Chapter 3

572 Words
"Tante titip Natasha ya, Nak." "Tolong jaga Natasha." "Natasha ketakutan." Potongan-potongan mimpi semalam memenuhi otaknya. Ia bahkan harus mengulang-ulang membaca paragraf demi paragraf isi kontrak karena Ia sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Sialan. Ia tidak tahu kalau kehadiran Natasha menganggu pikirannya sekali. Empat hari Ia di Singapore dan Ia merasa tenang-tenang saja. Tapi begitu Ia tiba di Indonesia, mimpi tentang Ibu Natasha yang mendatanginya membuatnya sakit kepala. Sabdha meraih telepon wireless dan menekan 1 angka. "Je, tolong panggil Natasha ke ruangan saya." "Baik, Pak." -- Nata mengetuk pintu kaca dengan stiker buram berlogo perusahaan itu dua kali. Jeje, salah satu sekretaris direksi, mendatangi langsung kubikel Nata dan memintanya untuk ke ruangan Sabdha. Padahal Jeje bisa saja menelepon ke kubikelnya atau mengiriminya pesan di w******p. "Duduk disana. Tunggu sebentar," ucap Sabdha yang masih fokus dengan pekerjaannya. Tau gitu gue datengnya nanti aja, batin Nata. 10 menit... 15 menit... "Masih lama? Banyak yang harus saya kerjakan," keluh Natasha tidak sabar dan Ia tidak mendapatkan respon apa-apa. "Pak Sabdha!" "Kamu duduk disitu. Saya daritadi nggak bisa kerja gara-gara kamu." "We didn't even meet for 4 days!" Protes Natasha tidak terima disalahkan. "Bisa tenang nggak? Saya baca kontrak nggak selesai-selesai kalau kamu ribut." Natasha akhirnya menurut. Daripada Ia makin lama disini. Ia lupa membawa handphonenya sehingga tidak banyak yang bisa Ia lakukan. Ia memperhatikan ruangan Sabdha yang cukup luas untuk satu orang. Designnya maskulin dan tidak banyak hiasan. Sabdha sekali. "Apa yang terjadi selama Saya di Singapore?" tanya Sabha masih dari meja kerjanya. Natasha mengerutkan keningya bingung. "Bapak bisa tanya 1 dari sekian banyak sekretaris dan mendapatkan jawaban pasti daripada bertanya pada Saya." Sabdha berdiri dan berjalan beberapa langkah hingga sampai ke sofa tempat Nata duduk. Laki-laki itu duduk di sofa sebelah Nata. "Saya tidak bertanya tentang kantor. Saya bertanya tentang kamu. Apa di tempatmu yang sekarang aman?" Tidak. "Iya." "Mereka pernah datang lagi?" Iya. "Tidak." Wajah Nata yang tidak bisa ditebak membuat Sabdha tidak percaya dengan pernyataan wanita itu. Tapi Nata sudah besar. Natasha bisa menjaga dirinya sendiri. "Baguslah. Saya mau meeting diluar, kamu suka sushi kan? Mau saya beliin sekalian?" Mata bulat Natasha membesar dan berbinar. Wanita itu langsung mengangguk. "Thank you." -- "Nat, kamu di panggil lagi ke ruangan Pak Sabdha." "Kamu bisa chat aku aja, Je, daripada datang kesini." "Pak Sabdha kayaknya marah, Nat. Mukanya kusut." Natasha menyeritkan keningnya. "Aku coba liat deh. Makasih ya, Je." -- "Pak Sadha..." Benar kata Jeje. Wajah Sabdha terlihat begitu seram. Pandangan Natasha tertuju pada meja dan disitu ada 3 bungkus besar sushi yang membuat Natasha tersenyum lebar. "Kamu mau jual diri, Natasha?" Ujar Sabhda menusuk tanpa melihat kearahnya. "Maksud Bapak?" "Darmawan Soedirjo,calon mertua kamu kan? Dan kamu akan menikah dengan Mikael Soedirjo?" Natasha mengangguk sekali. Bagaimana laki-laki dihadapannya bisa tahu? "Apa yang kamu pikirin sih Nat?" Natasha menunduk dan menarik nafas panjang. Sabdha sudah tahu. "Mereka datang setiap hari. Orang-orang itu.... saya nggak bisa terus-terusan sembunyi." "Baru tadi pagi kamu bilang kalau mereka udah nggak datang lagi." "Mereka nggak datang lagi setelah saya akhirnya ikut mereka untuk bertemu Mikael dan ayahnya. Hutang Papa 1.3 trilyun, Pak. Saya sudah menjual semuanya dan masih sisa 900 Milyar lagi. Mikael meminta Saya menjadi istriya atau bekerja disana sampai hutang Papa lunas. Sampai mati pun nggak akan bisa saya lunasi. Saya ambil pilihan pertama." "Mikael....bukan orang yang ingin kamu nikahi. I've known him for years." "Do I have a choice to say no?" "Saya akan membayar hutang ayah kamu." "Dan saya jadi berhutang sama Bapak? Lalu apa bedanya? Saya nggak peduli apa nanti hubungan saya dan Mikael berjalan dengan lancar atau tidak." Sabdha diam. Ia menatap wajah Nata yang datar dan pucat. Ya Tuhan anak ini.... "Makasih ya sushinya. Saya cuma bisa bawa 2 kantong. Nanti saya balik lagi." "Saya yang bayar hutangnya atau I'll tell my mom”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD