Kehodupan Kedua Istri Yang Tertindas (19)

1175 Words
“Lepaskan aku,” kata Namera dengan nada sedikit memohon, jika hal itu masih belum menyadarkan Aril, maka dengan sangat terpaksa Namera memakai cara lain. “Bukankah selama ini kamu menginginkannya? Lantas kenapa sekarang kamu menolak,” ujar Aril dengan tatapan mesumnya, seakan tidak sabar untuk menjamah bagian dari tubuh wanita di hadapannya. “Sayangnya untuk saat ini aku tidak menginginkannya. Melihat wajahmu pun aku jijik,” ucap Namera tanpa peduli jika kata-katanya menyakiti hati Aril. “Kamu sepertinya cukup berani untuk menghadapi aku,” ujar Aril dengan perlahan maju untuk bisa memberi pelajaran pada Namera. “Tubuhmu cukup menarik untuk aku nikmati,” kata Aril lagi dengan memainkan sudut bibirnya dan Namera pun yang melihat seketika merinding, karena baginya selama ini dirinya belum pernah berdekatan dengan seorang lelaki. “Menjauh dariku sekarang juga!” hardik Namera karena ia sudah tidak tahan lagi dengan tingkah Aril yang semakin keterlaluan dan menjadi. “Aku ingat di mana kamu menginginkan lebih itu pada dariku, haruskah aku memberikannya sekarang? Pasti kamu akan menyukainya.” Dengan nada sedikit menggoda, membuat Namera semakin muak, tetapi biar bagaimana juga. Jika kekuatan lelaki jauh lebih unggul darinya. “Jika kamu berani menyentuhku, maka jangan salahkan aku ketika singa yang tertidur akan terbangun.” Wajah Namera tampak serius dan nyaris tanpa ekspresi. “Apa kamu menantangku?” Arghhhh. Suara Namera yang kesakitan menjadikan Aril semakin puas, sehingga membuatnya bersemangat untuk memberi pelajaran padanya. Jika dia mengira akan main-main, tentu semua itu salah. Itulah yang ada di dalam pikiran Aril. “Lepaskan aku b******k!” maki Namera karena dengan sangat kencang, Aril memegang dagunya. “Jangan salahkan aku ketika kamu menantangku dan aku menerimanya,” ujar Aril dengan cara mendekatkan wajahnya hingga nyaris tanpa cela. “Jauhkan wajahmu dari hadapanku,” pekik Namera. Arghhhh. Namera terus berusaha berontak karena Aril berhasil mengambil apa yang ada di diri Namera dan saat ini rasa itu tidak lagi bisa ia cegah. “Menjauh dariku!” Sraaakh. Pakh. Satu pukulan mendarat sempurna dan, wajah tampan itu kini tengah berdarah. “Wanita gila,” ucap Aril dengan tangan yang mengusap bibirnya akibat pukulan Namera yang cukup dari ukuran seorang pria. “Sudah aku katakan bukan, jika kamu berani menyentuhku, maka singa yang berada di dalam diriku terbangun.” Jawab Namera dengan senyuman terus mengembang karena begitu sangat puas, meski semua itu belum cukup untuknya. “Bahkan aku berhak mendapatkannya,” sela Aril. “Sayangnya semua itu tidak berlaku untuk kamu, yang seorang lelaki bajin*gan.” Ucapan Namera semakin membuat Aril begitu benci. Sssssst. “Jangan pernah tangan ini menyentuh bagian tubuhku, aku sudah memberikan kamu peringatan dan sepertinya kamu tuli hingga tidak menghiraukannya." Lagi, perkataan Namera membuat Aril sedikit menciut. Bedebah, pikir Aril karena Namera adalah wanita yang begitu menyebalkan. Perkelahian tidak lagi bisa dicegah dan mereka terus saling hajar hingga Aril mendapatkan kekalahannya. Umumnya suami istri akan saling sayang, saling menghormati, tapi nyatanya hal itu tidak berlalu bagi Aril maupun Namera. “S**hit,” umpat Aril karena sedari tadi ia tidak bisa menghindar dari serangan tersebut “Apa kamu masih ingin bermain-main denganku,” kata Namera tersenyum penuh dengan kemenangan. “mati saja kamu, agar aku tidak bisa melihatmu berada di depanku!” pekik Aril dengan napas tersengal ia berkata. “Kenapa? Apa kamu menyerah pada seorang wanita,” ujar Namera sedikit mengejek. “Jika saja kamu bukan seorang wanita, mungkin aku sudah membunuhmu.” Aril berdiri, menatap tajam ke arah Namera dan masih cukup berani untuk menunjukkan kesombongnya. “Jangan sombong, pada kenyataannya ... di masa depan aku lah yang akan melakukan itu padamu.” “Siapa Namera yang sebenarnya? Bukankan dia adalah wanita bodoh yang dikirim oleh orang tuaku?” dalam hati Aril dibuat bertanya-tanya karena masih belum percaya dengan apa yang terjadi saat ini. “Kenapa diam, cepat pergi dari kamarku.” Perintah Namera pada Aril yang mana untuk memintanya pergi dari ruangannya, sebelum kemarahannya kembali menguasai dirinya. “Aku bilang pergi!” Untuk kedua kalinya, Namera berkata. Tanpa banyak bicara, Aril pun pergi dengan hati yang dongkol, tidak bisa menerima kekalahannya begitu saja, yang mana jika Namera adalah perempuan bodoh. Akan tetapi, siapa sangka jika kejadian barusan cukup mengejutkannya. Suara pintu ditutup dengan cara dibanting, hingga menimbulkan suara begitu keras. Namera pun berteriak dan begitu sangat marah pada dirinya sendiri. Kenapa juga harus menjelma menjadi orang lain dan memerankan hal yang tak masuk akal. Namera benci dengan hidupnya yang sekarang karena begitu kacaunya ketika marah. Aaaaaaaaaa ... b******k. Namera pun benar-benar marah dan mengutuk dirinya sendiri. Sedangkan Aril yang saat ini berada di dalam ruangan kerjanya. Pikiran tidak fokus karena memikirkan Namera dengan hati yang mengganjal. “Tidak, ini tidak mungkin. Mana ada orang lain masuk ke dalam tubuh Namera, tidak. Semua itu tidak nyata dan hanya dapat ditemukan lewat cerita fiksi,” gumam Aril karena memang ia merasa asing dengan Namera, dari mulai cara menatap, berbicara dan satu hal lagi yang semakin membuat Aril tercengang. Iya, entah sejak kapan Namera bisa berkelahi dengan sangat hebatnya. Bahkan Aril mengakuinya kalau kekuatannya jauh di bawah Namera. Beberapa hari kemudian, antara Namera dan Aril masih tetap sama. Keadaan rumah menjadi hening dan sepi, tidak ada kata saling ejek, meja makan pun hanya terisi olehnya dan istri kedua, yakni Mely. “Tumben istri bodohmu itu tidak ikut maka—?” Prang. “Jika kamu masih ingin makan, maka tutup mulutmu.” Sedikit mengancam, bahkan sekarang dia tidak peduli jika Mely marah kepadanya. “Maaf, karena aku sudah salah ucap.” Ketika Mely meminta maaf, tidak ada satu kalimat yang dapat ia dengar dari suara Aril. “Aril, kamu mau ke mana?” tanya mely ketika melihat suaminya mundur dari meja makan. “Lanjutkan saja makannya, karena aku masih ada pekerjaan.” Jawab Aril, lalu lelaki tersebut langsung menaiki tangga. Semenjak kejadian tempo hari, Aril menjadi pribadi yang lebih pendiam. Ada banyak hal yang perlu ditemukan, tetapi sangat sulit baginya karena tidak semudah yang ada di pikirannya. Sedangkan di lain tempat. "Sedang apa Namera sekarang? Kenapa aku begitu memikirkannya," lirih Sky. "Aku berharap jika tidak akan terjadi sesuatu pada Namera," ucapnya lagi, karena saking seriusnya tentang pikirannya pada orang lain. Hingga Sky tidak sadar bahwa seseorang sudah berada di ruangannya. "Sky, Sky, kamu sehat, 'kan?" Ketika seseorang menyapanya, tidak ada tanggapan darinya. Sehingga membuat orang itu pun kesal. "Sky!" bentak orang itu lagi dan barulah ia sadar dengan mata kebingungan. "Dasar gila! Apa kau sengaja ingin aku mati muda," ujar Sky dengan raut wajah tidak bersahabat. "Jangan salahkan aku, karena kau tidak mendengar ketukan pintu." Jawab lelaki yang tak lain adalah rekan Sky dengan nama sedikit unik, yakni Sailom. "Eh Sai setidaknya jangan membuat manusia jantungan." Kata Sky menatap sinis pada Sailom. "Tunggu, biar aku tebak. Apa kau sedang jatuh cinta?" tanya Sailom dengan sedikit candaan. "Apa begitu terlihat? Sampai kau bersusah payah untuk menebak," ujar Sky. "Sepertinya tebakanku tidak salah, jika kau menyukainya. Kenapa tidak dinyatakan dan dengan begitu semua masalah selesai," ucap Sailom. "Tidak semudah itu Sai, karena status di antara kita berbeda. Sailom mengerutkan keningnya, karena ini kali pertama soal Sky mengeluh tentang cinta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD