“Don’t forget, no one else sees the world the way you do, so no one else can tell the stories that you have to tell.” – Charles de Lint, The Blue Girl
***
Kalimat yang diucapkan Gilbert terngiang-ngiang di kepala Emily dan Luke. Emily menduga bahwa tiap orang yang memiliki “kemampuan” seperti dirinya pasti mendapat satu dari kertas itu. Itu berarti jumlah mereka ada tujuh. Tujuh kekuatan yang berbeda.
“Masih ada orang di luar sana yang berbakat seperti kita,” Emily bergumam lirih setelah berpikir keras. Sesaat setelah Emily bergumam seperti itu, Gilbert menatap lurus Emily. Seakan ingin memberi tahu sesuatu.
“Apa?” tanya Emily bingung.
Gilbert mengerutkan keningnya. “Tidakkah yang lebih penting adalah menemukan kertas itu dulu? Aku sudah menemukan satu dan mengingat tiap kertas akan menjadi milikmu dalam sekali sentuh itu berarti harus cepat-cepat mencari keberadaannya, sebelum benda itu jatuh ke orang yang salah,” kata Gilbert mengutarakan pendapatnya.
“Kau benar, tapi di mana? Kau menemukan benda itu secara kebetulan di rumahku, berarti satu kertas lagi masih ada di sini dan yang lainnya ada di rumahmu, bukan begitu? Jika dilogika, kertas itu pasti berdekatan dengan si empunya kekuatan,” Emily menyahut.
Gilbert diam sesaat. Tiba-tiba ia tersentak setelah menyadari sesuatu.
“Mungkinkah...” gumam Gilbert dengan nada frustrasi.
Emily mengetahui sikap ganjil dari adik kelasnya. “Ada apa?”
Gilbert menggigit jari. “Adik sepupuku... kemarin berkunjung ke rumahku, dia menunjukkan padaku kertas berwarna coklat yang aneh menurutnya dan bertanya padaku, tapi parahnya kusuruh dia membuang saja kertas itu. Itu bisa jadi...”
Emily dan Luke bertatap mata. Mengerti kefatalan apa yang dimaksudkan Gilbert.
“Oh tidak, ini gawat.” ucap mereka bersamaan.
***
Seorang gadis bersurai perak menuruni tangga kayu tua menuju gudang. Sambil bersenandung kecil, kakinya menari-nari riang. Mikha Dev, bocah berumur sepuluh tahun itu berniat mengeksplorasi gudang tua di rumah kakak sepupunya.
Gudang tua itu bukan berisikan perkakas tua seperti dikebanyakan rumah, melainkan sudah dialih fungsikan menjadi ruangan vintage berisikan buku-buku dan bahan-bahan percobaan. Ia ingat betul saat mengintip Gilbert-kakak sepupunya, sedang mencampur-campur sesuatu di labu erlenmeyer. Mikha sangat penasaran dengan hal-hal lain yang bisa ditemukan dalam ruangan itu. Kakak sepupunya memang memiliki hobi yang unik.
Kakinya terhenti setelah merasa dirinya telah menginjak sesuatu. Netra ber-softlens merah itu mencari-cari sesuatu di anak tangga. Netranya menangkap sesuatu yang asing. Sebuah kertas coklat terlihat di ujung kakinya.
Buru-buru Mikha memungut kertas itu dan berlari menuju tempat dimana sepupunya berada.
“Kak Gilbert, ini apa ya?” Mikha bertanya sambil menunjukkan kertas berwarna coklat. Gilbert sedikit terkejut dengan keberadaan Mikha yang tiba-tiba memasukki ruangannya.
“Sedang apa kau disini? Keluar!” Gilbert berseru pada adik sepupunya. Mikha hanya mengerucutkan bibir. Gilbert memang tak suka diganggu apalagi saat sedang melakukan hobinya.
“Ayolah, Kak. Aku cuma tanya ini kertas apa? Tinggal jawab apa salahnya?” Mikha menyodorkan kertas coklat itu ke hadapan Gilbert namun Gilbert justru menghindar.
“Aku tak tahu, buang saja! Paling juga sampah,” ujar Gilbert asal-asalan.
Mikha mengamati gulungan kertas itu sebelum akhirnya pergi dan bergumam kecil, “Daripada kubuang kusimpan saja.”
***
Gilbert tak bisa diam. Dia gusar dan terus menggerakkan punggungnya. Taksi yang membawa mereka – Gilbert, Emily, dan Luke, terasa sangat lambat.
Hening terus merayapi. Sejak Gilbert memutuskan untuk menemui sepupunya, mereka sudah bersiap untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Apalagi jika gulungan itu menjadi hak milik Mikha Dev, sepupu Gilbert.
Jika diingat lagi kejadian tadi, Emily langsung mengambil tindakan spontan. Dia yang biasanya berpikir jernih tiba-tiba langsung ambil tindakan. Gilbert mendukung untuk sesegera mungkin menemui sepupunya. Luke hanya mengikuti saja. Toh dia masih belum tahu-menahu mengenai bakatnya.
Sekarang yang jadi pertanyaan dalam benak mereka pastinya apakah seorang Mikha Dev juga “berbakat” atau hanya kebetulan semata menemukan gulungan itu?
***