucu banget. Imut pengen aku gigit.” Tersenyum sendiri mengingat tingkah Elea yang berusaha mendorongnya pergi.
Sampai sang asisten pribadi Gardea datang dan memberikan surat dari Fakultas Hukum Universitas Thribhuana yang berisikan surat izin melakukan kunjungan. Senyuman Gardea langsung terbit, Elea pasti akan datang. Dan dia harus memperlihatkan sisi kehebatannya.
“Perkara untuk hari kamis depan, saya yang akan menjadi Hakim Ketua Panel.”
“Iya, Pak?” memastikan lagi.
“Saya yang akan memimpin. Ah iya, besok juga kosongkan jadwal saya untuk bercukur. Kamu bikin jadwalnya.”
“Ba-baik, Bapak.”
Gardea semangat untuk membuat Elea terpesona.
***
Sementara itu, Elea semakin disibukan untuk acara besok siang. Akan ada kajian di Fakultas Hukum, belum lagi Elea merencanakan adanya pameran kampus karena berhasil membujuk Dekan Fakultas Hukum. Saking sibuknya, Elea sendiri pulang sore karena ikut mempersiapkan acara.
“El, udah deh. Kita cabut dulu. semuanya udah beres ‘kan?”
Elea menngangguk. “Thanks ya, Guys.”
“Ciee yang mau jalan sama pacar. Udah ditungguin sama Kak Rey tuh di depan.”
Senyuman Elea terbit, pacarnya sudah ada di depan ternyata. “Jangan ganggu gue.”
Keluar dari ruangan dan langsung disambut Reynaldi yang merentangkan tangannya. Elea memeluknya erat. “Mau makan dimana hari ini?”
“Kakak gak sibuk emangnya?”
“Udah tinggal nyusun skripsi doang. Sibuknya nata masa depan sih sama kamu.”
“Dihh gombal. Aku lagi kepengen makan ayam, Kak. Yuk?”
Bergandengan tangan menuju parkiran, Elea melihat adanya mobil Gardea di depan sana. Namun dia sengaja mematikan ponselnya supaya pria tua itu tidak mengganggu.
“Kenapa?” tanya Reynaldi ketika Elea hanya diam terus.
“Nggak papa, Kak.”
“Nanti Kakak anterin kamu sampe rumah kamu ya.”
“Orangtua aku strich kalau masalah pacaran, Kak. Jadi….”
“Gak papa, nanti Kakak turunin dari jauh aja. oke?”
Elea mengangguk saja. Dia sedang ingin menghabiskan waktu berdua dengan Reynaldi dan tidak mempedulikan apapun. Mobil yang dikendarai Reynaldi itu keluar dari area parkir. Dikarenakan cuaca hujan dan keadaan Reynaldi yang sedang tidak vit, pria itu tidak pas memperhitungkan jarak hingga menggores mobil Gardea.
Elea membulatkan matanya.
“Duh, pasti berbekas ini,” ucap Reynaldi membuka sabuk pengamannya.
“Kakak mau kemana?”
“Pemiliknya pasti keluar, Kakak mau tanggung jawab dulu,” ucap Reynaldi keluar dengan menggunakan payung.
Elea dengan cepat mengaktifkan ponselnya. Pesan dan panggilan tidak terjawab memenuhi notifikasi. Agak panic ketika Gardea keluar dari mobilnya juga.
ME: Please, jangan marahi dia.
Gardea yang hendak bicara dengan Reynaldi itu menahan diri dan membaca pesan dulu, baru sadar kalau istrinya ada di dalam mobil oorang lain.
“Pak? Maaf saya menggores mobilnya. Saya ganti rugi ya, Pak.”
“Diem dulu kamu,” ucap Garde mengetik pesan.
Kakek: Apa yang saya dapat kalau saya gak marahin dia?
Karena Elea panic, maka dia menjawab….. ME: Akan saya lakukan apapun yang anda inginkan.
Sakit hati sih karena istrinya mampu berkorban sejauh ini untuk orang lain. Namun, Gardea akan memanfaatkan moment ini.
“Pak Gardea ya?”
“Kamu kenal saya?” Tanya Gardea kini focus pada kekasih istrinya.
“Saya Reynaldi, kebetulan saya magang di PN. Dulu saya lihat Bapak datang ke PN. Bapak Hakim Ketua di PTN ‘kan?”
“Ohhh… anak magang,” ucap Gardea sambil tersenyum. Bukan tingkat PTN, tapi PN.
“Betul, Pak. Maaf terkait goresan di mobilnya, saya akan ganti rugi.”