Bab 45

1799 Words
“Kalila, aku dan Sania.. kami hanya—” “Apakah kamu pernah mencoba bubur ayam yang ada di dekat kampus, Revan? Kata Sila, bubur di situ sangat enak” Kata Kalila dengan cepat. Revan mengernyitkan dahinya. Jujur saja Kalila sama sekali tidak pernah mau memotong kalimat orang lain. Ada apa ini? Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Apa yang harus Revan lakukan agar Kalila mau mendengarkan penjelasannya? “Kalila..” “Revan, sudahlah.. jangan mengatakan apapun” Kata Kalila dengan cepat. Sejak tadi Kalila sama sekali tidak mau menatap Revan. Apakah Kalila marah dengan apa yang terjadi? Ah, Kalila sama sekali tidak terlihat seperti orang yang sedang marah. Jadi apa yang harus Revan lakukan sekarang? Akan lebih baik jika Kalila mengatakan bahwa dia tidak menyukai apa yang Revan lakukan. Kalila yang seperti ini membuat Revan merasa kebingungan. “Kalila, apakah kamu sama sekali tidak ingin tahu tentang apa yang terjadi antara aku dan Sania?” Tanya Revan dengan cepat. Kalila tatap diam saja. Revan berdeham pelan. Dia juga tidak tahu harus melakukan apa. “Kami hanya sedang berbicara saja, Kalila. Dia memelukku dan aku merasa tidak tega dengannya..” Kata Revan. “Revan, sudahlah.. aku hanya ingin pulang” Kata Kalila. Revan menarik napasnya dengan pelan. Tidak, Kalila sebenarnya ingin mendengarkan penjelasan Revan tapi Kalila sama sekali tidak tahu harus mengatakan apa. Kalila bahkan tidak pernah berteman sebelumnya, Kalila pasti masih merasa asing dengan hal-hal semacam ini. Revan tersenyum tipis. Apakah itu artinya Kalila sedang merasa cemburu? “Kamu sungguh tidak ingin tahu? Kalila, Sania mengatakan jika dia ingin kembali kepadaku, dia mengatakan jika dia ingin memperbaiki semua hal di masa lalu, dia juga mengatakan—” “Revan! Em, maafkan aku.. aku mohon, fokuslah mengemudi saja” Kata Kalila. Revan kembali tersenyum. Kalila memang sangat menggemaskan. Dia sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia rasakan. Sepertinya sekarang adalah saat yang tepat untuk menceritakan segala hal yang telah lama Revan simpan seorang diri. Revan memutuskan untuk menghentikan mobilnya di trotoar. Tidak baik berbicara sambil mengemudi. Revan sama sekali tidak ingin mengambil resiko apapun karena sekarang dia sedang bersama dengan Kalila. “Revan? Ada apa ini?” Tanya Kalila. Revan melepaskan sabuk pengaman miliknya dan sedikit mengubah posisi duduknya jadi serong ke arah Kalila. Revan terus mengamati Kalila yang tampak menundukkan kepalanya. Kalila memang sering menundukkan kepalanya ketika sedang bertemu dengan orang asing, tapi Kalila tidak akan melakukan itu kepada Revan. Mereka bukan orang asing. “Sekitar lima tahun yang lalu ada sebuah kejadian buruk yang menimpa hidupku, Kalila..” Kata Revan dengan pelan. Kalila menolehkan kepalanya dan menatap Revan dengan bingung. Mungkin Kalila sama sekali tidak mengerti dengan apa yang Revan coba bicarakan. “Revan..” “Tolong dengarkan aku, selama ini sama sekali tidak ada orang yang tahu akan hal ini. Aku membiarkan semua orang berpikir salah tentang diriku, tapi aku tidak ingin kamu melakukan hal yang sama” Kata Revan dengan pelan. Kalila tampak menganggukkan kepalanya. Iya, Revan sudah menyimpan cerita ini selama bertahun-tahun. Revan membiarkan semua orang menyalahkan dirinya, menghakimi dirinya padahal sama sekali tidak ada yang tahu bagaimana kisah yang sebenarnya. Tapi ketika melihat Kalila salah paham, Revan merasa jika dia harus meluruskan semua ini. “Sania dan aku memang hampir berpacaran saat itu. Aku masih remaja, aku sendiri tidak yakin dengan apa yang aku rasakan saat itu, tapi seingatku aku dan Sania saling menyukai..” Jelas Revan dengan pelan. Rasanya baru kemarin kisah ini terjadi, tapi ternyata sudah lima tahun berlalu. Revan berusaha dengan sangat keras untuk bisa bangkit setelah dia dihianati oleh Sania. Luka yang Revan simpan seorang diri karena penghianatan yang Sania lakukan masih saja membekas hingga hari ini. Revan bahkan kehilangan kepercayaan dirinya sesaat setelah kejadian itu. Revan tidak mendapatkan dukungan dari satupun keluarganya karena mereka semua sibuk memikirkan keadaan Sania. Semua orang menghakimi Revan bahkan kakaknya sendiri melakukan hal yang sama. Saat itu Revan masih duduk di bangku sekolah menengah atas, Revan masih belum sekuat dan setegar sekarang. Revan benar-benar hancur saat itu. “Sania sangat populer saat kami masih SMA. Aku lupa bagaimana awalnya tapi tiba-tiba ada yang menghubungiku di tengah malam karena melihat Sania datang ke kamar kos salah satu teman dekatku. Bisa ditebak apa yang terjadi di sana..” Kata Revan sekali lagi. Revan masih mengingat dengan jelas bagaimana keadaan saat itu. Revan datang dengan perasaan khawatir karena dia masih berpikir jika Sania pasti sedang dijebak oleh teman-temannya. Tapi ketika sampai di tempat kos itu.. ya, Revan harus mendapatkan sebuah pukulan yang keras. Kejadian malam itu menghancurkan Revan. “Revan..” Kalila menyentuh punggung tangan Revan dan Revan dengan cepat menggenggam jari Kalila. Sekalipun Revan sudah memaafkan kejadian malam itu, setiap kali kembali mengingatnya, Revan masih tetap merasa sakit hati. Harga diri Revan diinjak-injak. Tidak ada yang bisa Revan lakukan selain meninggalkan Sania lalu menangis sendirian sepanjang malam. Revan bukan menangisi penghianatan yang Sania lakukan, Revan hanya merasa menyesal karena dia tidak bisa menjaga Sania. Ya, dari sanalah awal mula Revan mengenal minuman keras dan club malam. Revan sedikit frustasi saat itu. “Sejak dulu Sania memang ingin menjadi model, dan kakaknya temanku itu, dia adalah seorang fotografer. Sania rela melakukan apapun untuk menjadi model, bahkan dia menyerahkan dirinya sendiri. Dia menghianatiku, Kalila.” Kata Revan dengan pelan. Setelah kejadian itu, serangkaian kejadian menyakitkan lainnya datang dengan berurutan. Mulai dari Sania overdosis, semua orang menyalahkan Revan, Revan suka mabuk-mabukkan dan segala hal buruk lainnya. “Dia pindah ke Belanda tiga tahun lalu karena ibunya menikah lagi dengan orang asing. Aku kira Sania akan berubah ketika dia kembali ke sini, tapi tampaknya dia masih mencoba untuk menggangguku. Bagi Sania, kisah kami belum selesai, tapi tidak untukku. Aku hanya sedang mencoba untuk menjelaskan semuanya kepadanya, Kalila. Aku sama sekali tidak mengira jika dia akan memelukku” Kata Revan. Revan sama sekali tidak mengira jika akhirnya dia memberanikan diri untuk menceritakan kebenaran ini kepada orang lain. Nessa saja tidak pernah Revan beritahu jika kakaknya itu tidak mendengar sendiri kebenaran ini ketika Sania sedang berbicara dengan Revan. “Sekalipun dia melakukan kesalahan, aku tetap tidak bisa membencinya, Kalila. Dia menghadapi kehidupan yang cukup sulit. Selama bertahun-tahun, semua keluargaku masih mencoba mencari tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi, tapi tidak ada satupun dari mereka yang tahu jika Sania melakukan hal buruk padaku. Ya, setelah kejadian malam itu, tentu saja aku menjauhi Sania. Bukan karena aku marah padanya, aku hanya merasa malu karena aku gagal menjaga dirinya. Satu hal yang tidak aku sangka, Sania meminum banyak obat tidur sehingga dia overdosis” Revan menelan ludahnya sendiri. Dia masih mengingat dengan dengan jelas bagaimana kalutnya pikiran Revan. Revan melihat sendiri jika Sania tidak sadar, Sania tampak sangat lemah. Revan bahkan berkali-kali berpikir jika Sania tidak akan pernah bisa selamat. Tapi untunglah semua hal buruk itu bisa berlalu dengan cepat. Saat itu Revan memang harus melalui sebuah kejadian yang sungguh menyakitkan, tapi Revan tetap bertahan. “Sania memang seperti itu, Kalila. Aku harap setelah ini kamu tidak akan salah paham lagi. Aku rasa aku ingin kita lebih dari sekedar berteman saja, Kalila. Aku tahu jika kamu tidak akan bisa langsung memberikan jawaban, kamu bisa mengambil waktu sebanyak mungkin. Aku akan menunggu jawabanmu..” Kata Revan dengan pelan. *** Revan melangkahkan kakinya dengan santai ketika dia melewati ruang tamu dimana beberapa sepupunya masih berkumpul. Di sana juga ada Sania yang tampak memperhatikan Revan yang baru sampai. “Van, Kalila kenapa?” Tanya sepupu laki-lakinya. Revan tahu jika sepupu laki-lakinya peduli dengan Kalila karena Kalila sangat cantik. Ya, begitulah laki-laki. “Nggak pa-pa. Dia cuma pengen pulang aja. Dia itu nggak bisa marah, jadi tenang aja..” Kata Revan dengan santai. “Gue ke atas dulu, ya..” Kata Revan sambil kembali melanjutkan langkahnya. Saat ini Revan sama sekali tidak berminat untuk duduk bersama dengan saudara-saudaranya. Revan baru saja sampai ke dalam kamarnya ketika pintu kamar diketuk dengan pelan. Awalnya Revan merasa was-was, jujur saja Revan masih merasa khawatir jika kali ini Sania kembali mengganggu dirinya. Setelah kejadian tadi, Revan merasa jika sebaiknya dia sedikit menjauhi Sania saat ini. “Kak Nessa? Kenapa?” Ternyata yang datang bukan Sania, tapi kakaknya sendiri. Revan langsung meminta kakaknya untuk masuk karena Revan tahu kakaknya ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan dirinya. “Kalila kenapa?” Tanya Nessa. Revan tersenyum tipis. Kejadian tadi ada untunnya juga untuk Revan. Selama beberapa hari ini Revan terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah hanya dia yang merasa tertarik? Kalila itu sangat pendiam, Revan sama sekali tidak bisa menebak apa yang ada di dalam pikiran Kalila. Tapi akhirnya pertanyaan Revan mendapatkan jawabannya hari ini. Revan tidak menyimpan rasa sendiri, Kalila sepertinya juga merasakan hal yang sama tapi perempuan itu hanya tidak tahu cara untuk menunjukkannya. “Dia kaget karena lihat aku sama Sania lagi pelukan” Kata Revan. “Hei? Kamu gila? Astaga, Revan! Ini sangat tidak bisa dipercaya” Kata Nessa dengan cepat. Revan mengendikkan bahunya. Ya, siapa juga yang menginginkan hal ini terjadi? Sudahlah, lagipula Revan juga sudah berhasil memperbaiki semuanya. “Sania yang memelukku lebih dulu. Kak, aku tidak mungkin hanya diam saja ketika dia sedang memelukku. Aku tahu jika Sania selalu sendirian selama ini” Kata Revan dengan pelan. Nessa menggelengkan kepalanya seakan kakaknya itu merasa tidak setuju dengan apa yang Revan katakan. Iya, Revan sendiri sadar jika dia terlalu berlebihan, tapi sejak dulu Revan terbiasa untuk memperlakukan Sania dengan sangat baik, Revan tidak akan mungkin bisa mengubah kebiasaan itu hanya karena dia dikecewakan oleh Sania. “Kamu sebenarnya menyukai siapa? Sania atau Kalila? Jangan jadi laki-laki yang tidak tegas pada perasaan sendiri. Kamu pikir kakak akan membiarkan kamu memperlakukan Kalila seperti itu? Revan, ini bukan tentang kenyataan jika Kalila adalah adiknya Ilora, tapi kalaupun Kalila orang asing untuk Kakak, kakak tetap tidak bisa membiarkan dia diperlakukan seperti ini. Kamu membawanya ke rumah, membiarkan Kalila dikenal oleh saudara-saudaramu, mereka semua tahu jika kamu menyukai Kalila. Lalu beberapa saat kemudian kamu meninggalkan Kalila dan memeluk perempuan lain. Wajar saja jika Kalila marah” Kata Nessa. Revan menganggukkan kepalanya dengan pelan. Iya, Revan tahu jika Nessa mengatakan hal yang benar. Revan juga sudah berjanji untuk tidak mengulangi hal ini lagi. Revan tidak akan melakukan kesalahan yang akhirnya membuat Kalila merasa kecewa. Revan tahu bagaimana rasanya dikecewakan, Revan tidak akan membuat orang lain kecewa. “Aku dan Sania sudah selesai, Kak. Aku memang melakukan kesalahan saat ini, tapi aku tidak akan mengulangi hal yang sama lagi. Aku juga sudah menjelaskan semuanya kepada Kalila. Kalila itu perempuan yang sangat mudah untuk mencerna sebuah penjelasan. Jangan khawatir, aku tidak ingin mengecewakan siapapun” Kata Revan dengan pelan. “Bagus kalau begitu. Kakak tidak akan bisa melarang kamu untuk dekat dengan Sania, tapi Kakak tidak suka jika kalian kelewat batas. Kamu harus memilih salah satu, Revan.. tidak bisa mendapatkan keduanya..” “Aku juga hanya menginginkan salah satu saja, Kak. Mana mungkin aku menginginkan keduanya?”  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD