Bab 35

1986 Words
“Kita mau kemana?” Tanya Revan dengan kesal. Revan menatap ke arah Kyra yang sejak awal mengemudikan mobilnya dengan ugal-ugalan. Baiklah, Revan memang sering melakukan hal yang sama dengan Kyra. Iya, mengemudikan mobil di atas kecepatan rata-rata mungkin adalah hal yang biasa dilakukan oleh sebagian orang, tapi masalahnya.. Kyra bukan hanya ugal-ugalan. Perempuan itu sama sekali tidak tahu haluan, dia bahkan berkali-kali hampir menabrakkan bagian depan mobilnya karena dia sama sekali tidak tahu bagaimana caranya menggunakan rem mobil. Entahlah, Revan tidak ingin terlalu banyak komentar. Tapi masalahnya, mereka sudah mengemudi selama lebih dari 15 menit dan Kyra tetap tidak mengatakan mereka akan pergi ke mana. Apakah sekarang Revan pantas merasa kesal kepadanya? Revan sama sekali tidak mengenal Kyra sebelumnya. Ya, mereka memang pernah bertemu satu sama lain, itu itu bukan berarti mereka telah saling mengenal. Ah, bagaimana caranya agar Revan bisa terlepas dari Kyra yang begitu menyebalkan ini? Revan tidak tahan berada di dekat perempuan itu. “Lo suka pantai?” Oh Tuhan, apakah Revan memang melakukan hal yang salah dengan memutuskan untuk ikut bersama dengan Kyra? Revan pikir mereka akan pergi ke tempat yang tidak terlalu jauh untuk berbicara. Entahlah, memangnya apa yang Revan harapkan dari perempuan gila ini? Mereka sama sekali tidak perlu membicarakan apapun, jadi kenapa Revan memilih untuk ikut bersama dengan Kyra? Iya, karena Kalila. Revan mau mengikuti apa yang Kyra lakukan karena Revan tidak ingin Kyra menyakiti Kalila. Hanya demi Kalila saja.. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Apa yang harus Revan lakukan sekarang? “Turunin gue sekarang” Kata Revan dengan tegas. Iya, Revan memang sama sekali tidak memiliki pilihan lain selain meminta untuk diturunkan. Lagipula apa yang akan Revan lakukan? Dia akan berada di dalam mobil ini bersama dengan Kyra untuk waktu yang masih belum jelas. Revan meninggalkan ponselnya karena tadi dia sedang makan di kantin. Ponselnya ada di dalam tas dan tas itu masih ada di kantin. Astaga, apakah sekarang Revan harus kehilangan ponselnya lagi karena dia bertemu dengan Kyra? Sepertinya perempuan ini memang pembawa sial! “Apa? Lo udah setuju buat ikut sama gue, Revan..” Kata Kyra sambil menatap Revan. Revan memutar bola matanya dengan kesal. Kapan Revan setuju? Oh Tuhan, apa yang harus Revan lakukan sekarang? Revan sama sekali tidak memiliki pilihan tadi. Revan tidak mungkin membiarkan Kalila celaka hanya karena Revan menolak permintaan Kyra. Tapi sekarang Revan benar-benar menyesal karena telah menuruti apa yang Kyra inginkan. Kyra sepertinya punya masalah terhadap kesehatan mentalnya. Iya, manusia macam apa yang memaksa orang tidak dikenal untuk ikut dengannya ke pantai? Bukankah hal itu hanya akan terjadi pada Kyra saja? “Gue nggak bilang kalo gue setuju ikut lo ke pantai” Kata Revan dengan kesal. “Ini permintaan gue. Gue janji setelah itu gue bakal anter lo balik ke kampus. Nggak akan lama kok, kita di sana cuma satu jam aja” Kata Kyra sambil menatap Revan dengan tatapan memohon. Apa-apaan perempuan ini? Apakah dia tidak malu untuk mengajak orang asing yang sudah jelas-jelas menolak dirinya? Revan sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran Kyra yang benar-benar ajaib itu. Sekarang apa yang harus Revan lakukan? Apakah dia memang harus pasrah begitu saja? “Gue mau sepuluh menit” Kata Revan pada akhirnya. “Apa? Lo gila, perjalanan ke sana itu sejam lebih, dan lo cuma mau di sana sepuluh menit?” Tanya Kyra. Revan mengendikkan bahunya dengan santai. Itupun jika Kyra mau, jika dia tidak mau, tentu saja Kyra bisa menurunkan Revan di sini. Untunglah sekalipun tidak membawa ponsel, Revan tetap membawa dompet. Revan bisa kembali ke kampus menggunakan taksi jika memang perempuan gila ini mau menurunkan dirinya. “Sepuluh menit atau lo turunin gue di sini sekarang” Kata Revan dengan santai. “Astaga, lo gila?” Tanya Kyra dengan kesal. “Lo nggak punya kaca? Lo yang gila!” Kata Revan. “Oke, 45 menit” Kata Kyra. Revan menaikkan sebelah alisnya. Oh Tuhan, Kyra memang perempuan yang sangat sulit di atur. Selain gila dan arogan, Kyra juga sangat keras kepala. Dia juga berbahaya karena Revan sudah melihat sendiri bekas luka yang ada di kepala Kalila. Iya, Kalila pasti sangat tersiksa karena dia memiliki saudara kembar seperti Kyra. Masalahnya, apakah selama ini Ilora dan Kenzo tahu apa saja yang sedang Kalila hadapi? Bagaimana jika selama ini mereka tidak pernah tahu kalau Kyra sering diam-diam datang dan menyiksa Kalila? “15 menit” Kata Revan dengan santai. “30 menit. Jangan nawar lagi! Gue cuma minta 30 menit!” *** Ketika sampai di pantai, hari sudah sore. Bahkan sudah hampir senja. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan, dia membuang-buang waktunya bersama dengan Kyra sementara Revan sama sekali tidak tahu bagaimana keadaan Kalila. Iya, ponsel Revan tertinggal, Revan sama sekali tidak bisa menghubungi siapapun termasuk Dipta. Revan hanya ingin memastikan bagaimana keadaan di kampus setelah kejadian mengejutkan tadi siang. Revan tahu kalau semua orang pasti akan membicarakan kejadian tadi, tapi sungguh.. Revan hanya ingin memastikan bagaimana keadaan Kalila. Revan tidak ingin Kalila merasa cemas atau ketakutan jika dia sampai mendengar berita buruk yang terjadi hari ini. Iya, begitulah.. Sejak tadi Revan mencari cara untuk bisa menghubungi Kalila, tapi Revan sama sekali tidak menemukan jalan keluar. Ah, sebenarnya ada satu jalan, tapi Revan tidak akan mungkin melakukannya. Ya, apakah Revan memang harus meminjam ponsel Kyra untuk menghubungi Kalila? Itu akan membuat Kalila jadi bertambah khawatir saja. Sudahlah, Revan hanya akan berada di sini selama 30 menit dan setelah itu Revan akan mencari kendaraan pulang sendiri. Revan tentu tidak mau menghabiskan waktunya selama satu setengah jam untuk duduk bersama dengan Kyra. Itu adalah hal yang sangat Revan hindari. “Lo mau kelapa muda?” Tanya Kyra sambil mengulurkan kelapa muda yang bagian atasnya telah dilubangi. Revan menerima kelapa yang diberikan oleh Kyra lalu mengucapkan terima kasih kepada perempuan itu. Iya, sekalipun Revan sangat kesal dengan Kyra, Revan tetap akan menggunakan logikanya. Kyra sudah terlanjur membeli dua kelapa muda, jika Revan menolaknya, Kyra pasti akan membuat keributan lagi. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan dan melangkahkan kakinya menuju ke dermaga. Hari sudah mulai gelap sehingga saat ini bibir pantai sudah dipenuhi dengan banyak orang yang ingin menyaksikan matahari terbenam. “Lo suka matahari terbenam?” Tanya Kyra sambil ikut duduk di samping Revan. Revan menatap Kyra sekilas tapi dia enggan mengatakan apapun. Ya, begitulah, ini adalah cara yang paling ampuh untuk membuat Kyra tidak lagi ingin mengajak dirinya seperti ini. Kyra harus tahu jika Revan sangat tidak menyukai semua ini. Kedatangan Kyra yang tiba-tiba, keributan yang dibuat oleh perempuan itu, lalu semua paksaan yang dia berikan. Oh Iya, jangan lupakan juga ancaman yang Kyra katakan. Dia benar-benar wanita yang sangat menyebalkan. Revan tidak percaya jika Kalila memiliki saudara kembar seperti Kyra. “Gue nggak pernah ngajak siapapun ke sini. Lo orang pertama yang gue ajak” Kata Kyra lagi. Sebenarnya Kyra ini sadar atau tidak jika sejak tadi Revan mengabaikan dirinya? Oh sungguh, Revan sama sekali tidak peduli siapa orang pertama yang Kyra ajak ke sini. Bahkan Revan sama sekali tidak peduli jika dirinya adalah orang tidak beruntung itu. “Lo mikirin Kalila ‘kan? Lo berharap dia juga mikirin lo? Lo menyedihkan!” Kata Kyra. Revan menolehkan kepalanya dengan pelan. Apakah Kyra sedang membicarakan dirinya sendiri? Sungguh, di sini yang terlihat sangat menyedihkan adalah Kyra. Perempuan gila itu benar-benar semakin terlihat gila. “Lupain Kalila, di sini ada gue. Lo harus lupain pecundang itu” Kata Kyra sekali lagi. Sebenarnya Revan sudah berusaha sekuat tenaga untuk mengabaikan semua kalimat kasar yang diucapkan oleh Kyra, tapi kalimatnya yang satu ini sudah kelewatan. Dia tidak sadar jika kata ‘pencundang’ jauh lebih cocok untuk dirinya dibandingkan Kalila? “Lo yang pencundang, Kyra” Kata Revan dengan pelan. “Lo ternyata baru mau ngomong kalo lo mau ngatain gue. Oke, nggak masalah.. lo bisa ngomong apapun yang lo mau” Kata Kyra sambil tertawa pelan. Benar, Revan memang baru kali ini menemukan perempuan yang dengan santainya malah tertawa ketika mendengarkan u*****n dari orang lain. Ah, kenapa waktu berjalan sangat lama sekali? Revan sudah sangat ingin pulang. Revan tidak peduli jika pemandangan di pantai ini terlihat sangat indah ketika matahari akan terbenam. Sungguh Revan hanya ingin pulang saja. Setidaknya Revan ingin terlepas dari Kyra Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Baiklah, dia memang harus menahan dirinya lebih sabar lagi. Kyra terlihat senang padahal Revan berbicara hanya untuk merendahkannya. Sekarang Revan harus tetap diam, apapun yang Kyra katakan atau lakukan, Revan harus tetap diam. “Apa aja yang Kalila bilang ke lo? Apa dia cerita semuanya? Dia itu pecundang, dia nggak mungkin mau ngomong semuanya..” Kata Kyra dengan santai. Ah, iya, Revan tahu apa maksud dari kalimat yang Kyra katakan. Jika Revan jadi Kalila, tentu saja Revan akan berpikir dua kali sebelum menceritakan tentang kembarannya yang sedikit psikopat itu. Tentu saja Revan akan merasa malu jika ada yang tahu bagaimana gilanya saudara yang dia miliki. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Setelah pulang dari tempat ini, Revan akan langsung menuju ke rumah Kalila. Revan akan mengatakan semua hal yang terjadi karena Revan tidak tahan lagi dengan sikap Kyra. Ah, mungkin Revan tidak perlu mengatakan ini kepada Kalila. Menceritakan betapa buruknya saudara kembar yang Kalila miliki sama seperti mengejek keadaan Kalila. Iya, Revan tidak ingin melakukan itu. “Lo mau makan sesuatu? Gue sering ke sini jadi gue tahu mana tempat yang enak buat makan” Kata Kyra dengan santai. Revan sama sekali tidak menolehkan kepalanya ke arah Kyra. Iya, akan lebih baik jika Revan berpura-pura tidak mendengar saja. Kyra sangat berisik dan mengganggu, Revan tidak suka dengan perempuan itu. Astaga, sudah berapa kali Revan mengatakan jika dia tidak menyukai Kyra? Ya, sekalipun wajahnya sama persis dengan Kalila, Revan tetap tidak akan pernah berpikir untuk tertarik dengan Kyra. Iya, sekarang Revan jadi mengingat tentang rencana gila yang pernah Dipta ungkapkan ketika mereka sedang ada di kamar rawat Raka. Apakah Dipta masih mau memiliki hubungan dengan Kyra setelah dia tahu bagaimana perilaku Kyra? Kyra memang cantik, sangat cantik tentunya karena wajahnya sama dengan Kalila, tapi dengan perilaku seperti ini, Revan tidak akan pernah tertarik dengannya. “Gue cuma minta waktu 30 menit dari lo, jadi jangan bikin gue kesel, Van!” Kata Kyra dengan keras. Perempuan itu bahkan melemparkan kelapa miliknya ke arah depan dermaga sehingga beberapa detik kemudian terdengar suara hempasan kelapa yang menyentuh air pantai. Astaga, apa yang Kyra lakukan adalah hal yang salah. Bagaimana jika ada orang di bawah sana? Revan kembali menghembuskan napasnya dengan pelan. Revan akan membuang tenaga dan waktunya jika dia membahas apa yang baru saja Kyra lakukan. Ya, terserah saja Kyra mau melakukan apa, Revan sama sekali tidak peduli asalkan perempuan itu tidak menyentuh dan menyakiti Kalila. Revan jadi bertanya-tanya, apakah sekarang Kalila sedang memikirkan dirinya? Apakah perempuan itu sedang merasa takut karena mendengar kabar tentang kedatangan Kyra di kampus? Revan tidak sempat mengatakan apapun kepada Kalila, Revan bahkan tidak membawa ponselnya sekarang. Ya, Revan hanya bisa diam dan menunggu dengan sabar. Tidak lama lagi dia akan terbebas dari Kyra. “Lo mau makan apa, Van?” Tanya Kyra lagi. “Lo bisa diem nggak?” Tanya Revan balik. Revan sudah berada di batas kesabaran yang dia miliki. Jujur saja Revan bukan orang yang sabar. Saat ini Revan menjaga emosinya karena dia tidak ingin Kyra menyakiti Kalila seperti ancaman yang dia katakan tadi. Jika bukan karena Kalila, tentu saja Revan tidak akan mau mengikuti Kyra sampai ke pantai ini. Sekalipun Revan hanya perlu duduk di sini selama 30 menit, rasanya tetap saja menyebalkan. “Gue tanya ke lo baik-baik, ya.. jangan sampek gue kesel dan akhirnya bikin Kalila sengsara” Kata Kyra. Revan mengernyitkan dahinya. “Oh, lo mau ngancem gue lagi? Lo pikir gue takut? Gue ikut sama lo cuma karena gue malu sama anak-anak kampus, gue mau sama temen-temen gue. Lo dateng ke kampus gue, dandanan lo norak banget, lo sok kenal sama gue, lo pikir gue nggak malu?” Tanya Revan dengan kesal. Sekalipun Revan tahu jika kalimatnya sudah terlalu berlebihan, Revan tetap tidak merasa menyesal sama sekali.        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD