TPM-SEVEN

2067 Words
BAB 7 Alaizya menatap pantulan dirinya di depan cermin, rambut yang ditata rapih dan make up tipis yang menghiasi wajah cantiknya membuat Alaizya menggelengkan kepalanya, ia menatap ponsel yang tergeletak di samping kiri kemudian mulai menghubungi suruhannya. "Bagaimana? Bukankah sudah kau siapkan segalanya setelah aku berikan uang itu?" tanya Alaizya dengan nada dinginnya. "Ya Nona, pembangunan akan berjalan mulai besok sesuai dengan yang kau inginkan. Struktur pembangunannya pun sesuai seperti yang kau inginkan. Mungkin akan sedikit memakan waktu karena luas bangunan yang besar, Nona." "Baik, lakukan yang terbaik agar mereka bisa segera menggunakannya." "Baik Nona." Alaizya memutuskan sambungan teleponnya sepihak kemudian mendirikan tubuhnya ia meraih jas merah yang tadinya ia sampirkan di sandaran sofa lalu memakainya tak lupa ia juga membawa ipad pribadinya. Gadis itu berjalan keluar dari kamarnya dan menuju meja makan. "Morning," sapanya langsung duduk setelah mendapat jawaban dari Florence dan Evander. "Aku akan membawa mobil baruku ke kampus hari ini," ucap Evander membuat Alaizya memutar bola matanya malas. "Ck, sei così stupido arrogante!" gumam Alaizya seraya meraih rotinya. Leonardo yang mengerti ucapan putrinya pun terkekeh, ia menggelengkan kepalanya sementara Evander sudah menghentikan acara makannya dan menatap sang kakak dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kebiasaan lamamu itu tak akan berubah kak, kau merutuki orang dengan bahasa yang orang itu tak mengerti? Sopankah begitu?" tanya Evander dengan memicingkan matanya. Alaizya menghentikan tangannya yang tadi mengoles selai ia menatap Evander dengan memiringkan kepalanya. "Ya mengapa? Masalah?" "Sure, aku bisa tanyakan Daddy," ucap Evander tak mau kalah. "Dad apa artinya?" tanya lelaki itu membuat Leonardo mengangkat satu alisnya. Ia berdehem kemudian meminum air putih sebelum menatap sang putra. "Kau tampan dan baik hati," jawab Evander. "It's so disgusting Dad, you Cambiare il significato solo per compiacere tuo figlio? Sul serio!" "Alaizya, non insultare più tuo fratello, non capisce nemmeno quello che diciamo." "La cui colpa non è imparare!" Evander menatap Florence dan menggelengkan kepalanya ia menyentuh tangan sang Mommy kemudian meminum air putihnya. "Percayalah Mom, jika mereka menggunakan bahasa aliennya mereka tengah membicarakan kita" ucap Evander diangguki oleh Florence. "Aku bersyukur kau tak mempelajari hal yang sama dengan kakakmu, jika tidak aku akan mati berdiri." lirih Florence menulikan pendengarannya sedangkan Leonardo dan Alaizya masuh berdebat dengan bahasa alien-nya. "Mom aku harus berangkat, lama disini aku bisa gila terlebih mereka mengatakan apa aku sungguh tak paham. Mungkin suatu hari aku harus membawa kamus di sakuku untuk menghadapi mereka," ucap Evander membuat Florence tersenyum anak lelakinya itu mencium pipi kirinya dan segera berangkat. Sementara keributan antara ayah dan putri itu belum juga usai, Florence yang merasa tertekan pun akhirnya memilih meninggalkan meja makan dan berjalan menuju kamarnya ia menatap ke belakang sebentar kemudian bergumam. "Terimakasih Tuhan, terimakasih karena telah memberiku dua orang gila di hidupku yang sayangnya sangat aku cintai," gumamnya dan kembali berjalan menuju kamar. "Sì, allora cosa faccio adesso? Devo scusarmi con il ragazzo? Andiamo, papà!" "Alaizya sei un fratello maggiore, almeno imita l'atteggiamento di tua madre! Ho ragione Florence," Leonardo menatap ke samping kanannya tapi ia mengernyitkan dahinya bingung saat tak mendapati istrinya di sana. "Dimana ibumu?" tanya Leonardo membuat Alaizya menggelengkan kepalanya. "Astaga, aku terlambat," ucap Alaizya segera mendirikan tubuhnya dan berjalan cepat keluar dari mansion. "Oh God! Bagus sekali aku ditinggalkan keluargaku. Nikmat mana lagi yang aku dustakan," lirih Leonardo dengan menggelengkan kepalanya. Kembali pada Alaizya, gadis itu mengendarai Bugatti miliknya dengan laju cepat menuju Galaxy Inc. Sesampainya di sana ia segera turun dan menatap salah satu bodyguard yang berdiri di depan pintu masuk. "Parkirkan mobilku," ucap Alaizya diangguki oleh sang bodyguard. Alaizya berjalan memasuki ruangannya ia membuka lembaran data yang akan ia presentasikan pagi ini, gadis itu meraih gagang telepon saat benda itu berbunyi. "Nona, perwakilan dari Glorious Corp sudah datang kali ini mereka datang dengan CEO-nya." "On my way," balas Alaizya dan segera menutup sambungan teleponnya. Gadis itu meraih ipad dan earphone lalu ia pasangkan di telinganya. Ia berjalan keluar dari ruangannya dan berjalan menelusuri lorong menuju ruangan meeting tapi saat ia tengah membaca deretan data di ipadnya telinganya mendengar perdebatan di depan pintu ruang meeting. "Tapi Sir, anda akan sangat menyesal saat mengetahui pemilik Galaxy Inc. Beliau sangat luar biasa lagi pun ia seorang wa_" "Cukup Thomas, aku tak ingin dengar apapun lagi pula aku tak ingin terus berada di dalam perusahaan yang sesak dan tidak menyenangkan ini," ucap pria itu. Alaizya memperhatikan interaksi keduanya, ia mengenal Thomas karena memang pria itu sering datang saat meeting tapi pada pria yang memunggunginya, Alaizya juga merasa tak asing. Tubuh pria itu tinggi dan besar bahkan ia lebih besar daripada Daddy-nya. "Itu CEO Glorious Corp? Menghina perusahaan lain dan nama perusahaannya Glorious? Benarkah ia memberikan nama?" gumam Alaizya dengan senyum tipisnya. "Tapi Sir, bagaimana jika Tuan besar menanyakan anda? Apa yang harus saya katakan?" "Dengar Thomas, kau sudah sering dalam posisi ini katakan saja alasan yang logis pada Papà ku, dan aku akan pergi dari sini untuk ke club mengerti?" "Sir_" "Sst, jangan banyak bicara atau mulutmu akan kemasukan lalat, aku pergi Thomas bye!!" Pria itu pergi meninggalkan Thomas dengan wajah pucat pria setengah baya itu. Alaizya melanjutkan langkah kakinya saat si CEO Glorious Corp pergi dari lorong ruang meeting, gadis itu menatap Thomas dan menepuk bahu pria itu. "Mr. Thomas? Anda terlihat pucat haruskah aku mengundur meeting kita kali ini?" tanya Alaizya mencoba mengerti keadaan pria itu. "Nona aku sangat memohon maaf padamu, aku tau boss pasti sibuk ia_" "Jangan katakan apapun Thomas, dan tolong katakan pada Tuan besarmu aku yang mengundurkan meetingnya jadi jangan takut okey? Jika Tuan besar mu marah kau bisa hubungi aku." "Nona anda sangat baik, terimakasih banyak tapi aku tak tau bagaimana membalasmu." "Well, aku cukup jengah melihat perilaku Bossmu itu Thomas, mengapa kau tak mencari pekerjaan lain saja?" "Dengan umurku yang semakin senja, saya tak bisa lagi pula saya sudah sangat lama bekerja pada Tuan Besar saya tak bisa meninggalkannya." Alaizya mengangguk mengerti, ia mengusap kembali bahu Thomas. "Baiklah, sekarang susul lah Bossmu pastikan ia baik-baik saja." "Sekali lagi terimakasih Nona, anda sangat baik sekali." "Kau terlalu memujiku, Thomas. Pergilah." "Baik, permisi." Thomas undur diri dari hadapan Alaizya meninggalkan gadis itu dengan senyum miringnya. "Well, kau tak berubah dan kau keterlaluan sekali Theodore," lirih Alaizya dengan senyum tipisnya. ••×•• Dua hari kemudian dijalani oleh Alaizya dengan berlatih siang dan malam hari tanpa diketahui oleh Leonardo, seperti saat ini. Keringat telah menuruni tubuhnya yang berbalut baju dogi putihnya, ia berlatih di ruangan berlatih dilantai atas ia menjadikan patung manequin sebagai sasarannya hingga kini patung itu tak bisa lagi dijelaskan wujudnya. Kepala manequin itu hilang entah kemana sedangkan satu kakinya tak ada bahkan tangannya tinggal tersisa lengan jangan lupakan bagian d**a yang entah diapakan oleh Alaizya hingga kini sudah terlihat goresan dalam di tengah d**a mannequin itu. Alaizya meraih sebotol air minum kemudian meminumnya ia menyeka keringat yang menetes melalui pelipisnya kemudian menghembuskan napasnya pelan. Gadis itu memasuki kamar mandi di dalam ruang pelatihan untuk membersihkan tubuhnya agar normal kembali ia bahkan belum membereskan bekas latihannya hingga saat ia tengah memakai kimono handuk ia mendengar teriakan Evander menggelegar. "ASTAGA!!! MAYAT! ADA MAYAT! TOLONG ADA PEMBUNUHAN TOLONG!!! DADDY MOM! ADA MAYAT!! ASTAGA?! YA TUHAN ITU KAKI! YA TUHAN LENGANNYA TERLIHAT YA TUHAN APA YANG TERJADI?!!!" Mendengar teriakan menggelegar Evander sontak saja Florence maupun Leonardo bergegas menuju ruang pelatihan, mereka melihat wajah Evander yang sudah merah padam dengan keringat dingin di dahinya. "Astaga, Leo mayat siapa itu?" tanya Florence ikut panik. Evander bersembunyi dibelakang tubuh Florence sementara Leonardo berjalan sangat pelan mendekati potongan kaki yang teronggok disamping alat gym dan sebelum itu. Brak! "HUA ASTAGA?N MAYATNYA HIDUP!!" teriak Evander lagi. Leonardo menatap asal suara begitupun dengan Florence, mereka menghembuskan napas lega saat mendapati Alaizya di ambang pintu kamar mandi dengan kimono handuk yang melilit tubuhnya. "Ada apa ini?" tanya Alaizya heran dengan keramaian yang terjadi. "Evan, dia melihat mayat," ucap Leonardo menunjuk arah potongan kaki tersebut. Alaizya memusatkan perhatiannya pada arah yang ditunjuk oleh Leonardo hingga ia bernapas pelan dan menggelengkan kepalanya. "Astaga Dad, itu manequin lagi pula jika ada mayat siapa pembunuhnya? Aku? Mana mungkin dan tak ada darah disini!" ucap Alaizya membuat Florence menghembuskan napasnya ia pun berbalik menatap sang putra kemudian. Buk! "Aduh!" Evander mengusap lembut kepalanya yang baru saja ditimpuk oleh Florence dengan kipas yang dibawa oleh ibunya itu. "Mana aku tau, kupikir itu mayat," ucap Evander dengan wajah tak berdosanya. "Astaga jantungku hampir copot dan semua ini hanya kebodohan putraku, Tuhan apa yang telah aku lakukan hingga memilikinya," lirih Leonardo dengan mengusap dadanya lega. Florence melirik suaminya kemudian berdehem pelan. "Mulai malam ini kendalikan putramu Leo, aku tak mau tau," ucap Florence dan berlalu meninggalkan ketiga orang di dalam ruang pelatihan yang sama-sama membisu. "Dasar bodoh!" rutuk Alaizya pada Evander. "Ya aku tak tau, aku ingin gym dan saat membuka pintu, kaki itu membuatku terkejut," jelasnya. "Aku pusing ingin tidur," ucap Leonardo lelah sungguh ia tak tau akan seperti ini. Mungkinkah ini karma karena ia sering merutuki Reoxane hingga putranya itu menuruni sifat b****k sang asisten. Leonardo keluar dari ruang pelatihan dengan menggelengkan kepalanya, sedangkan Alaizya menatap Evander dengan picingan matanya. "Makanya belajar jangan mobil terus" ucap Alaizya membuat Evander mendengus sebal. Gadis itu kembali ke kamarnya dan segera meraih ponsel untuk menghubungi sang Grandpa. "Grandpa?" "Ya Ala? Kau sudah siap?" "Ya, besok aku akan segera ke Porto Venere untuk bertemu denganmu sekaligus membuktikan kelayakanku." "Maka Grandpa akan persiapkan segalanya untuk kedatangan mu, Ala. Grandpa juga akan mengundang Uncle Brian dan Matthew untuk ikut mengujimu, jika kau lulus maka kau bisa langsung Grandap bawa ke The Highest Table untuk mengumumkan kembalinya Regnarok." "Sure, tapi bagaimana dengan Daddy? Apa ia tak akan datang?" "Principessa, kau memilih jalanmu seperti ini, kami tak bisa mencegahnya dan Daddymu merasa kalah dengan takdir ia tak bisa melawan ketakutan di dalam dirinya maka tugasmulah yang harus menyakinkan Daddymu bahwa kau pantas menduduki posisi tertinggi Regnarok." "Sure, aku akan lakukan yang terbaik Grandpa," balas Alaizya yakin. Gadis itu menatap foto yang berada di atas kepala ranjangnya. Foto keluarganya dan di dalam foto itu terlihat sekali Leonardo sangat gagah dan tengah memangkunya sementara Florence menggedong Evander. "Ala?" "Ya?" "Grandpa hanya bisa berdoa kau baik-baik saja, Principessa. Kau adalah mutiara kami, dan kami tak bisa melihatmu terluka maka pastikan kau baik-baik saja." "Aku paham Grandpa, kalau begitu aku tutup." "Ya, we love you Principessa." Alaizya menurunkan ponselnya setelah Arthur mematikan sambungan teleponnya, gadis itu kembali menatap foto keluarganya kemudian menganggukkan kepalanya. "Aku berjanji, aku akan baik-baik saja Dad. Percayalah padaku," lirihnya menatap sosok Leonardo di dalam foto itu. Alaizya memasuki selimut dan mulai memejamkan matanya. Pagi hari yang cerah seakan menyambut Alaizya, gadis itu bangun dari tidurnya dan bangkit menuju kamar mandi. Ia bersiap untuk segera ke Porto Venere demi kelangsungan mimpinya. Ia bergegas menuruni tangga dan menatap Leonardo dengan tatapan sayunya kali ini meja makan hanya terisi oleh dua orang, ia dan Leonardo. "Dimana Mommy dan Evander?" tanya Alaizya pada Leonardo. Leonardo menyesap kopinya kemudian menatap putrinya. "Mommy dan Evan baru saja pergi, katanya sedang berbelanja keperluan kita untuk dua hari ke depan." Alaizya menganggukkan kepalanya, ia menghembuskan napas dan dengan perlahan duduk di bawah kaki Leonardo dan menumpukan kepalanya di paha Leonardo. Leonardo yang melihat putrinya seperti itu sontak saja terkejut, baru kali ini Alaizya berlaku sepertinya sekarang, ia usap sangat lembut rambut anaknya. "Ada apa Principessa?" "Dad, aku tau kau sangat mencintaiku. Tapi kali ini izinkan aku dari hatimu, jika kau benar-benar melepaskanku rasanya bebanku hilang Dad, ku mohon." Leonardo menghembus napasnya kemudian mengecup lembut kepala Alaizya. "Kau adalah putriku, Ala. Apapun ku lakukan untukmu, jika sekarang kau tanyakan apakah aku baik-baik saja mengirimkan mu ke dalam bahaya maka aku tak ingin, tapi jika ini mimpimu, ya. Kejarlah Principessa, katakan pada dunia dan aumkan bahwa wanita bisa menaklukan dunia, wanita bisa melawan pria. Lakukan dan lampaui batasmu Principessa, lakukan apa yang hatimu katakan. Tapi dengar ini, jangan percaya siapapun yang terlihat baik, bahkan orang terdekatmu karena mereka bisa jadi musuh terbesarmu." ••••• ••ARTI•• 1. "Ck, kamu sangat sombong bodoh!" gumam Alaizya seraya meraih rotinya. 2. "Ayah menjijikkan sekali, kamu mengubah arti hanya untuk menyenangkan anakmu? Serius!" 3. "Alaizya, jangan menghina saudaramu lagi, dia bahkan tidak mengerti apa yang kita katakan " 4. "Yang salah siapa tidak belajar!" 5. "Ya, lalu apa yang harus saya lakukan sekarang? Apakah saya harus meminta maaf kepada anak laki-laki itu? Ayo, Ayah!" 6. "Alaizya kamu adalah kakak, setidaknya tiru sikap ibumu! Aku benar Florence "
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD