Kehidupan Kedua Istri Yang Tertindas (20)

1101 Words
“Jangan bilang jika seorang yang kau maksud itu sudah memiliki kekasih,” ujar Sai dengan penuh tanda tanya. “Bukan hanya kekasih, tetapi suami.” Uhuk. Uhuk. Seketika Sailom tersedak oleh minumannya, bahkan selama ini dirinya tidak menyangka jika Sky bertindak sejauh itu.” “Aku berharap jika kau sedang bergurau,” kata Sailom yang tak terlalu memikirkan soal temannya itu, karena ia yakin jika Sky tidak akan nekat dengan menjadi seorang perusak rumah tangga seseorang. “Aku berharap juga seperti itu.” Jawab Sky dengan nada lemah. “jangan bilang kalau kau serius ...?” Sailom pun mengulang kalimatnya, karena terlihat dari wajah sahabatnya itu jika tidak mengeluarkan ekspresi sama sekali. “Sudahlah, jangan ikut masuk sampai ke dasarnya." Sky pun berdiri dan merapikan meja, lalu menoleh kearah Sailom. “Apa kau akan di sini,” ujar Sky karena ia berniat untuk pergi seperti yang diajukan oleh Sailom. “Sia*lan kau, ya.” Setelah itu mereka berdua pergi untuk sekadar melepaskan rasa lelah, karena sudah seharian bekerja. Sedangkan diantara mereka masihlah lajang. Malam hari, karena biar bagaimanapun seorang dokter juga manusia dan butuh melampiaskan dan dengan cara ini lah ia bisa sedikit meringankan beban pikirannya. “Eh Sky, kau sudah terlalu banyak minum. Aku tidak mau jika harus merawatmu, ya!” pekik Sai karena Sky memang benar-benar diluar kendali karena sudah menghabiskan dua botol alkohol. “Kau diamlah, bukannya kau sendiri yang membawaku ke sini, lantas kenapa sikapmu sungguh membuatku ingin memukulmu.” Sky pun benar-benar hilang kendali karena banyaknya minum, saat ini yang bertanggung jawab adalah Sai. “Tidak sebanyak ini juga, kau sudah habis dua botol, lantas untuk apa berjalan lagi?” tanya Sai yang berusaha untuk tetap sadar karena temannya sudah mabuk berat. “Untuk mengambil lagi,” ujar Sky dengan sedikit sempoyongan. “Tidak Sky! Jika ada masalah katakan padaku dan jangan melampiaskan pada minuman. Kau sudah terlalu banyak minum jadi aku mohon berhenti,” ucap Sai yang bersikeras untuk membuat Sky tidak menambah lagi. “Haruskah aku menyerah, tetapi Namera juga tidak ingin bertahan dengan lelaki seperti dia!” Kata Sky yang mulai bicara diluar pekerjaan. “Apa Sky benar-benar patah hati sehingga membuatnya seperti ini?” dalam hati Sai dibuat bertanya-tanya, karena semenjak bersahabat dengan Sky, ia tidak pernah melihat kejadian seperti ini. “Sai ... apa menurutmu aku harus mundur, sekalipun Namera bercerai dengan suami brengseknya itu?” Sky menatap Sai, seperti sebuah isyarat jika dirinya butuh saran untuk itu. “Jika wanita yang kamu maksud bercerai, bukankah itu hal yang bagus.” Jawab Sai sambil memgernyitkan dahinya. “Atau jangan-jangan wanita itu bercerai karena kau?” tanya Sai lagi karena ia juga harus memastikan bahwa temannya tidak akan membuat masalah. “Meski jauh dari sebelum aku datang, wanita itu akan tetap meninggalkan suaminya. Lalu, seandainya perceraian itu terjadi, maka yang ditinggalkan adalah aku jika suatu hari waktunya akan tiba.” “Apa yang kau bicarakan, aku sungguh tidak mengerti dengan omong kosongmu, jadilah mulutmu terus ngelantur ke mana-mana.” Ucapan Sai membuat Sky sedikit bergerak, menatap dalam ke arah Sai juga dan hal itu menjadikannya salah tingkah. “Wahai sang angin, aku tidak mabuk.” Begitulah Sky memanggil jika sudah ketika Sailom lambat untuk merespons. “Jika kau tidak mabuk, kenapa kau berpikir seperti itu?” tanya Sailom dengan alis terangkat sebelah. “Kau tidak mengerti apa-apa karena semua ini terlalu rumit untuk dipecahkan,” terang Sky karena sedari kemarin ia tidak bisa membantu Namera untuk menemukan jati dirinya yang sesungguhnya dan harus bersembunyi di tubuh Namera yang asli. Bahkan ia juga tidak tahu sampai kapan hal tersebut akan seperti itu. “Sky, Sky. Cukup!” Sailom pun segera mengambil gelas yang terdapat di tangan Sky, karena jika terus dibiarkan maka besok temannya tidak dapat bekerja. “Sai, oh ayolah. Ini hanya sedikit dan aku tidak bisa mabuk,” kata Sky dengan wajah yang sudah memerah akibat dari minuman keras. “Baiklah, sekarang terserah padamu.” Akhirnya Sailom pun menyerah dan tidak mau berdebat lagi karena hal itu akan membuang-buang waktu saja. Ketika Sai hendak pergi ke kamar kecil, terdengar dering telepon milik Sky, Sai yang penasaran dan segera melihatnya. Jelas di sana tertera nama Namera. “Sepertinya aku tahu harus berbuat apa,” batin Sai dan setelah itu. Ia pergi dengan seulas senyuman. Meninggalkan Sky di meja bartender.  Sedangkan di lain tempat. Namera pun bingung karena dirinya tidak bisa menghubungi Sky, justru yang masuk pada ponsel barunya adalah, nomor tanpa nama. “Bukankah Sky hanya memberikan nomornya saja? Tetapi kenapa ada nomor lain dari ponsel pemberiannya,” batin Namera bertanya-tanya karena tidak tahu harus mengambil panggilan tersebut atau meninggalkannya. Sejenak ia berpikir jika itu adalah nomor Sky yang lain dan jadilah Sharen mengambil panggilan tersebut. Sesaat kemudian. (“Halo, siapa di sana?” ) tanya Namera. (“Maaf jika saya mengganggu, tetapi saya butuh Anda untuk menjelaskan semuanya.”) Sai pun berujar dengan sedikit nada tegas. (“Maksudnya apa? Mohon jelaskan karena aku tidak paham.”) (“Temui saya besok di taman karena kita perlu membicarakannya”) Setelah itu, panggilan terputus dan Namers pun sedikit merasa tidak tenang karena hal ini. “Siapa dia sebenarnya? Apa maunya sampai harus memintaku untuk menemuinya besok?” Namera pun dibuat bertanya-tanya dan menduga jika seseorang yang menghubunginya barusan, ada orang yang benci padanya karena merasa dirinya dekat dengan Sky. Hingga larut malam, Namera pun masih tidak bisa tidur. Rasa gelisah telah menghantuinya karena seseorang yang memintanya untuk bertemu besok. Tidak terasa waktu malam telah berakhir dan sekarang pun telah menjelma menjadi pagi, keadaan rumah masihlah tetap hening setelah kejadian beberapa hari lalu. Bahkan Aril pun tidak banyak bicara, tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh Namera juga. Entah apa yang akan direncanakannya, karena jika seperti ini maka yang terjadi di luar dugaan. Tidak membutuhkan waktu lama, Namers sudah berada di taman. Menunggu seseorang yang ingin bertemu dengannya, entah apa yang orang itu mau. Beberapa menit kemudian. “Apa kau yang bernama Namera?” Seorang pemuda yang cukup tampan untuk ukuran seorang lelaki, Namera pun dibuat tak berkedip hingga lupa tujuan awalnya seperti apa. “Saya bertanya lagi, apa kau yang bernama Namera?” ulangnya lagi, karena Namera belum juga meresponsnya. “Oh iya, kenalkan Namera, lantas untuk apa kau menghubungiku?” tanya dengan kening dipenuhi oleh kerutan. “Baik, langsung ke intinya saja.” Jawab lelaki tersebut. “Kau telah membuat temanku menjadi gila, karena terus memikirkanmu. Jadi, di sini saya meminta penjelasan.” Pada saat Sai menjelaskan, betapa pucatnya Namera saat ini. Entah kesalahan apa yang telah diperbuat karena wajah tampan itu terlihat begitu menyeramkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD