Bab 6

3044 Words
Revan melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah. Revan tidak memiliki banyak waktu karena dia hanya harus mandi dan membersihkan tubuhnya dengan sangat cepat. Revan harus segera datang ke rumah sakit karena Dipta tidak ingin hanya berdua saja dengan Aira. Iya, Revan memang tidak akan bisa menolak keinginan Dipta. “Kamu akan pergi kemana Revan?” Revan langsung menolehkan kepalanya dan menemukan Kakaknya yang terlihat sedang mengernyitkan dahinya ke arah Revan. Revan menghentikan langkahnya sebentar karena dia harus menyapa Kakaknya dulu. “Aku akan pergi ke rumah sakit, Kak. Aku harus melihat keadaan Raka..” Kata Revan sambil menatap Kakaknya. “Loh? Kamu akan ke sana lagi? Kakak kira kamu  tidak ada acara apapun hari ini..” Revan mengernyitkan dahinya ketika dia mendengar apa yang dikatakan oleh Kakaknya. Memangnya kenapa kalau Revan memiliki acara? Apakah Kakaknya membutuhkan bantuan seperti biasanya? “Kenapa, Kak?” Tanya Revan. Revan melirik jam dinding yang ada di sudut ruangan. Kalau Revan terlambat, Dipta jelas akan marah padanya. Revan menghembuskan napasnya, di saat yang sama, Revan juga tidak bisa meninggalkan Kakaknya yang kelihatannya ingin mengatakan sesuatu padanya. “Ada  teman kakak yang mau bertemu denganmu. Kakak pikir kamu tidak ada kegiatan apapun setelah ini..” Nessa terlihat menyesal dengan apa yang dia katakan. Revan menatap Kakaknya dengan pandangan kebingungan. Apa yang dikatakan oleh Kakaknya? Memangnya apa yang ingin dilakukan oleh teman Kakaknya itu? Kenapa dia ingin bertemu dengan anak ingusan seperti Revan? Ah, Kakaknya memang ada-ada saja! “Maksud kakak bagaimana?” Tanya Revan dengan kebingungan. “Teman Kakak itu punya adik, katanya dia kuliah juga di kampus kamu. Dia mau adiknya itu berteman sama kamu..” Revan menganggukkan kepalanya. Memangnya sekarang masih zaman yang berteman dengan cara seperti ini? Kalau memang ingin berteman dengan Revan, ya langsung saja menemui Revan lalu mengatakan kalau dia ingin berteman dengan Revan. Kenapa juga harus melalui hubungan dua orang Kakak seperti ini? Revan menggaruk tengkuknya sendiri. Di satu sisi, Revan merasa kalau dia haru menemui Dipta dengan segera. Tapi di sisi yang lain Revan juga tidak ingin kalau Kakaknya sampai harus mengingkari janji yang sudah dia buat. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Astaga, ini memang hari yang sedikit membingungkan.. “Tapi aku ada janji  dengan Dipta, Kak.. Sepertinya orangtua Raka juga belum datang ke rumah sakit” Kata Revan dengan berat hati. Sebenarnya bukan hanya itu yang menjadi alasan Revan, jujur saja Revan merasa tidak nyaman dengan apa yang terjadi saat ini. Revan tidak suka dengan hal yang rumit.. kalau memang ingin berteman, ya langsung saja berteman. Entahlah, Revan memang merasa sangat tidak tertarik dengan apa yang dikatakan oleh Kakaknya. Tapi Revan juga tidak ingin membuat Kakaknya malu karena harus mengingkari janjinya sendiri. “Justru itu, karena  sudah ada Dipta, tidak masalah kalau hari ini kamu tidak ke sana. Teman kakak katanya sangat butuh bantuanmu, Revan” Kata Nessa sambil menatap Revan dengan pandangan penuh harap. Ya ampun, apa yang bisa Revan lakukan? *** “Gue ada acara, b**o!” Kata Revan dengan santai ketika dia mendengar suara Dipta yang memprotes apa yang dia katakan. Revan menatap ponsel Kakaknya yang sekarang sedang dia gunakan untuk menghubungi Dipta. Ah, kapan Revan punya waktu untuk membeli ponsel? Revan sebenarnya juga tidak tega ketika harus membiarkan Dipta sendirian bersama dengan Aira. Tapi Revan juga tidak bisa menolak permintaan Kakaknya yang sangat sederhana itu. Selama ini Nessa sudah memberikan banyak hal pada Revan, sementara Revan masih belum bisa melakukan apapun untuk Kakaknya selain membantu ketika Kakaknya mengalami sedikit kesulitan. Kali ini Revan juga harus menuruti apa yang diminta oleh Kakaknya. Lagi pula memang benar apa yang dikatakan oleh Nessa, dibanding harus sama-sama merasa mengantuk ketika sedang kuliah, seharusnya Dipta dan Revan bergantian saja untuk menjaga Raka. Ah, sekalipun sangat merepotkan, Revan dan Dipta tetap saja berusaha untuk merawat Raka dengan baik. Mereka adalah teman, sebenarnya hubungan mereka terasa jauh lebih dekat dibanding hubungan saudara. “Dih, gila banget lo! Gue udah di depan rumahnya Aira!” Benar, Dipta memang terdengar sangat marah dengan apa yang dikatakan oleh Revan. Mau bagaimana lagi? Revan juga tidak akan bisa melawan apa yang diinginkan oleh Kakaknya. Sekarang Revan memang harus mengorbankan janjinya sendiri untuk membuat Kakaknya senang. Lagi pula Nessa sudah mengatakan kalau pertemuan mereka tidak akan lama. Revan hanya perlu berbincang sebentar dengan teman barunya yang aneh itu, lalu Revan bisa langsung pergi untuk meninggalkan mereka agar bisa langsung pergi ke rumah sakit. “Nanti gue nyusul! Udah lo langsung ada ke rumah sakit sama Aira..” Kata Revan sambil kembali tertawa. Revan mendengar suara pintu kamarnya yang diketuk. Kemungkinan besar itu adalah Kakaknya. “Iya, Kak. Bentar!” Kata Revan sambil menjauhkan ponselnya sendiri agar Dipta tidak mendengar suaranya. “Gue udah dipanggil. Mending lo urus Aira dulu, nanti gue nyusul..” Kata Revan pada Dipta yang masih saja terdengar mengomel karena kesal. “Lo udah kaya orang mau lamaran aja, pake acara dipangil segala..” Revan tertawa pelan ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Dipta. Temannya itu terdengar sangat kesal sekalipun pada akhirnya dia menerima saja apa yang menjadi alasan Revan. Baiklah, Revan tidak ingin basa-basi terlalu lama. Revan akan langsung berkenalan dengan teman barunya itu lalu segera mengatakan kalau dia memiliki urusan yang jauh lebih penting dibanding dengan acara berkenalan yang cukup aneh ini. “Kamu siap?” Tanya Nessa ketika Revan keluar dari kamarnya sendiri. Revan mengernyitkan dahinya ketika dia mendengar pertanyaan Kakaknya. Sungguh, ini memang terasa cukup aneh untuk Revan. “Kata Dipta aku terdengar seperti orang yang akan lamaran, Kak.. tolong, jangan buat ini jadi bertambah aneh..” Kata Revan sambil menatap Kakaknya yang langsung tertawa. Benar, seumur hidup baru kali ini Revan melakukan sesuatu yang terasa sangat canggung dan aneh. Lagi pula kenapa Kakaknya sampai harus ikut campur di dalam lingkaran pertamananya? Revan menghembuskan napasnya dengan pelan ketika dia menatap Kakaknya yang berjalan di sampingnya. Benar, Dipta memang benar. Semua yang dilakukan oleh Nessa memang membuat Revan merasa kalau dia akan segera melangsungkan acara lamaran. Baiklah, Revan hanya bisa berharap kalau keadaan di bawah tidak akan secanggung ini. *** Revan sama sekali tidak menyangka dengan apa yang dia lihat saat ini. Seorang gadis yang sedang berdiri di depannya sambil melayangkan senyum.. benar, Revan tentu tidak akan salah mengenali gadis ini sekarang! Tunggu dulu, kenapa gadis itu bisa ada di rumah Revan?! Tidak mungkin ini sebuah kebetulan atau semacamnya karena sebenarnya hari ini Revan akan dikenalkan dengan adik dari teman Kakaknya. Apa ini yang dimaksud oleh Kakaknya? “Wah, jadi ini Revan?” Seorang wanita lainnya bangkit berdiri sambil menyambut Revan yang berjalan bersama dengan Kakaknya. “Iya, ini Revan, dia adikku yang sering aku ceritakan..” Jawab Nessa dengan santai. Revan sama sekali tidak bisa melakukan apapun selain terus menatap seorang gadis yang masih duduk sambil tersenyum ke arah Revan. Gadis itu menggunakan kemeja putih dan rok merah muda yang terlihat sangat cocok dengan kulitnya yang putih pucat. Tidak, Revan tidak akan mungkin salah mengenali lagi! Gadis ini adalah gadis yang dia selamatkan tadi malam. Gadis yang terlihat sangat frustasi dan putus asa hingga dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Apa gadis ini yang akan dikenalkan pada Revan? “Revan? Kamu kenapa melamun?” Tanya Nessa sambil mencubit lengan Revan dengan pelan. Sekalipun pelan, Revan tetap saja merasa tersentak dengan apa yang dilakukan oleh Kakaknya. Revan jadi terkejut sendiri ketika dia menyadari jika dirinya sedang melamun. Benar, memang gadis itu yang Revan temui kemarin malam. Ketika Revan terlihat sangat kaget dengan pertemuan mereka, kenapa gadis itu malah terlihat biasa saja? Ah, iya! Revan juga baru ingat jika tadi sore dia merasa melihat gadis ini di lorong kampus. Ternyata itu bukan hal yang salah. Revan mungkin memang melihat gadis ini, tapi Revan hanya salah orang saja. Sebenarnya memang gadis ini yang Revan lihat.. Ya ampun, kenapa dunia terasa sangat sempit sekarang? “Kalila, ini Revan.. kalian harus berteman satu sama lain..” Ah, jadi namanya adalah Kalila? Baiklah, Revan sudah menemukan orangnya dan juga namanya. Revan jadi sangsi kalau gadis ini memiliki masalah berat di dalam hidupnya. Dia terlihat sangat bahagia dengan kehidupannya. Dia memiliki seorang Kakak yang baik dan juga terlihat sangat menyayangi dirinya. Lalu apa yang membuat Kalila itu mencoba bunuh diri? Orang yang bunuh diri biasanya disebabkan karena dia memiliki masalah berat di dalam hidupnya, tapi Kalila terlihat baik-baik saja. Ah, Revan sebenarnya tidak bisa bersikap sok tahu. Orang yang terlihat baik-baik saja belum tentu benar-benar baik. Semua itu Revan pelajari setelah dia tahu hal apa yang terjadi pada Raka. Temannya itu juga terlihat baik-baik saja selama ini, siapa yang tahu kalau Raka ternyata menyimpan sebuah masalah besar di dalam hidupnya? “Revan! Ayo berkenalan dengan Kalila!” Kakaknya kembali menegur Revan. Revan mengernyitkan dahinya. Sekalipun tidak pernah berkenalan secara langsung, saat ini seharusnya Kalila tidak perlu menunggu sampai Revan mengulurkan tangannya untuk berkenalan secara resmi dengan gadis itu, bukan? Ah, apakah Kalila bersikap seperti ini hanya agar dia tidak ketahuan oleh Kakaknya? Iya, mungkin Kalila memang berusaha untuk menyembunyikan apa yang terjadi karena kalau dia mengatakan sudah pernah bertemu dengan Revan, Kakaknya pasti akan bertanya mengenai bagaimana pertemuan mereka bisa terjadi. Baiklah, kalau memang Kalila ingin membuat permainan, Revan akan ikut serta di dalamnya. Revan tertarik dan ingin tahu sejauh mana Kalila akan memainkan perannya. “Revan..” Kata Revan sambil mengulurkan tangannya. Kalila masih menatap Revan dengan matanya yang bulan. Beberapa detik kemudian Kalila menggapai tangan Revan lalu menyebutkan namanya. “Kalila..” Entah kenapa saat ini Revan benar-benar merasakan jika ada sesuatu yang berbeda dengan Kalila dan gadis yang dia temui semalam. Ketika mendengar suara Kalila, semua orang akan setuju jika Revan mengatakan kalau Kalila memiliki suara indah yang menenangkan hati. Sementara gadis yang Revan temui kemarin malam terlihat sedih, marah, dan kecewa. Iya, itu hal yang wajar.. Kalila yang sekarang terlihat sedang bahagia, sementara Kalila yang kemarin malam sedang frustasi dan berusaha bunuh diri. *** Revan menatap ke arah Kalila yang berjalan di sampingnya. Gadis itu banyak diam sambil menundukkan kepalanya setiap kali Revan tidak menanyakan pertanyaan apapun pada dirinya. Kalila juga terlihat tidak mengingat Revan sama sekali karena gadis itu sama sekali tidak terlihat gugup ataupun cemas ketika sedang berbicara dengan Revan. “Terima kasih karena sudah berteman denganku..” Kata Kalila sambil menatap Revan dengan senyuman di bibirnya. Ketika melihat senyuman Kalila, Revan juga langsung tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. Baiklah, sepertinya Kalila memang tidak ingat kalau Revan adalah laki-laki yang dia peluk kemarin malam. Apakah lampu yang ada di jembatan tidak cukup terang sehingga membuat Kalila sama sekali tidak mengingat wajah Revan? Ah, apakah Revan memang harus langsung bertanya saja pada Kalila? Lagi pula sekarang mereka tidak sedang bersama dengan Nessa ataupun Ilora. Revan sengaja mengajak Kalila keluar dari rumah untuk berjalan di taman belakang karena dia ingin bertanya langsung pada Kalila mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu. Ketika Revan mengetahui apa alasan di balik upaya bunuh diri yang dilakukan oleh Raka, Revan jadi mulai sadar mengenai pentingnya komunikasi untuk seseorang yang sedang mengalami depresi dan frustasi. Entahlah, setelah melihat keadaan Kalila yang tidak beda jauh dari Raka, Revan jadi merasa simpati dengan gadis itu. “Lo.. eh, kamu tidak mengingat aku?” Revan merasa geli sendiri ketika dia mendengar kata yang keluar dari mulutnya. Selama ini, Revan tidak pernah berbicara dengan sapaan baku itu dengan orang lain selain dengan keluarganya sendiri. Rasanya ada sesuatu yang aneh dengan bibirnya karena dia mengikuti sapaan yang diberikan oleh Kalila. Seingat Revan, kemarin malam Kalila menggunakan bahasa yang lebih santai. “Kam-kamu?” Tanya Kalila sambil mengernyitkan dahinya. Revan jadi ikut mengernyitkan dahinya karena merasa kebingungan. Kenapa gadis ini terlihat tidak mengingat Revan sama sekali? Apakah dia memang tidak melihat wajah Revan dengan baik kemarin malam? Ah, mungkin sebaiknya Revan memang tidak perlu mengungkit apa yang terjadi pada kemarin malam karena kemungkinan besar kejadian itu akan membuat Kalila kembali mengingat dengan usaha bunuh dirinya. Baiklah, sekalipun merasa sangat kesal karena Kalila sama sekali tidak mengingat dirinya, Revan tetap berusaha santai. Iya.. memang sama sekali tidak masalah kalau Kalila melupakan apa yang terjadi kemarin malam. Entah Kalila memang benar melupakan atau dia hanya pura-pura lupa saja. “Lupain aja. Lo.. eh! Kamu semester berapa?” Tanya Revan dengan santai. Mungkin suatu saat Revan akan mengajari Kalila agar perempuan itu tidak berbicara terlalu kaku. Di zaman seperti ini, akan ada banyak orang yang akan salah paham kalau mereka mendapatkan sapaan seperti yang Kalila katakan. Ya, begitulah, akan ada banyak sekali orang yang baper dengan kalimat yang dikatakan oleh Kalila. Salah-salah mereka malah bisa mengartikan jika Kalila tertarik dengan mereka, ya.. ini memang hanya berlaku untuk kaun adam saja. “Baru semester satu..” Jawab Kalila sambil tersenyum sopan. Revan langsung menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Oh, masih maba, ya?” Seharusnya tanpa bertanya juga Revan sudah tahu kalau Kalila adalah maba alias mahasiswa baru. “Iya..” Jawab Kalila sambil tersenyum. Revan selalu ikut tersenyum ketika dia melihat senyuman Kalila. Iya, gadis itu memang sangat cantik ketika dia sedang tersenyum. Siapapun yang melihat senyuman Kalila pasti akan langsung terpesona dengan kecantikannya. Sekalipun Revan bukan tipe laki-laki buaya yang akan langsung jatuh cinta ketika melihat ada perempuan cantik, tapi tetap saja.. wajah Kalila yang cantik dan manis itu memang bisa membuat semua orang jadi tertarik untuk berbicara dengan dirinya. Astaga, kenapa tadi malam Revan sama sekali tidak menyadari kecantikan Kalila, ya? Apa benar karena lampu jembatan yang tidak terlalu terang sehingga membuat Revan tidak bisa melihat dengan jelas? Ah, iya! Alasan itu juga yang membuat Kalila tidak mengingat pertemuan pertama mereka itu. Sebaiknya sekarang Revan tidak perlu mengungkit masalah bunuh diri itu. Nessa dan Ilora mempercayakan Kalila untuk menjadi teman Revan. Sebagai seorang teman, sudah seharusnya Revan memberikan nasehat pada Kalila. Iya, Revan harus memberi tahu pada gadis itu kalau tindakan bunuh diri bukanlah tindakan yang patut untuk dilakukan, tapi Revan juga tidak boleh menyinggung apa yang terjadi kemarin malam. Beberapa orang yang memiliki masalah semacam itu tidak boleh terlalu diingatkan pada hal gila yang telah mereka lakukan. Memang benar jika Kalila pernah melakukan percobaan bunuh diri, tapi Revan tidak memiliki hak untuk mengungkit apa yang pernah dilakukan oleh perempuan itu. Sama seperti Raka, Kalila pasti juga memiliki masalah pribadi yang tidak bisa diceritakan ke sembarang orang. “Jangan khawatir, kita sekarang teman, jadi kamu akan sering bertemu denganku kalau sedang di kampus. Aku kadang memang tidak terlalu memperhatikan sekitar, tapi kalau kamu melihatku bersama teman-temanku, kamu langsung bergabung saja..” Ini memang salah satu upaya yang bisa Revan lakukan agar Kalila tidak lagi merasa sendirian. Dengan dikelilingi oleh orang-orang yang peduli padanya, Kalila pasti akan mulai sadar dengan sendirinya kalau bunuh diri bukanlah pilihan yang tepat. Revan juga ingin memberi tahu pada Kalila kalau selain teman, Kalila juga memiliki keluarga yang sangat menyayangi dirinya. Iya, lihat saja apa yang dilakukan oleh Liora hanya karena wanita itu khawatir kalau Kalila tidak bisa memiliki teman ketika sedang di kampus. Ya, sebenarnya dengan sifat pendiam dan pemalu seperti Kalila, sepertinya dia memang akan sulit untuk mendapatkan teman. Ilora pasti mengkhawatirkan hal itu sehingga dia sampai membuat Kalila berkenalan dengan Revan. Wanita itu ingin Kalila tidak selalu sendirian ketika sedang di kampus. Baiklah, Revan awalnya memang merasa aneh dengan apa yang terjadi, tapi sekarang Revan berjanji kalau dia akan menjadi teman Kalila dan membantu wanita itu untuk memiliki banyak teman ketika di kampus. “Terima kasih banyak..” Kata Kalila sambil kembali tersenyum. Revan ikut tersenyum. Bohong kalau dia mengatakan jika dia tidak merasa tertarik dengan Kalila. Selain tertarik dengan kecantikan gadis itu, Revan sebenarnya lebih tertarik dengan apa yang terjadi di dalam kehidupan Kalila. Gadis itu terlihat sangat baik-baik saja. Kakaknya juga terlihat sangat menyayangi dirinya sekalipun tadi Nessa mengatakan jika wanita itu bukan Kakak kandung Kalila, Ilora hanyalah Kakak ipar Kalila. Tapi kalau melihat hubungan baik antara Kalila dan Ilora, Revan sepertinya juga sudah tahu bagaimana hubungan Kalila dengan Kakak kandungnya sendiri. “Jangan terlalu sering mengatakan terima kasih. Aku sama sekali tidak melakukan apapun..” Kata Revan sambil tersenyum. Revan menatap penampilan Kalila dari samping. Gadis itu terlihat sangat cantik dengan balutan kemeja putih dan rok merah muda. Benar, lagi-lagi berbeda dengan Kalila yang ada di dalam ingatan Revan. “Aku sebenarnya tidak terlalu berharap kalau aku akan punya teman. Tapi ternyata aku salah, aku mendapatkan satu teman sekarang..” Kata Kalila sambil kembali tersenyum. Untuk manusia yang sangat mudah berteman dengan siapapun, Revan sebenarnya merasa aneh dengan apa yang dikatakan oleh Kalila. Revan menghembuskan napasnya dengan pelan. Gadis ini sepertinya memang sangat ingin memiliki teman tapi dia memiliki kendala besar yaitu dirinya sendiri. Sepertinya tidak ada salahnya kalau Revan membantu Kalila dalam mencari teman. Revan menghembuskan napasnya pelan sambil tersenyum ke arah Kalila. “Aku bisa bantu supaya kamu punya banyak teman. Kamu masih muda, Kamu harus punya teman yang banyak, Kalila. Kamu mau?” Tanya Revan dengan pelan. Kalila menolehkan kepalanya lalu mengangguk dengan ragu. Jujur saja Revan mulai penasaran dengan Kalila. Ada sesuatu di dalam diri perempuan itu yang membuat Revan ingin masuk ke dalam kehidupannya. Revan ingin tahu masalah apa saja yang selama ini dihadapi oleh Kalila sehingga membuat perempuan itu nekat hampir mengakhiri hidupnya sendiri. “Tentu..” Jawab Kalila sambil tersenyum. “Kalila, sebenarnya aku ada urusan yang penting sekarang. Teman dekatku masuk rumah sakit, aku harusnya ke sana sekarang. Kamu mau ikut ke sana bersamaku?” Tanya revan dengan pelan. Sejujurnya Revan bisa saja langsung meninggalkan Kalila di rumah ini dan segera menuju ke rumah sakit, tapi entah kenapa Revan merasa jika dia harus mengajak Kalila juga. Lagi pula di sana nanti akan ada Dipta dan Aira. Sebagai langkah awal, Revan harus membuat Kalila terbiasa dengan lingkungan pertemanannya karena dia yakin jika Kalila akan berada di sekitarnya mulai dari hari ini. Kakaknya Kalila telah mempercayakan Revan untuk menjaga perempuan itu. “Apa?” Tanya Kalila yang tampaknya sedikit terkejut dengan tawaran Revan. Sebenarnya Kalila terlalu kaku untuk seseorang seperti Revan. Ya, mau bagaimana lagi? Sepertinya memang begitulah cara Kalila berbicara. “Ya, kita bisa sekalian bertemu dengan beberapa temanku. Katanya kamu ingin punya banyak teman, bukan?” Kata Revan dengan santai. “Aku rasa sebaiknya aku tetap di sini saja..” Jawab Kalila dengan ragu. “Jangan, Kakakku  tidak akan mengizinkan aku keluar jika tidak bersamamu. Ayolah, kita hanya akan melihat keadaannya sebentar setelah aku itu akan mengantarmu pulang. Jangan khawatir” Kata Revan sekali lagi. “Baiklah..” Jawab Kalila.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD