Toko Roti

1266 Words
Agatha mengayuh sepedan ke arah toko roti yang tak jauh dari perumahan tempat tinggalnya. Setelah seharian sekolah dengan pulang membawa setumpuk tugas sekolahan. Agatha memilih untuk pergi ke toko roti terlebih dulu sebelum melahap semua tugasnya tanpa sisa.  Roti cokelat adalah teman dia menyelesaikan tugas sekolahnya dan stok di rumah sudah habis, jadi dia pun mengeluarkan sepeda dan pergi ke toko roti tersebut. Sepeda yang di tumpangi sudah terparkir rapi di depan sebuah toko roti, Agatha pun segera masuk ke dalam toko tersebut dan mendapat sapaan ramah dari pegawai di sana. Agatha bisa di bilang sering ke sana, bahkan sudah beberapa pegawai mengenal gadis itu bahkan varian roti yang di beli juga mereka sudah tahu, Agatha selalu membeli  beberapa roti dengan rasa yang sama, cokelat vanilla dan kaacang.  Tiga rasa cokelat untuk dirinya, dua rasa vanilla untuk Bian dan dua isi kaacang untuk Rian. Adik dan kakak itu memang pecinta roti membuat orang tuanya juga keheranan dengan apa yang menjadi kesukaan anak-anaknya. Agatha sudah memilih roti kaacang dan vanilla, kemudian berjalan ke arah deretan roti cokelat. Sedang asyik memilih tiba-tiba saja ada tangan lain yang hendak mengambil roti pilihannya, membuat kedua tangan itu saling bersentuhan.  Agatha yang terkejut kemudian mengalihkan perhatiannya pada seseorang yang berdiri di samping dan kembali ia di buat terkejut karena orang yang saat ini ia lihat adalah laki-laki yang beberapa hari lalu ia perhatikan di toko buku.  Jantung Agatha berdebar, ini seperti sebuah adegan dalam film atau dalam novel yang sering ia baca. Kedua pasang mata itu bertemu, Agatha terpesona dengan mata cokelat milik laki-laki itu. ** Zidan sudah berada di toko ini cukup lama, ia duduk di sudut toko dekat jendela yang mengarah langsung ke jalanan.  Laki-laki itu tengah sibuk dengan tugas sekolahnya apalagi sebentar lagi ujian kelulusan dan harus penuh persiapan dalam melanjutkan pendidikannya setelah ini.  Di atas mejanya kali ini bukan hanya tumpukan buku saja tapi juga beberapa bungkus roti yang menjadi pengganjal perut. Maklum saja ia memang langsung ke toko ini untuk menggantikan ibunya yang harus pulang ke rumah terlebih dahulu.  Meskipun ada beberapa orang yang menjadi pekerja di toko milik keluarganya ini, tetap saja harus ada yang tinggal di toko secara bergantian dan kali ini giliran laki-laki itu, karena kedua adiknya masih berada di sekolah mereka masing-masing. Fokus Zidan teralihkan setelah seorang gadis masuk ke dalam toko. Bahkan ia heran karena beberapa pekerja di sini menyapa gadis itu seolah sangat akrab.  Menarik, pikirnya saat itu.  Tugas dan buku di atas meja seolah tak penting lagi selain gadis yang saat ini tengah memilih beberapa roti. Karena rasa penasarannya, ia mencoba untuk mengambil kesempatan berkenalan dengan gadis itu.  Bagi Zidan kalau ada kesempatan harus segera karena tak mungkin ada kali kedua dan sekarang bahkan Zidan sudah berjalan menghampiri gadis yang saat ini berada di rak roti cokelat.  Seperti sengaja, Zidan mengambil roti cokelat yang sama dengan gadis itu membuat tangannya bersentuhan dengan tangan milik sang gadis. Mata mereka bertemu dan Zidan seolah terhipnotis dengan mata gadis itu. “Sorry,” ucap Zidan memberikan roti itu pada gadis di hadapannya, “Buat kamu aja,” lanjutnya. Gadis itu tersenyum manis dan lagi-lagi membuat Zidan terpesona. “Gapapa, lagian masih banyak. Ambil aja,” tolak gadis itu menyerahkan roti kembali pada Zidan. Tapi laki-laki itu tetap menyuruh sang gadis mengambilnya. “Sering ke sini?” tanya Zidan saat mereka sudah mengambil roti cokelatnya. “Iya, Kak,” jawab gadis itu. “Zidan. Panggil aja aku Zidan,” ucap Zidan mengulurkan tangannya. Gadis itu semula tampak ragu namun tak urung mengulurkan tangannya juga, “Aku Agatha, Kak Zidan,” balasnya tersenyum.  Ya, gadis itu Agatha. Entah keberuntungan dari mana akhirnya Agatha mengetahui nama dari laki-laki yang waktu itu dia perhatikan di toko buku. Hari ini akan selalu Agatha ingat karena mereka akhirnya saling berkenalan. ** Hari di mana Agatha dan Zidan bertemu membuat mereka kian akrab. Bahkan Agatha jadi  tahu kalau toko roti itu milik keluarga Zidan, ia pun tak hanya sekedar membeli roti tapi juga sesekali belajar membuat roti dan membantu Zidan di tokonya.  Agatha senang mengenal Zidan seperti ini, semula yang hanya memperhatikan dan bertemu tanpa sengaja berakhir dengan kedekatan mereka seperti sekarang ini.  Zidan yang ramah, murah senyum dan asyik di ajak bicara membuat Agatha betah berada di dekat laki-laki itu. Bahkan sering kali ia juga meminta bantuan Zidan untuk mengerjakan tugasnya karena ternyata Zidan juga masih sekolah sama seperti dirinya hanya saja berbeda kelas. Dia masih kelas satu sementara Zidan sudah kelas tiga di sekolah yang berbeda. Semakin lama ada perasaan yang berbeda yang muncul dalam hati Agatha. Perasaan nyaman yang selama ini ia rasakan bersama dengan Zidan nyatanya berubah menjadi rasa suka.  Agatha mulai jatuh hati pada sosok Zidan yang dewasa dan penuh perhatian. Tapi Agatha tak tahu bagaimana perasaan Zidan padanya. Meski selama ini laki-laki itu tampak perhatian bahkan mereka sudah seperti sepasang kekasih jika orang lain melihat kedekatan mereka berdua.  Agatha hanya menyimpan perasaannya sendiri, ia akan menunggu Zidan yang menyatakan perasaannya lebih dulu. ** “Besok aku anter kamu ke sekolah ya,” ucap Zidan pada Agatha saat ia baru saja mengantarkan gadis itu sampai rumahnya karena seharian ini Agatha dan Zidan memang berada di toko roti seperti biasa. “Kan sekolah kita beda, Kak,” balas Agatha setelah turun dari motor milik Zidan.  Agatha melepaskan helm dan memberikannya pada laki-laki itu, lalu tanpa ia duga tangan Zidan merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan. Hal tersebut membuat Agatha salah tingkah bahkan ia merasa wajahnya mulai memerah karena perlakuan manis Zidan. “Ya gapapa, kan gak tiap hari bisa berangkat bareng. Kakak kamu sih terlalu galak,” ucap Zidan membuat Agatha tertawa.  Benar karena selama ini Rian si kakak pertamanya itu selalu saja melarang saat Agatha bilang akan berangkat sekolah bersama dengan Zidan. Rian seolah menjadi sebuah dinding yang membatasi kedekatan dua orang itu. “Maaf ya, kak Rian emang kaya gitu. Oke deh, kayanya kakak beruntung soalnya besok kak Rian gak ada di rumah. Tadi pagi dia pergi sama temannya dan baru pulang lusa.” “Siap! Besok aku jemput.” “Iya, aku masuk dulu, Kak. Hati-hati ya.” “Oke, sampai jumpa besok.” Setelah itu motor milik Zidan melaju menjauhi rumah Agatha.  Gadis itu tersenyum lebar sambil masuk ke dalam rumahnya, ia tak sabar menunggu hari esok karena bisa berangkat ke sekolah di antar oleh Zidan. Apalagi hal yang jarang sekali ia rasakan, bisa berangkat dengan laki-laki selain kedua kakaknya. **  “Seneng banget kayanya,” celetuk Bian yang melihat adiknya memasuki rumah dengan wajah cerah, tak lupa dengan senyum di wajahnya itu.  Bian sudah tahu apa alasan adiknya tersenyum, siapa lagi kalau bukan Zidan si laki-laki yang adiknya lihat di toko buku lalu berlanjut bertemu di toko roti sampai akhirnya mereka dekat seperti sekarang.  Kisah adiknya itu kenapa selalu berkaitan dengan toko. “Eh ... Ada si jomblo,” ledek Agatha membuat Bian melempar kaacang yang ia makan ke arah Agatha. “Gak usah mulai!” “Hehe .. Maaf kak.” “Kenapa senyum senyum kaya orang gilaa aja.” “Jahat banget! Gue lagi seneng soalnya besok berangkat ke sekolah sama kak Zidan. Lo jangan kasih tau sama kak Rian ya, Kak,” pinta Agatha pada Bian. “Beli dulu nasi sama ayam terus kentang. Baru gue jaga rahasia.” “Yaelah rakus banget jadi orang.” “Yaudah kalau gitu gue kasih tau kak Rian.” “Jangan dong, iya-iya nanti gue pesan lewat aplikasi ojek online.” “Nah gitu dong, adek gue baik hati, cantik, manis, pokoknya terbaik deh.” “Dih giliran begini aja, baru muji-muji,” cibir Agatha yang membuat Bian terbahak.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD