Bab 12. Insiden Memalukan

1233 Words
Luna cepat-cepat mengambil handuk yang ada di gantungan. Ia melingkarkan handuk putih itu di tubuhnya. Ia lalu berjalan pelan ke arah pintu dan mengetuk di sana. "Om! Om Dimas!" panggilnya dari dalam. Mendengar langkah Dimas mendekat, Luna pun menahan gagang pintu dengan kuat. Ia tak ingin Dimas menerobos masuk, jadi ia menjaga pintu tetap tertutup. "Ada apa?" tanya Dimas panik. Ia mengira Luna sakit atau terjatuh seperti tadi pagi. "Ehm, nggak apa-apa. Aku cuma ... baju aku nggak ada. Om punya baju ganti buat aku?" tanya Luna. "Ah, tadi pelayan udah ambil baju kotor dari keranjang. Pasti punya kamu kebawa," kata Dimas. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Aku nggak punya baju ganti perempuan. Tapi, aku ambilin punyaku. Oke?" "Ya, buruan," pinta Luna. "Ehm, tunggu bentar." Dimas berlalu dari depan pintu kamar mandinya. Ia langsung membuka lemari untuk mengambil baju ganti Luna. Dimas berpikir sejenak mana yang pantas dikenakan gadis mungil itu karena kemejanya pasti sangat kedodoran untuk Luna. Dimas tersenyum miring membayangkan Luna berada di balik kemejanya, tubuh Luna pasti akan sangat seksi, pikirnya. Dimas langsung mengambil salah satu dari deretan kemeja putihnya. Ia membawanya ke kamar mandi. "Kamu bisa buka pintu," kata Dimas ketika ia sudah kembali ke depan pintu. Luna yang masih was-was pun mengatur napas di balik pintu. Ia membuka sedikit celah daun pintu. Ia mengintip Dimas untuk memastikan pria itu benar sudah membawa baju ganti. Ia sangat malu jika Dimas melihatnya hanya dengan selembar handuk. "Kenapa nggak dibuka-buka?" Dimas yang tak menyadari Luna sedang berusaha mengintipnya pun langsung cemas. "Apa dia kenapa-kenapa di dalem?" Dimas yang tak sabaran dengan kemunculan Luna pun langsung menarik gagang pintu. Ia tak tahu Luna bersandar di sana untuk memastikan ia membawa baju ganti. Akibatnya, tubuh Luna langsung tertarik ke depan bersama dengan terbukanya daun pintu. "Aah!" Tubuh Luna menabrak sesuatu yang keras, tetapi ia yang masih basah dan tak mengenakan sandal pun langsung terpeleset. "Luna!" Dimas memekik karena ia tak bisa menahan keseimbangan akibat tubrukan itu. Sepersekian detik kemudian, ia mencoba berpegang pada apapun dan ia mencengkeram ujung handuk yang melilit tubuh Luna. Tepat ketika itu, tubuhnya ambruk ke belakang dengan Luna menindih tubuhnya. Dimas masih mencengkeram kain lembut di tangan kanannya hingga ia sadar itu adalah handuk Luna. Akibat ulahnya, handuk Luna pun terbuka hingga ia bisa melihat lekuk tubuh polos yang seputih salju itu. "Om! Kenapa tarik-tarik pintu sih?" Luna memrotes. Ia mengangkat kepalanya lalu memukuli d**a Dimas. Ia belum sadar bahwa handuknya telah raib dan aksinya itu membuat Dimas bisa melihat bukit kenyal yang ada di tubuh Luna. "Kamu lama banget nggak buka pintu, aku pikir kamu kenapa-kenapa," jawab Dimas sembari mengulurkan tangannya ke pinggang Luna. Luna terkesiap karena ia baru menyadari Dimas bisa menyentuh pinggang terbukanya. Dengan malu ia kembali menempelkan kepalanya di d**a Dimas. "Ya ampun! Gue nggak pakai apa-apa!" Luna membatin dengan sangat malu. Ia tak bisa memutuskan untuk bangun atau tetap seperti ini. Jika ia bangun, Dimas akan bisa melihat semuanya. Dan jika ia tetap seperti ini, Dimas bisa menyentuh semuanya! Tak ada pilihan yang benar! Otak Luna langsung kusut seketika. "Lepasin, Om! Aku mau pakai baju," cicit Luna. Harapannya hanya itu, yah, ia ingin memakai baju saja. Meskipun itu artinya ia tetap tak bisa menghindari sentuhan dan tatapan Dimas. "Ya, aku udah bawain kamu baju. Kamu bangun dulu. Kamu nggak bisa pakai baju kalau kamu masih nemplok kayak gini," kata Dimas sambil menahan tawanya. "Tapi ... Om harus merem!" perintah Luna. Dimas mendesis pelan. Ia tak menahan dirinya untuk tak menyentuh punggung dan b****g Luna yang tersaji di hadapannya. Luna mengerang lirih lalu meronta kecil hingga ia benar-benar gemas. "Aku nggak mau merem. Kamu pakai baju di depan aku," kata Dimas seraya bangun. Gerakannya itu membuat Luna ikut terduduk. Panik, Luna meraba-raba apapun. Ia menarik kemeja dari tangan Dimas lalu menutupi dadanya dengan itu. Untung saja kain itu sangat lebar hingga ia bisa menutupi seluruh asetnya. Dimas tersenyum miring melihat Luna yang begitu gugup dan malu-malu menutupi tubuhnya. Padahal, ia sudah melihat dan menyentuh semuanya. Walaupun Luna memiliki tubuh kurus, tetapi ia sangat seksi dengan d**a membusung. Sangat menyenangkan baginya untuk melihat tubuh Luna. "Om buruan balik badan kalau nggak mau merem," kata Luna. Ia berpikir sejenak untuk kembali masuk ke kamar mandi jika ada kesempatan. "Kenapa? Aku cuma ngeliat doang," kata Dimas. "Aku malu!" seru Luna. Dimas tertawa lagi. "Aku cuma ngeliatin calon istri aku pakai baju. Kenapa? Apa salahnya?" Luna menelan keras. Ia mundur ke arah pintu, tetapi Dimas mengulurkan tangannya lebih dulu untuk menutup pintu tersebut dan menahannya. "Pakai baju di sini!" perintah Dimas. Luna menatap Dimas gugup. Ia semakin gemetar karena tatapan Dimas yang liar seolah pria itu sedang lapar dan ia adalah santapan yang lezat untuk segera dinikmati. "Nggak apa-apa, buruan. Nanti kamu keburu kedinginan," kata Dimas. Luna merinding, tetapi ia tak yakin itu karena ia kedinginan. Pastilah bulu kuduknya meremang karena dua mata tajam Dimas tertuju terus padanya. Jadi, ia memutuskan untuk cepat-cepat memasukkan tangannya ke lengan kemeja putih Dimas. Dimas terus tersenyum puas melihat Luna yang gelisah di depannya. Padahal, ia hanya menonton, tetapi gadis itu begitu gugup. Sungguh menggemaskan. Luna memutar tubuhnya untuk mengancingkan kemeja. Namun, ia terlalu gugup. Kemeja itu memang besar dan panjang untuk tubuhnya. Namun, karena ia tak memakai dalaman, ia yakin tatapan Dimas bisa menembus kain putih tipis itu. Dan ia semakin malu saja. "Duh! Kalau diliatin malah nggak bisa-bisa!" gerutu Luna yang berkali-kali gagal memasang kancing kemejanya. Itu semua karena ia masih merasakan tatapan Dimas ke arahnya. Luna menoleh sedikit dan benar, Dimas masih di sana. Dimas mengerutkan kening ketika menyadari Luna berada dalam kesulitan. "Om jangan ngeliatin mulu!" "Kalau nggak bisa bilang dong," ujar Dimas. Ia menjangkau bahu Luna lalu membalik tubuh kecil itu. Di depannya, Luna mencengkeram erat ujung kemeja itu agar Dimas tak melihat apa yang ada di baliknya. "Sini aku bantu." Dimas mengikis jarak ketika Luna menurunkan tangannya pasrah. Ia meraih anak kancing Luna satu persatu mulai dari yang paling atas. Tentu saja, ia bisa melihat sekilas d**a, perut dan tubuh bawah Luna. Ia benar-benar menahan diri untuk tak menyentuhnya sekarang. "Udah, Om," kata Luna. "Udah, Sayang. Kamu bisa duduk di kamar. Aku juga mau mandi," kata Dimas mengumumkan. Luna mengangguk. Tentu saja ia langsung kabur ke kamar dengan napas ngos-ngosan. Luna berbaring di ranjang dengan perasaan tak keruan akibat ulah Dimas tadi. "Ehm! Om Dimas m***m banget sih," umpat Luna dalam hati. Ia meringkuk di atas tempat tidur Dimas. Semakin gelisah karena detik demi detik berlalu cepat. Padahal, ia berharap Dimas akan lama di kamar mandi. Namun, tiba-tiba Dimas sudah selesai dengan aktivitasnya. "Kamu udah ngantuk?" tanya Dimas pada Luna. Luna menggeleng. Bagaimana bisa ia mengantuk jika Dimas seperti ini. Yah, Dimas baru saja merangkak naik ke tempat tidur lalu berbaring di sebelahnya. Keduanya menatap langit-langit kamar dengan jantung berdebar. "Kamu bisa bobo?" tanya Dimas pada Luna. Ia menoleh, menatap wajah Luna yang merah padam. "Ehm, bentar lagi pasti bobo," jawab Luna gelisah. Dimas tersenyum tipis. "Aku matiin lampunya kalau kamu gugup." Luna menelan keras. Jantungnya seolah bekerja dua kali lipat lebih keras sekarang. Ia mendengar Dimas menekan tombol saklar dan ruangan pun langsung gelap. Hanya ada lampu tidur di atas nakas mereka, lalu Dimas mematikan semuanya. Dan lampu kecil di atas headboard hanyalah penerang yang tersisa saat ini. Luna menoleh pada Dimas yang masih menatap ke langit-langit kamar yang gelap. Ia pun melakukan hal yang sama. Mereka berdua sama-sama tak bisa lekas tidur malam itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD