Suara pengumuman terdengar, hal itu sontak saja membuat para anggota baru menoleh ke sumber suara. Waktu bersama keluarga sudah berakhir, kini tinggal lah mereka harus berpisah dengan keluarganya untuk menuntut ilmu di akademi masing-masing.
Bricana menatap ke arah sang ibu sekali lagi, sedangkan Sivana mengulas senyum manisnya.
“Pergilah, hati-hati selama kau mengasah ilmu di sana. Pulang nanti, kita akan bersatu lagi dan hidup bahagia seperti biasanya.” Pesan Sivana, wanita baya itu mengelus rambut Bricana dengan sayang.
Mata Bricana berkaca-kaca, ia pun mengangguk penuh keyakinan. Jika ibunya sudah berkata, maka ia yakin bahwasannya Bricana bisa melalui rintangan yang ada.
“Aku janji akan membawa ilmu yang sepadan, tunggu aku pulang.” Ucapnya.
“Tentu, Sayang.” Sivana memeluk putrinya sekali lagi.
Setelahnya Bricana juga memeluk sang Ayah, lalu yang terakhir adalah adiknya—Austin.
“Ausy, jaga dirimu baik-baik, perhatikan sekitar dan jangan mudah terprovokasi ya.” Bricana berujar.
Austin mengerutkan dahinya bingung. “Justru seharusnya aku yang bilang itu padamu, Machitis klan yang keras, kau harus jaga diri dengan baik karena salah sedikit saja kau akan dihantam oleh pelatihnya.”
Bricana tersenyum simpul. Ia tak masalah dengan pelatihan keras di akademi milik klan Machitis nanti, ia sudah terbiasa survive dengan kerasnya hidup.
“Ya, tentu saja. Sukses di akademimu, brother!” Bricana menepuk-nepuk pundak adiknya.
“Sama-sama.”
Austin juga harus pergi berkumpul dengan Exypnos-nya, semua anggota yang telah memilih klan masing-masing akan dibimbing di sebuah akademi.
“Aku pergi!” ujar Bricana.
Ia berjalan menuruni tangga tribun, di bawah sana sudah ada Alesandra yang menungguinya dengan senyuman merekah.
“Hai, Bricana. Sudah siap untuk menjalani pendidikan pertamamu? Aku mendengar bahwa pelatihan di Machitis sangat ketat dan keras.” Alesandra agak mengecilkan suaranya di akhir kalimat.
“Siap tidak siap maka kita harus siap, kita telah memilih menjadi anggota klan terbaik dari yang terbaik, resiko pasti ada.” Jawabnya.
“Kau benar! Sekarang kita berteman, kau mau?” Alesandra menawarkan sebuah pertemanan. Dari awal keduanya bertemu, Alesandra merasa cocok mengobrol dengan Bricana, sosok gadis yang lebih banyak diam dan tak suka mengoceh.
Bricana menjulurkan tangannya, dengan senang hati Alesandra menerima jabat tangan itu. Darisitulah awal mereka menjadi teman semasa mengarungi beratnya akademi Machitis.
Di sana tidak hanya Bricana dan Alesandra saja, banyak anggota-anggota Machitis yang berkumpul di tengah-tengah tribun. Mereka membentuk sebuah barisan dan kelompok, di depan sana ada pria yang berkepala plontos sedang mengintrusikan sesuatu.
Alesandra dan Bricana mendekat, sepertinya itu adalah salah satu petinggi klan Machitis.
“Selamat datang di klan Machitis, kalian sudah mengambil langkah yang tepat untuk bergabung bersama kami. Untuk selanjutnya kalian akan di bawa ke akademi dan mengasah ilmu di sana. Ingat! Tidak ada kesempatan untuk mundur, sebelum memilih klan ini kalian sudah pasti tahu betul aturan dan kosekuensinya.” Ujar pria itu dengan senyuman miring.
Mereka yang ada di sana mengangguk mengerti, jika tidak lolos dalam pelatihan dan pengajaran klan Machitis, maka konsekuensinya adalah mati atau terbuang, dua-duanya merupakan pilihan yang berat.
"Ayo, ikuti aku." ujarnya memerintah para anggota.
Setelahnya pria itu menggiring para anggota keluar aula dan mengikuti dirinya. Bricana menoleh ke belakang sekali lagi, di sana ada juga Austin yang sedang mendapat pengarahan dari petinggi klan Exypnos. Lalu matanya bergeser ke atas tribun, Ayah dan Ibunya memberinya support dengan senyuman merekah.
Setidaknya untuk hari ini hati Bricana merasa damai, tidak ada yang perlu dikhawatirkan ‘bukan?
Semuanya baik-baik saja, ia akan fokus mengasah kemampuan di akademi, lolos, dan kembali ke rumah berkumpul dengan keluarganya.
“Ya, aku bisa!” Bricana menyemangati dirinya sendiri.
Namun, takdir tidak ada yang tahu, akan ada kerikil terjal apa yang menghalangi jalan di depan.