Bab 60

2045 Words
Mobil yang Revan kemudikan akhirnya berhenti di sebuah bangunan salon yang cukup besar. Kalila pernah datang ke salon itu bersama dengan Ilora beberapa bulan yang lalu. Kalila menatap ke arah jendela mobil dimana Sania tampak berjalan keluar dari bangunan itu dan segera tersenyum ketika dia mengenali mobil milik Revan. Kalila mengernyitkan dahinya dan menatap Sania dengan kebingungan ketika Sania malah membuka pintu mobil yang ada di samping Kalila. Apa yang Sania lakukan? Apakah dia tidak tahu jika sejak tadi Kalila duduk di sini? Atau, apakah Kalila memang harus mengganti posisinya jadi duduk di belakang bersama dengan Dipta. “Loh, ada lo, Kalila?” Tanya Sania dengan pandangan kebingungan. Kalila menganggukkan kepalanya dengan pelan lalu tersenyum. “Lo duduk belakang sama Dipta. Ini tempatnya Kalila” Kata Revan dengan cepat. Kalila menolehkan kepalanya ke arah Revan yang langsung memegang tangan Kalila. Sungguh, Kalila sama sekali tidak ingin ada keributan di sini. Ini hanya masalah tempat duduk saja bukan? Apakah Kalila memang harus pindah saja agar Sania bisa segera masuk dan mereka bisa segera pergi? Kalila menatap Revan yang menggelengkan kepalanya dengan pelan seakan pria itu tahu apa yang ada di dalam pikiran Kalila. “Kok gitu? Gue nggak biasa duduk di belakang.. gue mau duduk di sini” Kata Sania. Kalila mengernyitkan dahinya. Memangnya apa bedanya duduk di belakang dan duduk di depan? Astaga, Sania memang sedikit aneh. Kalila menelan ludahnya sendiri, jika seperti ini, mereka tidak akan bisa berangkat dengan cepat. Jujur saja Kalila merasa tidak sabar untuk melihat danau. Kata Dipta, jalan menuju ke danau cukup menyenangkan karena mereka harus berjalan kaki selama kurang lebih 30 menit. “Jangan bikin masalah, San. Lo mau gue jemput atau enggak? Kalau nggak mau gue tinggal sekarang” Kata Revan dengan sangat santai. Kalila menatap Revan dengan pandangan tidak setuju. Kenapa Revan harus mengatakan itu kepada Sania? Sungguh, Kalila sama sekali tidak keberatan jika dia harus duduk di belakang bersama dengan Dipta. “Revan..” Kata Kalila dengan pelan. Revan menggelengkan kepalanya ke arah Kalila. Revan melarang Kalila untuk ikut campur, tapi masalah ini akan bertambah rumit jika Kalila tidak mengalah. Lagipula mereka hanya akan mengantar Sania pulang, setelah itu Kalila akan kembali duduk di samping Revan. “Udah, lo duduk di sini aja. Jangan bikin ribut.. Sini!” Kata Dipta sambil membuka pintu mobilnya. Sania tampak sangat kesal dengan semua itu. Akhirnya Sania membanting pintu yang ada di samping Kalila dan membuat Kalila terkejut. Untung saja Kalila tidak berada dekat dengan pintu itu, Kalila bisa saja terluka jika tangan atau kakinya ad luar. “San, lo gila, ya? Ngapain banting pintu mobil gue?!?” Tanya Revan sambil menatap Sania dengan pandangan kesal. Kalila menghembuskan napasnya dengan pelan. Sejak awal, bersinggungan dengan Sania membuat Kalila mengerti bagaimana sifat Sania. Entahlah, Kalila rasa Sania memang tidak menyukai dirinya. Kalila memang tidak bisa membuat semua orang menyukai dirinya, tidak masalah jika memang ada yang tidak menyukai Kalila. Sudahlah, Kalila memang terlalu berlebihan. Dalam dunia ini memang tidak semua orang diwajibkan untuk menyukai kita, bukan? Kalila sudah menjalani 21 tahun kehidupannya, tapi Kalila tidak banyak mengerti tentang keadaan dunia yang sebenarnya. Kalila menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk hidup di dalam sebuah rumah yang mengubah segalanya. Kalila terus dikurung tanpa pernah melihat keadaan dunia. Kalila masih baru belajar cara untuk berhadapan dengan orang lain. Mendapatkan penolakan seperti ini adalah hal yang tidak mudah untuk Kalila. “Ya gue nggak sengaja!” Kata Sania dengan suara yang keras. Kalila memejamkan matanya. Kalila tidak tahu jika Sania akan membuat keributan sampai seperti ini. “Jangan bikin masalah, ya lo!” Kata Revan sambil melajukan mobilnya kembali. “Kalian mau kemana?” Tanya Sania dengan tiba-tiba. “Udah, nggak usah pengen tahu, lo mau pulang? Nggak masalah, kita anter lo dulu” Kata Dipta dengan santai. Kalila tersenyum ketika dia mendengar apa yang Dipta katakan. Kalila menatap Revan yang hanya diam saja sambil terus fokus untuk mengemudi. Sebenarnya Kalila tahu jika Revan merasa kesal. Ya, entahlah, Sania mungkin membuat Revan jadi tidak nyaman karena pertengkaran mereka. Iya, sekarang Sania dan Dipta memang sedang saling mengejek satu sama lain. Kalila baru tahu jika Dipta bisa jadi sangat menyebalkan ketika dia merasa kesal. “Mending lo geseran sana, anjing! Ngapain deket sama gue?” Tanya Sania. “Siapa yang mau deket sama lo? Dasar kepedean!” “Ya geser sana! Jangan karena gue cantik lo jadi deketin gue!” Kalila menatap ke arah belakang dengan pandangan kebingungan. Kenapa mereka jadi bertengkar seperti itu? “Siapa yang mau deketin lo, jelek? Emangnya lo pikir lo cantik?” Tanya Dipta sambil tertawa mengejek. Kalila menggelengkan kepalanya dengan pelan. Sampai kapan semua ini akan terus terjadi? “Pokoknya gue nggak mau pulang, Van. Gue mau ikut sama kalian. Pasti kalian mau pergi jalan-jalan ‘kan? Gue mau ikut!” Kata Sania dengan keras. Revan menghembuskan napasnya dengan kesal tapi pemuda itu sama sekali tidak mau mengatakan apapun. Apakah ini adalah salah Kalila? Apakah seharusnya mereka memang tidak menjemput Sania? Astaga, kenapa Kalila jadi berpikir seperti itu? Bukankah tidak masalah jika Sania ikut? Sania adalah saudara sepupu Revan, tidak masalah jika dia ingin ikut dengan Revan. Kalila ikut menghembuskan napasnya dengan pelan. Revan sepertinya juga tidak mau berdebat dengan Sania sehingga Revan hanya diam saja. Entahlah.. *** Kalila menatap pohon-pohon tinggi yang ada di depannya. Tidak Kalila sangat jika akhirnya dia menginjakkan kakinya di hutan yang sangat lebat karena sekarang sedang musim hujan. Kalila menatap ke arah sepatunya yang sedang menginjak dedaunan kering di atas tanah hutan ini. “Apakah ada sesuatu yang bisa aku bantu??” Tanya Kalila sambil menatap Revan dan Dipta yang sedang mengeluarkan beberapa barang bawaan mereka. Ah, iya.. tadi sebelum berangkat ke sini Revan pulang ke rumahnya terlebih dahulu untuk mengambil beberapa barang penting yang katanya akan berguna untuk perjalanan mereka. Iya, Revan hanya mengambil jaket untuk Kalila dan juga tikar. Ah, juga beberapa makanan yang katanya akan menyenangkan jika dimakan di tepi danau. Kalila sama sekali tidak mengerti dengan apa yang harus dilakukan, tapi Kalila bersyukur Revan meminjamkan jaketnya kepada Kalila. Udara di sini cukup dingin karena memang hutan ini ada di lereng gunung. Kara Revan dan Dipta mereka harus berjalan sebentar untuk bisa sampai di danau. “Pakai jaketmu dengan benar, Kalila. Di sini cukup dingin.” Kata Revan sambil menaikkan resleting jaket Kalila. Kalila tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. Revan juga mengusap rambut Kalila dengan lembut. “Kita mau kemana?” Tanya Sania yang baru saja keluar dari mobil setelah perempuan itu selesai menggunakan lotion di seluruh kulitnya. Kata Sania dia tidak ingin kulitnya jadi terbakar dan menghitam. Ah, padahal Kalila ingin kulitnya sedikit saja lebih coklat. Kalila merasa jika dia terlihat seperti mayat jika memiliki kulit putih pucat seperti ini. “Ke tengah hutan, terus gue sama Revan bakal bikin lo jatuh ke jurang, nanti Kalila yang pegang ponsel buat video lo” Kata Dipta sambil tertawa. Sungguh, mereka seperti anjing dan kucing. Kenapa Dipta sangat suka menggoda dan mengejek Sania padahal saat mereka pertama kali bertemu saat itu baik Sania maupun Dipta terlihat saling tersenyum satu sama lain? Ah, mereka sangat lucu. “Gila lo?” Sania terlihat sangat terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Dipta. Kalila tertawa pelan sambil menghampiri Revan yang memanggil Kalila untuk mendekat. “Ayo kita berjalan sendiri, biarkan saja mereka di belakang” Kata Revan sambil menggenggam tangan Kalila dan mengajak Kalila untuk berjalan menelusuri jalan setapak yang terlihat sangat indah. “Revan, lo kok jalan sama Kalila?” Tanya Sania yang langsung berlari ketika melihat Revan dan Kalila yang sudah berada jauh di depannya. Kalila menolehkan kepalanya dan melihat Dipta yang sedang sibuk dengan kamera yang dia bawa. “San, bisa nggak jangan ganggu gue dulu? Lo jalan aja, gue udah ajak lo ke sini. Jangan bikin gue jadi kesel!” Kata Revan dengan santai. Kalila mengulurkan tangannya kepada Sania ketika mereka harus melewati jalan yang sempit di antara dia pohon tumbang. Kalila sudah dibantu melewati jalan itu oleh Revan, tapi bagaimana dengan Sania? Kalila takut jika Sania akan kesulitan jadi Kalila memutuskan untuk mengulurkan tangannya. Sania menatap tangan Kalila lalu mendengus dengan kesal. Kalila bahkan sudah ditarik oleh Revan sehingga Kalila hanya bisa menatap Sania dengan kebingungan. Kenapa Revan sama sekali tidak melihat jika Sania sedang kesulitan? Bahkan ketika Dipta melewati jalan itu, Dipta sama sekali tidak membantu Sania. Sekarang Sania jadi tertinggal sangat jauh. “Kalila, senyum!” Kata Dipta dengan keras. Kalila langsung menolehkan kepalanya dan tersenyum seperti yang Dipta inginkan. Tangan Kalila masih digenggam oleh Revan dan saat Dipta memanggil, Revan juga ikut menolehkan kepalanya. Dipta berlari pelan dan menunjukkan hasil fotonya kepada Kalila dan Revan. Tampaknya Dipta memang sangat mahir dalam mengambil gambar. Hasil foto itu terlihat sangat bagus. “Bangus, banget!” Puji Revan. Kalila menganggukkan kepalanya. Iya, hasil gambar yang Dipta ambil memang sangat bagus. “Gue bakal jadi fotografer kalian sekarang. Gue fotoin sepuas kalian, tapi nanti lo beliin gue sepatu” Kata Dipta sambil tersenyum ke arah Revan. Astaga, apa-apaan itu? Kalila jadi tertawa sambil menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Oke, lo fotoin gue yang bagus. Sekalian urusin Sania. Gue beliin lo sepatu dua pasang!” Kata Revan sambil tertawa juga. Kalila menaikkan sebelah alisnya. Kenapa Sania? Kalila menolehkan kepalanya dan menatap Sania yang sedang berjalan ke arah mereka dengan wajah yang tampak sangat kesal. Apa yang harus Kalila lakukan? Tadi Kalila sudah berniat untuk membantu Sania, tapi Sania tidak juga menerima uluran tangan Kalila. Sania bahkan hanya diam saja sambil menatap Kalila dengan sinis. Kalila sama sekali tidak bisa menahan Revan yang menarik tangannya. Ya, kekuatan Kalila tidak sebanding dengan kekuatan Revan yang tampaknya memang sengaja menjauhkan Kalila dari Sania. “Sialan! Kenapa nggak ada yang nungguin gue?!” Tanya Sania yang akhirnya sampai di tempat Revan dan Dipta berhenti untuk membahas bayaran foto untuk Dipta. Mereka memang ada-ada saja. “Maafkan aku, Sania. Aku sudah mencoba untuk membantumu tadi tapi kamu tidak menerima uluran tanganku..” Kata Kalila dengan pelan. Sania langsung mengalihkan pandangannya dari Kalila dan memilih untuk merengek pada Revan. Kalila menghembuskan napasnya dengan pelan. Kenapa Sania bersikap demikian? “Van, kok lo ninggalin gue, sih?” Tanya Sania sambil berusaha untuk mendapatkan perhatian Revan. “San, lo udah gede. Lo bisa jalan sendiri, jangan ngerepotin gue” Kata Revan sambil kembali menarik tangan Kalila untuk berjalan di sampingnya. Sania ikut berjalan di samping Revan. Dia berada di sisi yang lainnya sehingga salah satu tangan Revan juga digenggam oleh Sania. “Terus kenapa lo gandeng tangan Kalila? Harusnya lo sama gue!” Kalila menghembuskan napasnya dengan pelan. Berkali-kali Kalila mengulang kalimat yang sama di dalam pikirannya. Ya, Sania adalah sepupu Revan. Tidak ada yang salah jika Sania mencoba menggenggam tangan Revan juga. Sayangnya, fakta yang pernah Revan katakan jika dulu Sania dan Revan saling menyukai, semua itu membuat Kalila jadi merasa terganggu. Kalila mencoba menggerakkan tangannya agar Revan bisa melepaskan genggaman tangan mereka. Entahlah, Kalila hanya merasa tidak nyaman jika Revan menggenggam tangan dua orang perempuan sekaligus. Kalila sendiri tidak mengerti kenapa dia merasakan hal semacam itu. Baru beberapa detik tangan Kalila terlepas, Revan langsung menolehkan kepalanya ke arah Kalila lalu kembali menggenggam tangan Kalila. Bahkan Revan mencoba melepaskan tangan Sania. Bukan, Kalila bukan meminta agar Revan melepaskan tangan Sania, Kalila hanya.. hanya.. sudahlah, Kalila sendiri tidak mengerti dengan apa yang dia rasakan. “San, ini urusan gue. Gue emang mau ke sini sama Kalila, lo udah gue izinin buat ikut, jangan bikin gue kesel!” Kata Revan sambil meninggalkan Sania yang tampak sangat kesal. “Kalo lo cuma mau ngajak Kalila, ngapain Dipta ikut?” Tanya Sania. Kalila menggelengkan kepalanya dengan pelan. Apa yang Revan katakan? Bukankah mereka merencanakan untuk datang ke sini bersama-sama? “Gue fotografer. Gue harus ikut ke sini. Lo? Lo ngapain di sini? Ganggu aja!” Kata Dipta sambil mengejek Sania. Astaga, Dipta memang sangat suka membuat orang lain jadi kesal. Sania sejak tadi terlihat sangat kesal, ketika dia mendengar Dipta yang terus menggoda dirinya, tentu saja dia semakin kesal. Kalila menghembuskan napasnya dengan pelan. Hutan yang tenang ini jadi penuh dengan suara berisik karena di belakangnya Sania sedang bertengkar dengan Dipta. Mereka sama sekali tidak ada yang mau mengalah. Sesekali Sania berteriak dan ketika Kalila menoleh, Dipta tampak membantu Sania berjalan karena di hutan ini memang banyak sekali ranting pohon yang terjatuh. Entahlah, mereka terlihat sangat lucu.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD