3 hari sudah Aksara kembali lagi kerumah ini, semenjak Hellena pergi, entah berapa ribu kali Aksara menghubungi nomor gawai perempuan itu. Jawabannya selalu sama, tidak aktip.
Harapan terakhir adalah menemukannya di Panti Asuhan tempat Hellena dibesarkan. Tapi apa yang Aksara dapatkan?
Hellena juga tidak ada. Sia-sia dia mengorek Ibu Panti, soal kerabat atau masa lalu Hellena,agar Aksara bisa menyusulnya. Hellena dibuang di depan Panti Asuhan sejak bayi, perempuan itu tidak punya kerabat dan juga masa lalu.
Pernah hancur tapi tidak bisa menangis?
Pernah sakit tapi tidak bisa berkata-kata?
Aksara merasakannya saat ini. Dia meangis dalam diam. Menyadari kalau dia telah kehilangan mutiara yang paling berharga dalam hidupnya.
Mata Aksara berkaca.
Memandangi setiap sudut
kamarnya dalam sunyi.
Ada banyak kenangan di sini. Ada nama Hellena, senyum lembut dan kehangatan serta cinta perempuan yang selalu menatapnya dengan binar rindu yang sama.
Selalu menyebut namanya dengan suara yang sama. Hangat dan penuh cinta. Aduh.
Kenapa keindahan itu tergambar jelas setelah engkau pergi?
Mengapa kesempurnaan itu tampak nyata setelah kau berlalu?
Mengapa aku mencintaimu, setelah namamu hanya terlukis dalam fotomu yang diam?
Sayang, di mana dirimu?
Keujung dunia mana aku harus mencarimu?
Runtuh sudah air mata Aksara, di atas kasur yang terasa begitu dingin dia hanya mampu memeluk bayangan Hellena dan Cellia
***
Aksara terbangun dengan kepala pusing dan badan yang terasa sakit. Dia mendapati dirinya tertidur di atas sofa, menyadari tertidur sambil memeluk foto Hellena dan Cellia, Aksara segera meletakkannya di meja.
Entah jam berapa semalam matanya bisa terpejam. Baru tiga malam dia tidur tanpa bisa memeluk dan merasakan kehangatan tubuh Hellena, sudah tersiksa sekali.
Terhuyung Aksara menjejakkan kakinya di dapur. Tenggorokannya terasa kering luar biasa. Semalaman dia tidak minum, pikiran dan hatinya yang kacau membuat dia lupa makan dan minum.
Padahal, di kantor juga tidak makan hanya minum kopi beberapa teguk saat istirahat meeting.
"Mas, sudah makan belum? "
"Mas, awas jangan kebanyakan minum kopi. Nanti asam lambungnya kumat."
"Mas, aku masak kesukaanmu. Pulang cepat ya."
"Mas, aku kangen...."
Aksara hanya tersenyum getir. Pesan WA Hellena, yang selama ini dianggap biasa dan kadang dianggap cuma angin lalu, terasa begitu manis.
Sepuluh hari sudah, dia tidak mendapati pesan dari Hellena.
Aksara merasakan hatinya sepi.
Perhatian atau hal-hal kecil, yang biasa laki-laki temukan pada perempuan, yang bahkan terkadang dianggap sebagai sesuatu yang lebay akan berubah menjadi hal indah, setelah kehilangan.
Rasa terasa begitu menderu terkadang setelah segalanya tiada dan berlalu.Ah, aksara menelan ludahnya yang terasa pahit.
Perutnya yang belum terisi dari kemarin terasa melilit dan perih. Gontai, dia mendekati meja makan, membuka tutup sajinya. Aksara tidak menemukan apapun di bawah tutup saji, yang ada hanya dua botol kecap dan saus tomat yang tutupnya sudah terbuka dan sedikit mengering.
Bik Sumi selama ini tidak pernah memasak, dia hanya datang dipagi hari dan pulang setelah selesai bantu menggosok.
Hellena, merasa kasihan kalau perempuan paruh baya yang sudah membantu dan ikut keluarga Aksara sejak Aksara belum menikah itu terlalu capek. Usia senjanya, tidak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah yang berat.
Meski ada Assisten rumah tangga, sebagian besar pekerjaan rumah dikerjakan Hellena, tanpa sedikitpun memotong gaji Bik Sumi. Hellena memang lembut hati.
Dengan sedikit lunglai, Aksara akhirnya berjalan menuju kulkas. Mengeluarkan beberapa macam sayuran buat membuat nasi goreng. Tapi, saat tangannya membuka tempat memasak nasi elektronik, laki-laki itu, tidak menemukan nasi. Wajannyapun, malah sudah ada di rak piring, dicuci sama Bik Sumi kemarin pagi.
Aksara garuk-garuk kepala. Delivery? Kelamaan.
Akhirnya dia memutuskan makan mie instan saja tanpa telor.
Tanpa seorang Hellena, dapur ini rasanya kehilangam ruhnya. Jangankan masakan kesukaan Aksara, bahan makananpun tidak ada. Belum dua pekan, Hellena pergi, dapur ini sudah seperti kuburan saja.
Aksara menyeringai pahit.
Aksara mengaduk mi instannya dengan hati yang gelisah.
Dimana dirimu Hellena?
Bahkan untuk hal-hal kecil seperti ini, aku harus kelimpungan.
Bahkan, untuk urusan perut saja aku kerepotan?
Hari ini, Aksara menghabiskan sarapan paginya dengan sebungkus mie instan rebus. Sesuatu yang belum pernah dialami, selama menikah. Hellena akan dengan sigap, menyediakan sarapan dan segala keperluannya di pagi hari. Penuh cinta.
Tidak sampai setengah jam, Aksara merasakan perutnya yang tiba-tiba melilit dan sedikit panas, kepalanyapun mendadak terasa pusing.
Terhuyung dia terduduk di ruang tengah, memijit-mijit keningnya yang terasa nyut-nyutan. Aksara merasakan mual dan juga keringat dingin bercucuran. Matanya berkunang dan berputar.
Aksara merebahkan tubuhnya di kursi, berusaha mengatur nafas agar sedikit tenang. Tangannya, menggapai sesuatu di sampingnya.
Dengan tangan bergetar, dia mengetik sesuatu di layar gawainya.
"Sayang, pulanglah."
Send.
Sayang centang itu tetap satu dan hitam menjelaga.
Tak ada notifikasi, pesan masuk.
Gawainya sunyi.
Sesunyi hatinya.