TPM-SIX

2012 Words
Alaizya terbangun dari tidurnya, gadis itu bergerak menuruni ranjang dan duduk sebentar sebelum melangkah membuka pintu pembatas balkon dan menumpukan lengannya di atas kaca pembatas seraya menikmati sunset pagi ini. Ia memikirkan urusan perusahaannya dan tentang Regnarok tentu saja, tapi ia bisa mengontrol dirinya dengan sangat baik. Tak lama terdengar decit pintu dari belakang dan mencium aroma musk di belakang tubuhnya dengan jelas Alaizya bisa menebak bahwa itu daddy-nya tanpa harus menolehkan kepalanya. "Ada perlu, Dad?" tanya Alaizya dengan suara rendahnya. Benar saja sedetik setelah itu, Leonardo melangkahkan kakinya dan berdiri di samping sang putri lalu ikut menumpukan lengannya di atas kaca pembatas balkon. "Hanya melihat putriku di pagi hari," balas Leonardo tak melihat Alaizya justru meluruskan pandangannya ke depan. "Aku tau itu hanya kamuflase mu, Dad. Katakan saja ada apa?" tanya Alaizya yang kali ini menolehkan kepalanya menatap dari samping wajah datar Leonardo. "Kau selalu menebak tepat sasaran, Ala," gumam Leonardo yang kali ini juga menatap sang putri. "Kau tau, Daddy punya kekhawatiran tentangmu jika kau masuk ke dalam dunia itu, meskipun kau pintar segala hal, tapi sifat wanitamu akan melekat selamanya Ala," ucap Leonardo yang disambut gelengan pelan dari Alaizya. "Katakan saja dengan jelas Dad," ucapnya yang lelah berteka-teki dengan Leonardo "Kau tau, sifat wanita itu mudah percaya tapi Daddy yakin kau bisa mengatasi itu. Namun, kau harus selalu ingat Alaizya tak semua musuh berasal dari luar karena terkadang musuh terbesar kita adalah orang yang terdekat, pastikan saja kau dengan ketat memilih orang-orang terdekatmu," ucap Leonardo dengan manik matanya yang sendu. "Aku mengerti Dad, oleh karena itu aku hanya percaya beberapa orang saja," ucap Alaizya diangguki oleh Leonardo. "Kau tau, sekali kau memasuki dunia itu maka selamanya kau akan terikat meskipun kau sudah keluar dari sana, Ala. Daddy mengalami semua itu dan semua itu menjadi mimpi buruk untuk Daddy, setiap hari Daddy hanya mengkhawatirkan hal ini terjadi dan sekarang semuanya sudah terbongkar Daddy pun tak bisa melawanmu jika kau saja memiliki tekad yang sangat kuat." "Aku tau." "Kau juga membujuk Grandpamu, benar? Dan semua itu terstruktur di otakmu Ala, setelah ini kau sudah memikirkannya?" tanya Leonardo diangguki oleh sang putri. "Setelah aku mendapatkan beberapa cara menggunakan samurai dari Daddy aku akan mendatangi Grandpa untuk mengujiku, jika aku berhasil aku akan langsung dibawa olehnya ke The Highest Table." "Seperti dugaanku," lirih Leonardo dengan mengenggukkan kepalanya. "Apa Daddy tak setuju dengan ini?" tanya Alaizya membuat Leonardo meraih lengan sang putri agar Alaizya menatapnya ia labuhkan tangannya di sisi wajah Alaizya. "Tak ada seorang ayah pun yang bersedia mengantarkan putri mereka ke jurang kesengsaraan, Ala. Jika kau bertanya apa Daddy setuju, maka jawabannya tidak karena Daddy terlalu mencintaimu hingga jika Daddy merasa Daddy kehilanganmu maka Daddy akan terluka bukan hanya Daddy Ala, Mommy mu juga. Dulu saat aku masih menjadi mafia, kau di culik dan saat itu Mommy mu sampai berhalusinasi karenamu, maka Daddy tak setuju dengan permintaanmu kali ini, karena jika kau terluka itu tidak hanya menyakitimu Ala tapi Mommy mu juga, dan aku tak bisa melihat wanita yang sangat aku cintai terluka," ujar Leonardo dengan kesungguhan di maniknya. "Tapi di sisi lain aku pun tau, kau wanita De Lavega yang artinya kau bisa lakukan semua ini. Dan kini adalah pembuktian mu, Ala. Lakukan semaksimal mungkin tanpa harus menyakiti dirimu sendiri," ucap Leonardo diangguki oleh Alaizya. Leonardo memeluk putrinya sekilas kemudian mencium puncak kepalanya dan bergumam lirih. "Daddy sangat mencintaimu, Principessa," lirih Leonardo diangguki oleh Alaizya. Leonardo melepaskan pelukannya dan menatap Alaizya lalu tersenyum manis. "Lekaslah bersiap, pakai dogi mu dan turun ke bawah, Daddy tunggu di taman," ucap Leonardo diangguki oleh Alaizya. Pria itu berjalan keluar dari kamar anak gadisnya sedangkan Alaizya memasuki kamar dan menutup pintu balkon dengan perlahan, gadis itu melirik ke atas ranjang dan menemukan setelan dogi untuknya berwarna putih, ia segera melangkah menuju kamar mandi untuk bersiap. Setelah selesai dengan acara mandinya, Alaizya berjalan mendekati baju doginya kemudian memakainya dengan sangat perlahan penuh kebahagiaan. Gadis itu mendudukkan dirinya di kursi kemudian memoles wajahnya dengan lipbalm dan sedikit bedak. Ia mengikat rambutnya dan keluar dari kamarnya. Ia menuruni undakan tangga dengan sesekali menatap ke kanan dan kiri mencari keberadaan penghuni mansion yang lain tapi yang ia dapati justru. "Sst, cantik sekali. Mau kemana?" tanya adiknya yang berada di ujung anak tangga. "Apa?" tanya Alaizya balik. "Astaga jangan kasar seperti itu, Kak. Aku hanya bertanya mau kemana jam segini dengan penampilanmu yang cantik ini?" tanya Evander dengan mengedipkan salah satu matanya. "Kau tau aku mau kemana, Evan. Jangan pura-pura bodoh dan membuatku marah padamu!" ancam Alaizya dibalas Evander dengan merengut sebal. "Terserahlah, aku bertanya dengan baik-baik tapi dibalas seperti itu, kau memang tidak punya hati!" rutuk Evander tajam dengan menolehkan kepalanya ke kiri enggan melihat sang kakak. "Jika aku tidak memiliki hati sudah pasti aku akan mati, Evander. Tapi nyatanya hatiku masih berfungsi dengan baik, ia masih bisa menghancurkan sel darah merah yang sudah tua. Membersihkan darah dari senyawa berbahaya, seperti racun, obat-obatan, dan alkohol. Jika aku tidak memiliki hati sudah pasti aku akan keracunan dan tubuhku tidak seimbang," balas Alaizya dengan menaikkan satu alisnya bangga. Evander? Pria itu sudah mati kutu ditempatnya. Ia menggelengkan kepalanya menanggapi ucapan sang kakak yang terlampau logis. "Bukan begitu konsepnya! Kau tau bukan itu maksudku!" rutuk Evander yang kesal bukan main saat ini. "Lalu apa maksudmu?" "Baiklah kita ubah, kau tak punya perasaan!" ucap Evander yang yakin kali ini ia akan menang. "Perasaan? Aku punya oleh karena itu setiap aku membullymu aku selalu bahagia dan senang, bukankah senang dan bahagia disebut perasaan, Evan?" tanya Alaizya lagi berhasil menjawab Evander. Evander mendengus sebal, ia merutuki kakaknya tanpa suara dan ia tanpa membalas ucapan sang kakak pun berjalan menuju taman dan duduk di kursi yang menghadap taman dengan keripik kentang di tangannya. Ia memakannya dengan cepat seakan menyalurkan rasa kesalnya pada keripik yang tidak berdosa itu. "Jangan makan seperti itu atau kau akan tersedak, jika kau lupa hampir 85% orang mati karena tersedak dan jika kau tak mengerti persen maka dengar ini tahun 2016 kasus kematian tersedak mencapai angka 289 kasus, jadi jika kau mati sekarang maka kau akan menjadi kasus yang ke 290 bukankah itu menggenapkan angkanya?" ucap Alaizya membuat Evander menggelengkan kepalanya. Pria itu menatap ke taman dan mendengus. "DADDY! PUTRIMU MENDOAKAN AKU MATI TERSEDAK!!" teriak Evander menggelegar. Leonardo yang berada di taman melihat kedua putra putrinya lalu melihat wajah Evander yang terlihat sekali terganggu ia pun paham apa yang terjadi. "Alaizya jangan ganggu adikmu, biarkan ia hidup tenang dan kau. Kemarilah, kita mulai latihannya," ucap Leonardo diangguki oleh Alaizya. Gadis itu akan berjalan menuju tempat sang Daddy tapi ia melirik sekilas pada Evander. "Dasar tukang adu!" rutuk Alaizya membuat Evander bertambah kesal. "DADDY!!" teriak Evander lagi membuat Alaizya tersenyum miring seiring dengan jalannya menuju tempat Leonardo. Alaizya berhenti tepat di samping matras hitam yang di siapkan oleh Leonardo. Pria itu menatap putrinya kemudian melirik ke arah samurai yang masih tersimpan rapih di dalam saya (sarung pedang). "Dengarkan Daddy, mungkin jika kau berpikir menggunakan samurai semudah melayangkan tanganmu dan mencabik-cabik tubuh musuh, maka kau salah Ala. Karena memainkan samurai lebih dari itu. Kita harus bisa menganggap dan menyatu dengan samurai yang kita pegang seakan kalian adalah kesatuan yang tidak dapat di pisahkan. Kau harus kuat mencengkram bagian tsuka (gagang pedang) dengan kencang dan erat karena setiap kau melayangkan sayatan kau harus pastikan kissaki (ujung pedang) mengenai lawanmu. Kau mengerti?" terang Leonardo diangguki oleh Alaizya. "Sekarang ambilah samurai mu," ucap Leonardo yang juga telah meraih samurainya. Alaizya melangkahkan kakinya mendekati meja yang berisi dua buah samurai, yang satu berwarna hitam sedangkan yang satunya berwarna merah di bagian gagangnya. Gadis itu menatap daddy-nya yang saat ini tengah mengangguk menyakinkan. Alaizya meraih samurai yang berwarna hitam kemudian membawanya di tangan kanan. Leonardo terkekeh di tempatnya ia mengangguk pelan. "Yang kau ambil itu adalah pemberian Grandpamu setelah Daddy berhasil menyelesaikan pelajaran yang diberikan oleh kawan Grandpamu, dan itu cukup berarti untukku, Ala," ucap Leonardo diangguki oleh putrinya. "Maka bisa aku gunakan ini, Daddy?" tanyanya meminta izin. "Kau bisa gunakan apapun milikku, Principessa," balas Leonardo membuat senyum miring di bibir Alaizya. "Sekarang dengarkan aku, jika kau merasa musuhmu menggunakan pelindung kau bisa menyerang lutut atau bagian kakinya terlebih dahulu, dan apabila ia tengah lemah baru kau bisa menyakiti bagian sensitifnya, mungkin leher atau perut. Pastikan jika kau ingin cepat membunuh musuhmu kau incar bagian nadi atau menusuk jantungnya, jika kau hendak melompat atau salto kau silangkan samuraimu di depan d**a sehingga tidak menyakiti mu atau objek yang tidak kau jadikan sasaranmu, paham?" Alaizya mengangguk antusias, ia membuka sarung samurainya kemudian menghembuskan napasnya sangat perlahan sebelum mencengkram gagang samurainya sangat erat. Alaizya dapat merasakan sensasinya saat sang Daddy juga melakukan hal yang sama. Mereka saling berhadapan dengan tatapan penuh intimidasi dari keduanya. Saat ini mereka tidak terlihat seperti ayah dan anak melainkan seperti seorang musuh yang di satukan di dalam satu ring pembunuhan. Leonardo memulai terlebih dahulu, ia menyerang Alaizya dan mengincar bagian kakinya dan dengan sangat gesit gadis itu melompat kemudian berusaha menyerang bagian punggung Leonardo tapi pria itu juga sangat gesit mengelak dari serangan sang putri. Leonardo berhenti sesaat sebelum kembali menyerang Alaizya hingga dapat dirasakan ujung sabuk yang dikenakan oleh Alaizya terkena sayatan hingga robek di ujungnya. Leonardo tak mengincar tubuh sang putri ia hanya mengincar baju atau sesuatu yang bisa membuat putrinya merasa terancam sekaligus membuat sang putri merasa fokus untuk menyerang dirinya. Benar saja mendapati serangan dari sang Daddy tanpa celah membuat Alaizya tertekan, ia mencoba untuk kembali fokus dan tak memikirkan yang lainnya selain mengingat kalimat demi kalimat yang dijelaskan oleh sang Daddy tadi. Akhirnya dengan sangat cepat Alaizya berbalik dan membuat Leonardo memunggunginya dan sesaat setelah itu Alaizya bersalto melewati tubuh Leonardo yang sedikit menunduk mengantisipasi jika Alaizya melayangkan samurainya di bagian kepala tapi tebakan Leonardo pupus begitu saja saat merasakan Alaizya yang melewati dirinya dari atas. Gadis itu bersalto dengan menyilangkan samurainya di bagian d**a dan dengan cepat menjadikan bahu sang Daddy menjadi sasaran. Srek! Alaizya terduduk setelah berhasil melukai bahu Leonardo dan gadis itu terduduk dengan posisi membelakangi sang Daddy, ia menderukan napasnya dan mengatur napasnya dengan sangat perlahan hingga napasnya kembali teratur seperti semula. Ia membalikkan tubuhnya dan mendapati Leonardo yang sudah berdiri dengan senyum penuh kebanggaan. Tapi Alaizya membelalak saat melihat baju dogi yang dikenakan oleh Leonardo tersobek di bagian bahu bahkan ada rembesan darah segar dari sana. "Astaga apa yang aku lakukan?!" Alaizya segera melepaskan samurai dari tangannya dan mendekati Leonardo. "Maafkan aku Dad, sungguh aku tak sengaja aku diluar kendali tadi, maafkan aku Dad," ucap Alaizya diangguki oleh Leonardo. Pria itu mengusap sangat lembut rambut sang putri kemudian mengecup pipi Alaizya. "Kau sangat mengagumkan, Ala. You are unstoppable, you make me so proud of you," ucap Leonardo yang langsung menciptakan senyum manis di bibir Alaizya. "Sudahi ini, kita akan berlatih lagi besok," ucap Leonardo melanjutkan. Alaizya tersenyum kemudian mengangguk seraya menatap punggung Daddy-nya yang mulai menjauh, ia melihat Evander yang terpaku di kursi dengan mengaga lebar. Dengan dahi yang mengernyit heran ia memanggil Evander. Sedangkan Evander berusaha untuk tidak percaya dengan apa yang ia lihat barusan, tak mungkin kakaknya menyakiti Daddy-nya dengan sangat cepat seperti tadi. It's like a dream! "EVANDER! BANTU AKU BODOH!" teriak Alaizya membuat Evander tersadar dari lamunannya ia mengangguk patuh dan meletakkan keripik di tangannya di atas meja lalu berjalan mendekati sang kakak. "Bantu aku angkat matras," ucap Alaizya diangguki oleh Evander. Mereka mengangkat matras tanpa pembicaraan sedikitpun, lebih tepatnya Evander yang masih terpukau dengan kemampuan sang kakak yang menurutnya sangatlah tidak wajar sebagai seorang wanita tulen. Ia menatap wajah Alaizya dengan satu alis yang naik. "Kak, apa kau wanita tulen?" tanya Evander yang langsung saja membuat Alaizya melototkan matanya tak terima. "Kau bicara asal lagi, maka aku akan jahit mulutmu!" ancam Alaizya yang langsung membuat Evander terdiam bahkan menghentikan sejenak napasnya ketakutan mendengar ancaman sang kakak. Sedangkan Alaizya mendengus sebal mendengar ucapan adik gilanya, jelas saja ia wanita tulen! Sembarangan sekali bocah itu menanyakan hal itu padanya! Alaizya berjalan menaiki tangga dan berakhir di kamarnya untuk kembali menyingkirkan keringat dari tubuhnya meninggalkan Evander dengan keterpaduannya yang masih tak berujung. "Kau bukan wanita biasa! Like a wonder woman?" gumamnya di luar logika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD