Ketertarikan

1240 Words
Seth mencari sebuah pintu di lantai dua. Dia tidak tahu di mana letak kamar Valaria. Berpikir jika sebuah pintu di lorong kanan adalah kamar, langkah Seth mengalun pelan menuju pintu tersebut. Dia membuka daun pintu dengan sebelah tangannya. Seth merasa lega karena perkiraannya benar. Sebuah kamar yang terlihat cukup luas, berukuran dua kali lipat dari kamar miliknya. Seth berjalan mendekat ke arah ranjang. Dia membaringkan Valaria di sana. Seth duduk di tepi ranjang. Tangannya bergerak ke arah wajah Valaria, menyingkap beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya. Seth menghela napas pelan. Dia pun bangkit dari ranjang. Langkahnya menuju pintu. Ketika Seth berada di ambang pintu, langkahnya terhenti mendengar suara yang memanggilnya. "Dillon..." Seth menoleh ke belakang. Dia melihat Valaria membuka matanya, hingga pandangan mereka pun bertemu. "Aku akan mencobanya," suara Valaria masih pelan. Sesekali dia memejamkan matanya cukup lama. "Kau sedang mabuk, jadi aku anggap tidak mendengarnya," jawab Seth. Dia mengernyit melihat Valaria terkekeh pelan, lalu menggelengkan kepala. "Aku masih sadar meskipun dalam keadaan mabuk. Kau tahu kenapa? Karena..." Valaria tidak melanjutkan ucapannya. Dirinya justru kembali memejamkan mata. *** "Aku menyesal menikahimu! Dan aku menyesal mempunyai anak seperti kalian!" Valaria tersentak dalam tidurnya. Kedua matanya tiba-tiba terbuka lebar sedangkan dadanya berdetak cepat. Keringat dingin membasahi keningnya. Napasnya masih tersengal-sengal seperti baru melakukan olahraga lari marathon. Pandangannya tertarik ke arah kanan. Tepat ke arah jendela kamarnya. Di sana terdapat sofa bed dan seseorang yang berbaring di atasnya. Valaria mengernyit bingung melihat sosok pria itu tertidur pulas tanpa selimut. "Dillon," Valaria memanggil sembari duduk bersandar pada kepala ranjangnya. Tidak ada jawaban dari Seth. Dia pun bangkit berdiri. Sesekali tangannya memegang kepalanya yang masih terasa pusing dan berat. Valaria berjalan pelan ke arah Seth. Sampainya di depan pria itu, tangan Valaria menggoyangkan lengan Seth, berniat ingin membangunkannya. "Dillon, bangun. Aku harus bekerja. Cepat bangun," ucap Valaria sedikit menaikkan nada suaranya. "Hmm," Seth hanya membalasnya dengan deheman. Setelah mendapatkan jawaban, Valaria berjalan keluar kamar. Membiarkan Seth seorang diri di dalam kamarnya. Dia menuruni anak tangga menuju dapur. Menu sarapannya pagi ini adalah roti bakar tanpa selai dengan segelas s**u diet untuk menahan nafsu makannya. Meskipun memiliki tubuh yang langsing, namun Valaria tetap menjaga dietnya. Dia tidak ingin menjadi gemuk seperti saat dirinya kecil. Penampilannya memang berubah drastis saat Valaria melakukan diet. Berat badannya turun tiga puluh kilo dalam jangka waktu tiga bulan. Bukan usaha yang mudah untuknya. Bahkan Valaria sering mengkonsumsi buah apel dan sayuran lain sebagai menu makanannya. Valaria juga harus selalu ingat kapan waktu dan menu makanan yang dia santap saat berkumpul bersama teman-temannya. Seperti beberapa hari lalu saat menyantap sekotak pizza dan minuman cola, pagi harinya Valaria membutuhkan lebih banyak waktu untuk membakar kalori. Setelah makanannya siap, Valaria berjalan ke kamar untuk mandi. Dirinya tertegun tak melihat Seth di kamarnya. Justru suara shower dalam kamar mandi yang terdengar cukup jelas. Sontak Valaria berjalan ke arah pintu kamar mandi. "Hei! Dillon! Apa yang kau lakukan di dalam sana?! Cepat keluar," Valaria berteriak sembari menggedor pintu kamar mandi. "Aku pinjam kamar mandimu sebentar saja." Suara Seth terdengar diiringi guyuran air shower. "Sialan!" Valaria mendesah. "Cepat keluar dari kamar mandiku!" gertaknya. Valaria merasa tidak suka melihat orang asing masuk ke dalam kamarnya. Meskipun dirinya akan mencoba menerima pelatihan konyol Seth, bukan berarti pria itu bisa dengan bebas menggunakan kamar mandinya. Dia pun duduk di salah satu sofa sembari menunggu Seth keluar. Lima menit kemudian pintu kamar mandi pun terbuka. Valaria segera berjalan cepat kearah kamar mandi. Dirinya melotot melihat Seth mengenakan handuk favoritnya. "Handukku! Lepaskan handuknya. Itu milikku, sialan!" Valaria berusaha menarik handuknya tanpa mempedulikan keadaan Seth. "Hei, tahan! Tunggu, tunggu," Seth mencoba menahan tangan Valaria yang sudah mencengkeram handuknya kuat-kuat. "Lepaskan," desis Valaria. Dirinya kembali tertegun ketika mencium aroma tubuh Seth. "Kau memakai sabun mandiku?!" Seth tersenyum, "Hanya sedikit," jawabnya enteng. "Menyebalkan," geram Valaria sembari melotot pada Seth. "Lepaskan handuknya. Itu milikku sialan!" gertak Valaria. "Tunggu," Valaria menahan aksinya menarik handuk ketika mendengar nada interupsi dari Seth, "Semalam kau bilang akan mencoba. Apa ini maksudnya?" tanya Seth dengan nada meledek sembari melirik ke arah genggaman Valaria. "Bukankah sekarang waktunya kita melakukannya?" "Me-melakukan apa?" Valaria bertanya dengan nada ragu. Dia memalingkan wajahnya yang sudah memerah. Seth tersenyum melihat Valaria dengan raut wajahnya yang tersipu malu. Wanita itu terlihat sangat menggemaskan. Seth menyentuh tangan Valaria membuat cengkeramannya pada handuk itu terlepas. "Aku tidak akan berhenti setelah mendapatkan ijin, Vale," bisik Seth tepat di depan wajah Valaria. Valaria semakin memalingkan wajahnya. Dirinya berusaha menghindar dari tatapan Seth. Sunyi. Tidak ada suara apapun di antara mereka. Yang terdengar hanya deru napas masing-masing. "Aku ingin bertanya," ucap Seth membuat Valaria menatap dirinya sekilas. "Apa?" "Butik itu... Kau pemiliknya bukan?" Seth menunggu jawaban dari Valaria. Hingga perlahan wanita itu mengangguk. "Jadi, kalau misalkan hari ini kau terlambat, itu tidak akan mengurangi pendapatanmu bukan?" "Kenapa kau bertanya tentang itu?" Valaria bertanya ragu. "Karena mungkin aku akan membuatmu terlambat," bisik Seth lalu memajukan tubuhnya hingga tidak ada jarak di antara mereka. "Ma-maksudmu?" Seth tersenyum tipis, tangannya bergerak memeluk pinggang Valaria. Dia mendekatkan wajahnya hingga bibirnya bersentuhan dengan bibir Valaria. Ciuman tipis, Seth kembali menarik wajahnya menjauh dari Valaria. Dia menatap wanita itu yang seketika menjadi patung. "Ijinkan aku membuatmu bahagia, Laria," bisik Seth tepat di depan wajah Valaria. Valaria terdiam. Tatapannya terpaku pada Seth, mencoba mencari tahu tentang pria itu melalui tatapannya. Laria, nama panggilan barunya terdengar begitu lembut mengalun di indra pendengarnya. Dan entah kenapa Valaria merasa senang mendapat nama panggilan baru. "Tak semudah yang kau bayangkan, Dillon," Valaria membalas perkataan Seth dengan nada suara yang sama. "Kalau begitu, ijinkan aku melakukannya. Aku akan berusaha membuatmu bahagia." "Caranya?" "Lupakan opinimu tentang awal perkenalan kita. Pikirkan saja jika sekarang kau adalah kekasihku." Valaria terdiam. Memang benar persepsinya tentang Seth sangatlah buruk. Valaria menilai bahwa pria di hadapannya tidak jauh dari seorang playboy dengan embel-embel pelatihan cinta. "Aku harus berangkat kerja sekarang," ucap Valaria mengalihkan pembicaraan. Saat Valaria berniat hendak mendorong Seth supaya pria itu melepas pelukannya pada pinggang rampingnya, Valaria justru terkejut dengan perlakuan tiba-tiba dari Seth. Pria itu menariknya dan mendorongnya menuju dinding membuat punggung Valaria bersandar di sana. Seth menghimpit tubuh Valaria sembari mendekatkan wajahnya. "Aku tertarik padamu," bisik Seth tepat di depan bibir Valaria. Dia menatap lekat-lekat sepasang bola mata yang membuatnya merasa terhipnotis. "Saat pertama kali melihatmu di Kafe, aku sudah tertarik padamu," sambung Seth. Deru napas keduanya beradu, begitupun tatapan mereka. Valaria membalas tatapan Seth, mencoba menyelam ke dalam iris mata yang membuat siapa saja akan hanyut dalam tatapannya. "Aku ... harus ... berangkat ... sekarang ...." bisik Valaria ragu. Seolah tubuhnya tidak ingin merespon ucapannya sendiri. "Setelah ini ... aku akan mengantarmu pergi ...." Saat bibir Valaria bergumam hendak membalas ucapan Seth, pria itu justru lebih dulu membungkamnya. Seth mencium bibir Valaria dengan lembut membuat wanita itu tanpa sadar menutup mata dan membalas ciumannya. Kedua tangan Seth menggenggam tangan Valaria. Mengisi sela-sela jari wanita itu dengan jarinya lalu kembali menggenggamnya. Perlahan Seth mulai melumat bibir Valaria yang sudah menggodanya sejak pertama kali melihat wanita itu. Seth begitu menyukai bibir Valaria yang terasa manis dan kenyal dan mulutnya. "Dillon ...." Valaria berbisik pelan, memanggil Seth saat Seth melepaskan ciumannya. Membiarkan wanita itu bernapas sejenak. "Iya," jawab Seth pelan. Kini sebelah tangannya mengusap sekitar bibir Valaria dan beralih ke pipi kanannya. Hening. Keduanya saling menatap satu sama lain. Sampai akhirnya Seth mengangkat tubuh Valaria membuat kedua kaki wanita itu mengapit pinggang Seth. Seth menggendong Valaria dan kembali mencium bibir wanita itu sedangkan kedua lengan Valaria memeluk kepala Seth.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD