When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Semesta menatap ponselnya dan terlihat jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ia beserta ketiga teman barunya saat ini tengah terjebak kemacetan Kota Jakarta yang amat luar biasa panjang. "Sedang ada proyek di depan sana, jadi beberapa bulan belakangan ini jalanan macet parah," kata Bima mencoba memberitahu Semesta. Benji yang duduk di kursi penumpang sudah uring-uringan sejak tadi karena perutnya yang sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Ia sangat kelaparan sekarang. "Makan ini," kata Gendis yang duduk di sebelah Benji. Ia menyodorkan sesuatu kepada remaja berwajah geulis (cantik) itu. "Promag (obat maag)??" tanya Benji sambil menatap heran ke arah Gendis. "Ya," jawab Gendis singkat sambil menganggukkan kepalanya sebanyak dua kali. "Bisa meredakan rasa laparmu. Cobalah," katany