Thanos

1346 Words
"Dokter! Dokter!" Dirga berteriak seperti orang kesetanan, wajah Qeela yang semakin pias membuat jantung Dirga berdetak lebih cepat. Rasa panik ini, mengingatkan Dirga pada kejadian satu tahun silam. Dimana Dirga harus kehilangan sebagian hidup, cinta dan juga belahan jiwanya yang amat ia cintai. Masih ingat pria itu berteriak seperti ini, disini, di rumah sakit ini. Menyalahkan tuhan atas kematian istrinya. Tidak! Dirga tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi. Dia tidak akan membiarkan tuhan mengambil wanitanya lagi. "Tuan Dirga?" Dokter itu terlihat begitu terkejut melihat kedatangan Dirga dan putrinya. "Disana! Baringkan disana, Tuan," tutur Dokter itu langsung berlari ke arah brankar. Para suster berlari kesusahan mendorong Brankar ke arah Dirga karena padatnya pengunjung. "Bodoh! Apa saja tugas kalian hah!" sentak Dirga pada Dokter itu. "Maaf, Tuan," Zia yang masih ikut berlari sempat terkesiap. Duda satu ini, emang bener beda ya, Dokter aja dia maki. Keren! Setelah tidak ada obrolan apapun selain umpatan Dirga karena jalanan macet, Zia hanya bisa diam mendengarkan. Memaklumi kemarahan Dirga atas dasar kepanikan pada Qeela, putrinya. Namun setelah mendengar pria ini memaki Dokter, sepertinya duda satu ini memang begitu menyeramkan. "Kamu, Bocah! Urus administrasinya!" suara keras Dirga mengejutkan Zia. Gadis itu patuh dan berlari ke ruang administrasi. Dia tidak ingin di lahap pria itu karena terlambat. Zia tidak habis pikir bagaimana bisa Bik May mengatakan Tuan Dirga ini begitu baik dan dermawan. Sedangkan dia melihat sendiri betapa kejamnya pria ini. "Ada yang bisa saya bantu, Nona," tanya seseorang saat Zia sudah berada di ruang administrasi. Zia menjelaskan semua informasi yang diminta, mendaftar dan meminta yang terbaik untuk pasien satu ini. Zia juga mengingatkan pihak Rumah agar lebih berhati-hati, apalagi ketika ada bapaknya. Karena kalau tidak, bisa-bisa mereka kena sembur walau kesalahan sedikit. Niat hati ingin mengingatkan karena kasihan jika mereka kena marah, resepsionis itu malah tersenyum simpul. "Ada apa?" tanya Zia aneh. Harusnya mereka ketakutan, kan? Bukan tertawa seperti itu. "Apa nona kekasih Tuan Dirga?" Ha? Kenapa tidak nyambung seperti ini? Hana menggeleng cepat. "Aku? Aku bu-" "Tuan Dirga memang seperti itu, Nona. Selalu bersikap tegas dan cenderung kejam. Namun sebenarnya beliau adalah orang yang sangat baik. Sepertinya Nona orang baik, bertahan ya. Yakinlah beliau tidak seburuk apa yang anda kira," tuturnya sangat lembut diiringi senyum, Zia melotot tak mengerti. Aku ingin daftar pengobatan kenapa malah seperti ingin daftar pernikahan. "Haha iy-ya, saya permisi!" jawab Zia cepat dan lari dari sana. Zia mengira resepsionis itu sedang stress. Faktor banyaknya pasian yang datang hari ini membuat otaknya sedikit oleng dan malah berbicara ngawur. Zia segera menghilang, lagi pula siapa dia bisa mengenal Dirga sedetail itu? Tidak mungkin resepsionis itu bisa kenal sedetail itu, dia saja salah mengenal ku tadi? Tunangan dari hongkong! Mana ada tunangan berteriak pada tunangannya seperti itu. Zia bergidik. "Hih amit-amit cabang bayi, jangan sampai punya tunangan kejamnya melebihi thanos kayak gitu." Bermonolog sendiri sambil mengetuk-ngetuk kepala beberapa kali. "Ada apa? Apa kepalamu sakit?" tanya seorang pria membuat Zia menoleh. "Eh Pak Ganteng!" Ops! Mulut biadab, Zia menutup mulut cepat membuat pria itu terkekeh. "Maaf, Pak. Mulutnya suka jujur hehe. Saya tidak apa-apa kok. Pak Daffa disini?" Zia menoleh kesana kemari. Biasanya Pak Daffa akan ke rumah sakit untuk mengantar Friska yang pura-pura sakit. Tapi dimana gadis jago akting itu? Mungkin di ruangan. "Apa Friska pingsan lagi?" bisik Zia curiga. "Haha tidak, saya sedang ada urusan disini," jawab Daffa diiringi senyum mengembang. Hati Zia langsung meleyot melihat wajah tampan itu senyum berseri. Sangat jarang terjadi, apalagi jika di toko buku. Tongkat mana tongkat! tulangku meleleh, Tuhan! "Kamu?" Pertanyaan Daffa menyadarkan Zia yang masih tersenyum lebar dari tadi. "Ah, saya sedang bekerja, Pak. Anak yang saja jaga sakit," Daffa membulatkan bibir "Baiklah, saya permisi. Ada urusan lain yang harus saya urus," tutur Daffa tak enak. "Oh iya, silahkan. Papay!" Zia melambaikan tangan. "Papay?" Daffa mengerutkan dahi membuat Zia cengengesan. "Bye!" "Oh!" Daffa tersenyum, menggeleng melihat tingkah karyawan cantik satu ini. Tidak bisa berlama-lama lagi. Daffa langsung melenggang pergi setelah mengangkat dua jari tanda hormat. Zia semakin meleyot sampai terjatuh. Namun naas, pantatnya yang terjun mengenai pot rumah sakit yang cukup besar. "Auw! Sialan, bilang-bilang kek lagi disitu!" gerutu Zia sambil mengusap-ngusap pantatnya. Rasa sakit membuat Zia Sadar, dia sedang di tunggu singa. Buru-buru gadis itu berbalik dan lari menuju ruangan. Cukup lama karena Zia mencari keberadaan Dirga lebih dulu. Cape memutar ruangan, akhirnya mata Zia menangkap sosok Dirga. Pria berbalut jas itu terlihat kacau, duduk di kursi dengan menyangga dahi. Zia segera menghampiri. "Lambat! Kemana saja kamu? Jangan bilang tidak mengerti cara daftar!" Baru saja Zia sampai, telinganya sudah di suguhi pujian aduhay yang menggoda. "Hehe iya, saya tidak bisa." Mengalah saja lah. "Dasar bocah! Begitu saja tidak becus," gerutu Dirga tak kunjung berhenti. Padahal Zia tak lagi menanggapi, hanya diam dan ikut duduk di sampingnya. Masih di bahas dong bambang! Zia tarik lagi rasa kasihan pada pria ini. "Dokter! Apa putriku baik-baik saja?" Dirga langsung menyerbu saat Dokter baru saja keluar, Zia turut mendekat. Ingin mengetahui kondisi gadis yang mengganggu tidurnya semalam. Ya, Zia bermimpi Qeela berlari ke arahnya. menangis dan meminta tolong. Entah apa maksudnya, Zia hanya mengusap d**a dan berdoa agar Zia dan bapaknya yang galak baik-baik saja. "Nona Qeela baik-baik saja, pendarahan di kepalanya tidak terlalu menghawatirkan. Saya sudah mengobatinya," tutur Dokter sangat hormat. Air muka Dirga berubah lebih nyaman, tida terlalu tegang seperti tadi. "Apa saya boleh melihatnya?" "Tentu, tentu, Tuan. Silahkan masuk, Tuan." tutur Dokter itu seraya mengangkat tangan mempersilahkan. Zia ikut dan membungkuk hormat pada Dokter itu. Ruang putih dengan bau yang khas membuat Zia undur langkah. Namun lirikan Dirga membuat Zia mau tak mau melangkah lebih dalam. "Kakak!" Bukan meneriaki ayahnya, gadis 6 tahun itu malah meneriaki Zia. Membuat Dirga melirik Zia yang saat ini sudah berlari memeluk putrinya. "Hai sayang? Ada apa denganmu? Kenapa kamu bisa jadi seperti ini?" Zia merangkum wajah Qeela, mengusap air matanya. "Hey! Ada apa? kenapa Qeela yang cantik ini menangis?" tanya Zia lembut, melihat Qeela menangis hati Zia ikut tersakiti. Mata Zia sudah menghardik Dirga. Seolah berkata 'Awas saja jika ini gara-gara kamu!' Dirga berdehem halus. Sial! tatapan bocah ingusan itu sukses menghardiknya. Eh tunggu, aku tuannya disini. Untuk apa takut pada bocah ingusan itu? Cih. Ya walau Zia jatuh karena dia, tapi tetap saja, dia bosnya disini. Kukuh Dirga tak mau kalah. Tangan Qeela terangkat, berjalan mengarah pada ayahnya yang saat ini duduk di samping Qeela. "Ada apa?" Sial! Dirga tetap saja terhakimi. Mata bocah ingusan ini tajam juga. Pletak! "Auw." Zia mengusap keningnya yang tadi sangat dekat menatap wajah Dirga. "Jaga matamu! Suka sama saya berabe nanti!" Ha? Apa katanya? Duda ini! Tidak akan, dia tidak akan suka duda. apalagi duda ini, tidak mungkin. "Ada apa sayang? ada apa dengan ayah? apa ayah menyakitimu?" tanya Zia lembut. Dirga menghardik. " Hey bocah! apa maksudmu? Kau menuduhku? aku ayahnya! tidak mungkin menyakiti putriku sendiri." sentak Dirga yang hanya di jawab wajah malah Zia. Selalu saja menyentak. "Ada apa sayang?" ulang Zia penasaran. "Ayah! Dia tidak bisa membantuku menjawab buku itu," tutur Qeela sontak membuat Zia tertawa terbahak-bahak. Menepuk kepalanya sendiri. Sesaat Zia melupakan kondisi, dia lupa jika dia sedang berada di samping singa. Kesenggol sedikit saja, kelar hidupnya. "Diam!" Kan, Zia menutup mulut. Kemudian beranjak dan berbisik pada Qeela. "Ada apa? Buku apa?" Dirga jadi penasaran. Melihat tingkah kedua wanita di depannya. "PRIA DI LARANG TAHU!" sentak Qeela dan Zia bersamaan membuat Dirga menatap mereka tak percaya. Suara pintu terbuka mengalihkan pandangan mereka, ketika orang itu menoleh ke arah pintu. "Sayang!" seorang gadis cantik dan sexy berlari, memeluk Dirga yang saat ini juga sudah berlari menghampirinya. "Kau datang sayang? Bukankah kau ada jadwal hari ini?" sangat berbanding terbalik saat bicara dengan Qeela dan Zia. Ucapan Dirga kali ini sangat lembut selembut sutra. saking lembutnya Zia seperti ingin menarik kuping pria itu. Bisa-bisanya Tuan Dirga berkata lembut Hanya pada wanita itu. Tidak apa pada dirinya, setidaknya jangan pada Qeela. Zia melirik, melihat gadis kecil itu membuang muka. "Aku cemas, kabar Qeela yang jatuh membuat aku tidak fokus. Jadi ku putuskan untuk menghentikan pemotretan dan menjenguk putriku kesini," tutur wanita cantik dan sexy itu terdengar begitu menghawatirkan. Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD