10. BEBAS

2533 Words
Jam masih menunjukkan pukul setengah enam pagi, tetapi sosok Bumi sudah terlihat berdiri di depan pintu perpustakaan seorang diri dengan penampilan yang tampak rapi. Pakaian yang ia pilih hari ini menambah aura ketampanan yang telah ia miliki. Bumi yang awalnya hanya berdiri diam kini terlihat mulai membuka pintu perpustakaan. Lalu dengan tenangnya, ia melangkah masuk ke dalam sana. Gelap? Ya. Walaupun sudah masuk waktu pagi dan cahaya matahari sudah sedikit muncul di luar sana, tetapi ruangan perpustakaan ini sangatlah gelap. Itu karena setiap jendela dan lubang-lubang ventilasi yang ada di ruangan ini semuanya telah ditutup dan disegel oleh Raja. Semuanya itu ia lakukan untuk menjaga orang yang terkena kutukan di ruangan ini tidak dapat pergi ke mana-mana. "Objektia." Terdengar Bumi mengucapkan sebuah mantera, mantera untuk menggerakkan benda-benda tanpa harus menyentuhnya. Ia mengambil beberapa tempat lilin yang masih tersedia lilin di atasnya. "Aqqnizio." Setelah Bumi membacakannya mantera, api langsung menyala di setiap sumbu lilin. Kini, ia bisa berjalan di ruangan perpustakaan yang gelap tanpa harus takut tersandung barang-barang yang berserakan di lantai. Dengan sangat hati-hati, Bumi melangkahkan kakinya melewati puing-puing lemari buku yang sudah hancur beserta buku-bukunya yang masih berserakan. Sampai akhirnya, ia tiba di kubah energi penyegel, tempat di mana paman tercintanya berada. Ia menatap sedih ke dalam kubah transparan yang gelap itu. Harapan-harapan di hatinya untuk kesembuhan pamannya amatlah sangat besar. "Paman, aku dan yang lainnya benar-benar merindukan kehadiran Paman di tengah-tengah keluarga ini. Semoga saja, kami bisa dengan cepat menemukan jalan keluar dari masalah ini. Jadi tolong, bersabarlah sedikit lagi ya, Paman," kata Bumi dengan suara yang sedikit bergetar. Namun tiba-tiba saja, terdengar sebuah suara. Suara seseorang yang memanggil nama Bumi. Suara yang sangat Bumi kenali. "Bumi ...." "Bumi ...." Suara itu terdengar semakin jelas di telinga Bumi. "Bumi ...." "Bumi ...." Sampai akhirnya, sosok yang sedari tadi memanggil-manggil namanya muncul tepat di hadapannya saat ini. Sosok yang sangat ia dan anggota keluarga lainnya rindukan. Sosok anggota keluarga yang sangat mereka cintai dan sayangi. "Paman ...." Bumi tak dapat menahan tangisnya. Tangisnya pun pecah seketika. Ia tak kuasa menatap sosok paman yang kini dalam kondisi tubuh normal, sedang berdiri tepat di depan sana. Ia berdiri di dalam kubah pelindung, menatap ke arah Bumi sembari tersenyum. "Bumi ...." Sambil sesenggukan, Bumi membalas panggilan dari pamannya itu. "Paman Jaya." Dengan penuh usaha, Bumi memaksakan senyumnya. Ia berusaha terlihat baik-baik saja di hadapan pamannya. "Bagaimana kabarmu?" tanyanya. "Kabarku baik, kabar semuanya juga baik," jawab Bumi. "Syukurlah." "Bagaimana dengan Paman? Apa Paman baik-baik saja?" Mereka berdua pun akhirnya saling mengobrol untuk melepas rindu satu sama lain. "Aku benar-benar merindukan Paman, begitu juga dengan yang lainnya. Kami semua merindukanmu, Paman," kata Bumi sambil menempelkan kedua telapak tangannya di dinding kubah energi. Pertemuan mereka berdua benar-benar sangat mengharukan. "Paman juga merindukan kalian semua. Paman benar-benar ingin segera bebas dari tempat ini." "Iya Paman. Paman bersabarlah. Aku dan yang lainnya sedang berusaha untuk mencari solusi dan jalan keluar dari semua masalah ini. Jadi aku mohon pada Paman untuk bertahan sedikit lebih lama lagi." Bumi memberi tahu Jaya untuk bertahan sedikit lama. Ia berharap agar pamannya itu tidak hilang harapan pada anggota keluarganya yang lain. "Tapi Paman ingin keluar sekarang." Dan sesuatu yang aneh pun mulai terjadi. "Paman ingin keluar sekarang." Jaya menatap kedua mata Bumi dengan sangat intens. Ia menatap mata Bumi sambil mulutnya terus berkata kalau ia ingin keluar sekarang. "Paman ingin keluar sekarang." "Bumi keluarkan Paman." Jaya terus memohon dan entah mengapa, ada sesuatu yang aneh terjadi pada Bumi. Ia terdiam dengan tatapan matanya yang terlihat kosong. Ia terlihat seperti orang yang sedang dicuci otaknya. Sampai akhirnya, Jaya mengatakan pada Bumi untuk melepaskan segel kubah pelindung yang telah mengurungnya selama bertahun-tahun di ruangan ini. "Bumi, lepaskan segel yang mengurung Paman." "Bebaskan Paman sekarang, Bumi." "Buka segelnya." Jaya terus meminta Bumi untuk melakukan hal yang diperintahkannya. Ia sepertinya sedang menggunakan kemampuannya untuk mengendalikan pikiran Bumi dan hebatnya, ia berhasil. Bumi terlihat mengangguk saat Jaya memerintahkannya untuk membuka segel kubah pelindung. Bumi terlihat berjalan ke arah meja yang tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini untuk mengambil sebuah buku mantera. Sebuah buku mantera yang di dalamnya terdapat mantera sihir untuk menonaktifkan kubah pelindung yang memenjarakan Jaya. Setelah ia mengambil buku mantera tersebut, segeralah ia membukanya. Ia langsung menuju ke halaman mantera kubah pelindung berada dan lalu membacanya. Namun, tepat saat Bumi baru akan membacakan mantera tersebut. Tiba-tiba saja .... "Guntoor, Zhambarion." Sambaran petir langsung menyambar permukaan kubah pelindung. Bumi yang berdiri tak jauh dari sana terkena sedikit dampak dari sambaran petir tersebut dan karena dampak dari sambaran itu, Bumi pun langsung tersadar dari pengaruh Jaya. "Ah! Tubuhku kesemutan!" Bumi langsung berusaha menjauhkan diri dari dekat kubah pelindung dengan keadaan tubuh yang sedikit sempoyongan. "Apa yang terjadi padaku?" Dan dari arah belakang, muncullah Langit yang ternyata telah menolongnya. "Kamu hampir saja menonaktifkan segel kubah pelindung," kata Langit. "Apa?! Bagaimana bisa?" Bumi terlihat kaget dan kebingungan. Langit lantas menunjuk ke arah kubah pelindung tepat di mana Jaya, dengan sosok tubuh seperti monster sedang berdiri di sana. "Paman? Tapi bagaimana dia--." Belum sempat Bumi menyelesaikan perkataannya Langit langsung menyela. "Dia mengendalikan pikiranmu." Bumi merasa tidak percaya dengan apa yang Langit katakan. "Tidak mungkin." "Mungkin! Percaya atau tidak, tapi Paman sekarang telah bertambah kuat. Dan akan semakin bertambah kuat jika kita tidak segera menghilangkan kutukannya." Bumi menatap ke arah Jaya yang kini sedang menyeringai dengan sangat mengerikan ke arahnya. "Dia akan menjadi monster seutuhnya dan akan membahayakan kita semua." Ya, itulah faktanya. Jika Jaya tidak segera disembuhkan dari kutukannya, maka ia akan menjadi ancaman bagi semua orang. "Kita harus secepatnya memberi tahu Papa tentang ini." Langit lalu berusaha membawa Bumi untuk segera pergi meninggalkan ruangan yang bisa dibilang adalah sarang dari sesosok monster berbahaya. Langit sangat paham dengan apa yang sedang Bumi, kakaknya itu rasakan karena ia juga merasakan hal yang sama dengannya. Di lain tempat yaitu di kamar Raja dan Ratu, terlihat kedua suami istri itu sedang membicarakan suatu hal. Bukan masalah soal Paman Jaya melainkan tentang permasalahan yang lain. "Sayang, sudah seminggu Dio tinggal di rumah ini. Apa tidak sebaiknya kalau sekarang kita beritahukan padanya fakta mengenai keluarga kita ini?" kata Ratu. Raja terlihat menimang-nimang perkataan istri tercintanya itu. "Jika terlalu lama, bisa-bisa nanti dia akan sangat terkejut saat mengetahui fakta kalau sebenarnya keluarga yang telah mengadopsinya ini bukanlah keluarga yang terdiri dari manusia normal pada umumnya." Setelah mendengarkan perkataan istrinya itu, Raja pun akhirnya memutuskan untuk memberitahu Dio hari ini perihal keluarganya. "Baiklah, nanti saat sarapan Papa akan memberitahukannya soal keluarga kita." Ratu tersenyum dan lalu mendekat menghampiri Raja. Ia melingkarkan kedua tangannya di leher Raja dan setelahnya, ia mencium bibir suaminya itu dengan mesra. Raja pun tidak tinggal diam. Ia membalas ciuman istrinya itu dengan sebuah ciuman panas. Ciuman mesra pun kini telah berubah menjadi ciuman yang membara. Di tengah-tengah ciuman panas keduanya, tiba-tiba saja datanglah Langit dan Bumi masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Mereka masuk di momen yang kurang tepat. "Pa! Kita harus bi--" Langit yang awalnya ingin berbicara serius langsung menghentikan kata-katanya ketika melihat kedua orang tuanya itu sedang bermesraan. Ia dan Bumi lantas langsung membalikkan badan membelakangi kedua orang tua mereka, sementara Raja dan Ratu yang merasa terkejut langsung memberhentikan aktivitas panas yang sedang mereka lakukan. "Eh ... Nak ... ada apa?" tanya Raja dengan nafas yang terengah-engah. "I-iya, tumben sekali pagi-pagi begini kalian datang ke kamar Papa dan Mama," kata Ratu dengan sedikit kikuk. Sepasang suami istri itu terlihat langsung salah tingkah saat dipergoki sedang bermesraan oleh kedua anaknya. "Kalau kalian belum puas melakukan hal tadi, kami akan tunggu di luar dulu," kata Langit yang masih membelakangi Raja dan Ratu. "Ah ... kami sudah selesai kok ... iya kan, Ma?" tanya Raja pada Ratu. "Ahahaha ... iya, Pa." Mereka benar-benar salah tingkah. Langit dan Bumi pun lantas kembali membalikkan badan mereka, menghadap Raja dan Ratu. Tanpa berlama-lama, Langit langsung memberitahukan apa maksud dan tujuannya datang ke kamar kedua orang tuanya itu. "Pa, ini gawat. Paman Jaya kini sudah bisa mengendalikan pikiran." Ekspresi kikuk dan gugup Raja dan Ratu seketika berubah menjadi ekspresi terkejut. "Bumi hampir saja menonaktifkan kubah pelindung karena dipengaruhi oleh kekuatan Paman." Bertambah terkejutlah Raja dan Ratu mendengar hal tersebut. Mereka terlihat tidak percaya dengan apa yang telah mereka dengar. "Benar begitu, Bumi?" tanya Raja. Bumi menganggukkan kepalanya pelan. "Iya, Pa." Raja dan Ratu kini saling menatap satu sama lain. Mereka tau ini adalah masalah yang sangat serius. "Kekuatan kutukan Paman semakin hari semakin bertambah kuat, Pa. Kita harus secepatnya menangani masalah ini sebelum nanti malah menjadi semakin parah," kata Langit. Ia ingin sekali agar masalah ini cepat selesai. Raja terlihat berpikir sejenak. Setelah ia menemukan pilihan yang harus ia pilih, barulah ia meminta pada Langit dan juga Bumi untuk memberitahukan perihal masalah ini pada seluruh saudara-saudara mereka. "Beritahukan masalah ini pada saudara-saudara kalian yang lain kecuali Dio. Katakan juga pada mereka agar tidak berangkat kerja hari ini karena kita akan fokus untuk menangani Paman. Kita akan memulainya setelah sarapan pagi." Langit dan Bumi terlihat mengerti. Mereka langsung pergi meninggalkan kamar Raja dan Ratu untuk segera menjalankan perintah. "Sayang, bolehkah aku meminta bantuanmu?" Ratu pun menganggukkan kepalanya. "Tolong katakan pada semua pelayan dan para pekerja agar tidak berkeliling area rumah hari ini dan katakan juga pada mereka agar tetap berada di kamar setelah kegiatan sarapan pagi dilaksanakan." "Baiklah, Sayang, akan aku katakan pada mereka sekarang," "Terima kasih, Sayang. Dan soal Dio, biar aku yang urus." Mereka semua kini sudah berbagi tugasnya masing-masing. Raja merasa situasi sekarang ini termasuk situasi yang sangat berbahaya. Maka dari itu, ia memutuskan untuk mengamankan orang-orang yang lemah terlebih dahulu agar tidak terjadi jatuhnya korban. *** Setelah kegiatan sarapan pagi selesai, kesepuluh anggota Keluarga Azkara terlihat sudah berkumpul di ruang perpustakaan untuk kembali menangani kutukan Paman Jaya. Sebelumnya, Ratu telah menyelesaikan tugasnya memberitahu para pelayan dan para pekerja seperti apa yang Raja perintahkan padanya dan Raja sendiri juga telah memberitahu Dio untuk tetap diam di kamarnya setelah sarapan pagi selesai. Ia bilang pada Dio kalau seisi rumah ini akan dilakukan pembersihan total, jadi ia meminta pada anak bungsunya itu untuk tetap diam di kamarnya. Dio pun menuruti perkataan Raja tanpa bertanya apa-apa lagi. Kini, jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Semua anggota Keluarga Azkara telah bersiap untuk mengerahkan segala kemampuan dan kekuatan mereka untuk menolong salah satu orang yang sangat mereka sayangi, yaitu Paman Jaya, yang kini tengah berdiri menatapi mereka semua dengan seringai yang sangat mengerikan. "Baiklah semuanya, ayo kita mulai ke cara yang pertama. Ritual pengangkatan kutukan ke-39." Satu keluarga itu kini berpencar mengelilingi kubah energi pelindung. Mereka berpencar sambil satu persatu dari mereka membawa sebuah kertas mantera untuk mereka baca. Setelah mereka sudah berada di posisi yang telah ditentukan dan pikiran mereka telah saling terhubung satu sama lain menggunakan telepati, Raja yang memimpin ritual lantas langsung memulainya. "Ztard!!" Sebuah simbol berbentuk bintang di dalam lingkaran dengan cahaya emas, muncul di hadapan Raja. Diikuti juga oleh seluruh anggota keluarga yang lain. Jaya yang melihat cahaya dari simbol bintang tersebut lantas menjadi panik dan berteriak histeris. "RAAAAARRGGGH!!!" Raja lalu kembali melanjutkan ritualnya. "Qotux Angxaxit Zhadia (angkatlah kutukan jahat)." Simbol bintang milik Raja membesar dan terlihat lebih bercahaya dari sebelumnya. Kini, mantera dilanjutkan oleh Ratu yang berada di sebelahnya. "Qotux Hilaxin'Ya To' Baxi (hilanglah kutukan)." Simbol bintang milik Ratu kini terlihat sama besar dan sama bersinarnya seperti milik Raja. Dan kemudian, mantera pun dilanjutkan oleh kedelapan anak mereka secara bergiliran. Segel bintang mereka pun sama-sama membesar dan semakin bercahaya seperti milik kedua orang tua mereka. "Qotux Sapusuwa Vorreva (hapuslah kutukan selamanya)," ucap Raga. "Qotux Eniyahkilla Akhzanono (enyahkanlah kutukan buang ke tempat yang jauh)," ucap Surya. "Qotux Zegelzigel Qoruruon (terbelenggulah kutukan)," ucap Chandra. "Qotux Htankalziea Penan (tangkal kutukan)," ucap Agro. "Qotux Komibekkannasovvatori (pergilah kutukan dan jangan pernah kembali)," ucap Bumi. "Qotux Hatixio Ozirizi (usir kutukan jahat dengan cinta)," ucap Langit. "Qotux Vathanathan Avadya (patahkanlah kutukan abadi)," ucap Bintang. "Qotux Detoroiah Dhuoroso Noi! (hancurkanlah semua kutukan yang ada!)," ucap Awan sebagai penutup mantera terakhir. Seketika ruangan perpustakaan yang gelap itu berubah menjadi terang benderang berkat mantera sihir penghapus kutukan yang mereka rapalkan. "RAAAAAARRRRRRRGGHH!!!" Jaya yang berada di dalam kubah pelindung berteriak dengan sangat keras. Bahkan teriakannya dapat terdengar hingga ke seluruh penjuru area kediaman Keluarga Azkara. Tapi berkat sihir suara milik Ratu, suara keras itu tidak dapat tembus keluar dari ruang perpustakaan. "k*****t KALIAN SEMUA!!" Jaya kembali berteriak dengan sangat kencang saat secara perlahan kutukan di dalam tubuhnya yang kini telah menjadi monster mulai terangkat. Seluruh anggota Keluarga Azkara terlihat mempertahankan kestabilan spirit mereka agar sihir yang sedang mereka lepaskan dapat tetap terjaga kekuatannya. Kutukan jahat yang berada di dalam tubuh Jaya terus menyeruak keluar. Raja yang melihatnya berharap kalau cara yang mereka lakukan kali ini dapat berhasil. Namun tiba-tiba saja, Awan yang memiliki spirit kegelapan, merasakan kalau kekuatan kutukan jahat yang ada di tubuh pamannya itu malah bertambah semakin kuat seiring dengan berjalannya waktu. "Pa, ini gawat! Kekuatan jahatnya malah semakin bertambah kuat," kata Awan melalui telepati. "Apa?! Bagaimana bisa?!" "A-aku tidak tahu. Tapi energi jahatnya semakin lama semakin besar." Kini, tampak di hadapan semuanya, energi jahat dengan spirit berwarna hitam keunguan, menyeruak dahsyat dari dalam tubuh Jaya. Tubuhnya pun perlahan mulai bertransformasi lagi menjadi sosok yang lebih besar dan lebih mengerikan. "Bagaimana ini, Pa?! Paman malah berubah menjadi semakin menyeramkan!!" kata Agro. "Tidak apa semuanya! Ayo kita lebih fokus lagi dan tingkatkan spirit kita untuk bisa menekan kekuatan jahat milik Paman! Kita tidak boleh kalah dari kekuatan jahat ini!" Raja, Ratu beserta anak-anaknya, kini meningkatkan spirit dan kekuatan mereka. Terlihat dari tubuh mereka memancarkan spirit dengan warna yang berbeda-beda. Raja memancarkan spirit berwarna biru, namun secara perlahan berubah menjadi warna merah darah. Ratu memancarkan spirit berwarna lavender, Raga memancarkan spirit berwarna merah, Surya memancarkan spirit berwarna jingga, Chandra memancarkan spirit berwarna biru laut, Agro memancarkan spirit berwarna hijau daun, Bumi memancarkan spirit berwarna hijau lemon, Langit memancarkan spirit berwarna biru langit yang terang, Bintang memancarkan spirit berwarna kuning keemasan yang amat sangat terang dan Awan memancarkan spirit berwarna ungu gelap kehitaman. Sekarang, kedua kubu tampak saling adu kuat demi bisa saling mengalahkan. Kekuatan Keluarga Azkara semakin membara begitu juga dengan kekuatan kutukan jahat milik Jaya. Sampai pada akhirnya, karena kutukan jahat Jaya yang telah bertambah kuat seiring berjalannya waktu dan sekarang kekuatan itu sudah terkumpul, dengan sekali hempasan tekanan spirit negatif, Jaya dapat mengalahkan tekanan yang diberikan oleh Keluarga Azkara dan seketika itu juga, kubah pelindung yang selama ini mengurungnya pun hancur. ZLAAAAASSSSHHH!! "HAHAHAHAHA!! AKU BEBAS!! AKHIRNYA AKU BEBAS!!" Betapa terkejutnya Raja beserta yang lainnya ketika mendapati kekalahan mereka dalam membelenggu kekuatan jahat milik Jaya. Mereka tidak menyangka kalau kekuatan kutukan jahat kuno itu dapat menjadi sekuat ini. "KARENA SUDAH BEBAS. MAKA AKAN AKU HANCURKAN KALIAN SEMUA! DASAR KELUARGA k*****t!!" Jaya sudah sangat kehilangan akal dan kendali atas tubuhnya. Kini yang ada di hadapan Keluarga Azkara hanyalah sesosok iblis jahat yang dapat membahayakan nyawa siapa saja. "Istri dan anak-anakku, harap berhati-hatilah. Papa merasakan kekuatan perusak yang amat sangat besar dari arahnya." Sekarang mereka semua harus berhadapan dengan Jaya yang telah menjadi sesosok iblis. Dan mau tidak mau, mungkin mereka harus menghabisi nyawa Jaya sebagai satu-satunya jalan keluar untuk masalah yang telah mereka tanggung sekian lama. "Jika satu-satunya jalan adalah dengan membunuh Paman kalian ...." "Papa harap, kalian dapat dengan ikhlas merelakan kepergiannya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD