Anak perempuan itu rentan sekali untuk bersaing dalam segala hal, termasuk pemilihan teman sekamar yang jelas-jelas sudah ditentukan berdasarkan kocokan. Sebagai ketua, Andreas sudah sangat adil, karena jika dirinya menentukan kamar untuk teman-temannya maka akan terjadi kesenjangan dan protes berkepanjangan.
Sayangnya meski pemilihan kamar ditentukan dengan kocokan tetap saja ada yang tidak puas dengan keputusan itu. Joana yang malas satu kamar dengan Zhie dan juga Mahda yang justru ingin satu kamar dengan Zhie.
Joana melayangkan protes secara terang-terangan, pertama kali bertemu dengan Zhie perempuan itu tidak menyukainya, dan ketika mendapati kenyataan harus satu kamar dengannya jelas saja memunculkan penolakan dalam dirinya.
“No Joana!” tolak Andreas dengan tegas, “Peraturan tetaplah peraturan, akrabkan diri kalian dengan teman sekamar. Karena bagaimana pun, kita semua di gen 9 adalah satu tim. Mengerti?”
“Mengerti,” jawab Joana dengan suara pelan.
“Saya bicara kepada semua orang di sini, bukan hanya Joana. Kalian mengerti?”
“Mengerti!” Serempak anggota gen 9 menjawab pertanyaan Andreas.
Mahda harus berpisah dengan Zhie, tetapi dia tidak begitu sedih karena sekamar dengan Christina yang sama-sama memiliki bakat sebagai penari. Mungkin Christina bisa menjadi sahabatnya, bisa sharing tentang apa pun di kamar nantinya.
Andreas mempersilakan teman-temannya untuk masuk dan membawa seluruh barang bawaannya. Rencananya setelah semuanya selesai menata kamar masing-masing Andreas akan meminta gen 9 untuk menata ruang pertemuan mereka. Lelaki itu tentunya tidak gegabah dalam mengatur ruangan untuk kepentingan bersama, lagipula biasanya perempuan lebih ahli dalam hal ini.
Zhie berjalan lebih dulu ke salah satu kamar yang ditunjuk oleh Andreas, kamar kosong berisi tempat tidur. Dinding kamar di cat dengan warna yang cerah sehingga memberikan kesan kamar lebih luas. Di antara dua tempat tidur terdapat jendela geser. Di bawahnya ada dua buah nakas yang masih kosong.
Tepat di ujung tempat tidur terdapat lemari dan juga meja untuk belajar, Zhie adalah orang yang bijaksana, meski dia ingin memilih salah satu tempat tidur yang sejajar dengan toilet, tetapi baginya akan adil jika diskusi bersama Joana terlebih dahulu.
“Kamu mau pilih tempat tidur yang mana?” tanya Zhie.
Joana tidak menjawab, justru perempuan berambut ikal itu ngeluyur saja memilih tempat tidur di sisi kiri. Dia menyimpan kopernya di samping lemari. Bukannya langsung membongkar koper, Joana malah merebahkan badannya di tempat tidur.
Berbeda dengan Joana, Zhie justru membongkar kopernya, merapikan pakaian, foto bersama keluarganya disimpan di atas meja belajar.
Di kamar lain Darren dan Aries tampak heboh. Dua anak itu cocok menjadi teman satu kamar, Darren yang berambut plontos si remaja serba bisa selalu banyak bicara sedangkan Aries selalu heboh menanggapi setiap hal.
Salah satu yang mereka bicarakan adalah penampilan senior mereka yang memukau di acara penyambutan Gen 9. Semua yang ditampilkan memang melebihi ekspektasi mereka. Dua lelaki itu berdampingan bersama menyusun mimpi juga cita-cita di Baddas Academy.
Satu jam sudah berlalu, Andreas merasa waktu yang diberikan untuk membereskan seluruh barang-barang sudah usai. Rey juga kelihatnnya sudah selesai mendekor ulang kamar asrama yang semula kosong. Kini sisi tempat tidurnya dihiasi poster idola. Tumbler light yang ditempel di dinding dan diberi kaitan polaroid.
Berbeda dengan Rey, Andreas lebih simpel, di atas meja hanya terdapat beberapa buku n****+, satu di antaranya adalah n****+ Rapijali yang ditulis oleh Dee Lestari.
“Yuk, Rey,” ajak Andreas.
Rei spontan menoleh. Dia sebenarnya masih betah memandangi hasil karyanya, kamar kecil yang disulap menjadi tempat nyaman yang anak menaungi dirinya tiga sampai empat tahun ke depan. Rey sudah tahu rencana Andreas untuk menata ulang ruangan luar. Tempat di mana nantinya gen 9 akan berkumpul. Baginya, tempat itu terlalu biasa dan tidak memiliki daya tarik.
Sebelum gagang pintu Andreas pegang, ketukan pelan terdengar. Rey mendesah, dia menduga pasti ada yang protes lagi masalah kamar. Cewek mah memang begitu, perkara teman sekamar aja ribetnya minta ampun.
Zhie tersenyum gugup kala Andreas membuka pintu kamarnya. Di sana sudah ada Chistina dan juga Mahda yang sedang duduk ngobrol di sofa panjang.
“Ada apa, Zhie?” tanya Andreas.
“Bolehkah kita semua kumpul, aku ... ehm ... ada hal yang ingin aku sampaikan sih, mudah-mudahan kita semua sependapat dan sepakat.”
“Tentang teman sekamar?” sambar Rei, lelaki itu menerobos keluar dan mensejajarkan diri dengan Andreas.
Zhie menggeleng, dia melihat Joana yang baru saja keluar kamar, tatapannya jelas terlihat sangat tidak suka.
“Makanya kumpul dulu, trus kita ngobrol bareng. Saya Cuma mau mengutarakan pendapat aja sih.”
“Boleh, tapi habis ngobrol kita atur ruangan ini agar enak ditempati, terserah denahnya mau bagaimana. Bantulah, selain itu juga tempatnya sedikit berdebu. Sekalian bersih-bersih.”
Semua setuju dengan Andreas.
Peach dan Airin yang ada di dalam kamar disuruh keluar, begitu juga dengan Darren dan Aries, kini kesepuluh siswa baru Baddas Academy itu pun berkumpul di ruangan itu. Hening sejenak sebelum akhirnya Zhie mengeluarkan pendapatnya.
“Ini mengenai, olimpiade The Baddas. Jujur aku merasa pengecualian kepada generasi 9 karena masih baru itu sedikit tidak adil. Bukankah kita datang ke Baddas academy karena bakat yang kita miliki? Lalu—“ Zhie tergagap. Andreas menangkap pesan yang disampaikan Zhie meski belum selesai untuk itu Andreas memberikan kode kepada Zhie untuk tidak melanjutkan pendapatnya.
“Bagaimana pendapat yang lain?”
“Aku sependapat dengan Zhie,” cetus Peach.
Joana yang terlanjur tidak suka dengan teman sekamarnya itu hanya memberikan anggukan. Benar juga, jika Olimpiade The Baddas dilaksanakan delapan tahun sekali, maka momen itu sama sekali tidak akan pernah mereka alami.
Dia hanya mengangguk, terlalu gengsi untuk mengakui dan membenarkan usulan Zhie.
“Kan itu peraturannya, kayaknya kita kan baru masuk banget. Gak tahu apa-apa atau gimana, lagian gue sih ragu banget kalau seandainya ikut The Baddas apa kita bisa menang atau enggak. Kita loh ibaratnya kecambah, baru netes banget.” Andreas mengemukakan pendapatnya.
“Sebaiknya, kita keep dulu obrolan ini, kita beresin ruangannya, habis itu istrirahat. Besok pagi sebelum sarapan kumpul dulu kita ambil suara terbanyak. Biar kalian juga pikir dulu matang-matang. Zhie, tidak apa-apa, kan?”
Zhie mengangguk, “tidak masalah.”
***
Esok harinya sebelum sarapan bersama, Gen 9 berkumpul di ruangan mereka. Sesuai kesepakatan, sebelum pergi ke ruangan makan untuk sarapan mereka mengemukakan pendapat tentang keikutsertaan Gen 9 di Olimpiade The Baddas.
Zhie memiliki feeling yang kuat bahwa keseruan dan kesempatan meraih kesuksesan melalui olimpiade ini bisa mereka rasakan juga. Sehingga kelak nanti, ketika lulus dari Baddas Academy dia bisa menjadi musisi ternama yang bisa memberikan cerita kepada juniornya untuk tidak menyerah dalam memperjuangkan keinginan.
“Saya setuju dengan Zhie.”
“Saya juga.”
“Saya juga.”
“Saya tidak.”
Apa pun pendapat yang dikemukakan mereka, Andrea sebagai pemimpin Gen 9 tetap menampung semua pendapat dengan bijak. Rencananya, usai sarapan Andreas akan menyampaikannya kepada Harris, guru pembimbing Gen 9.
Keluar dari ruangan besar Gen 9, mereka beriringan bersama gen lainnya menuju Aula besar tempat sarapan. Gen 9 merupakan angkatan baru dengan anggota paling sedikit. Menurut Alaska Balwell dan tim rekrut orang-orang berbakat di angkatan sekarang memang kurang. Selain kebanyakan ikut ajang pencarian bakat. Sebagian menolak masuk ke Baddas Academy dengan alasan masa depan yang tidak begitu bagus.
Gen 6,7 dan 8 terdiri dari puluhan siswa, sampai kamar asrama pun beberapa lokasi. Saat berjalan menuju ruangan makan, bisik-bisik terdengar. Komentar-komentar tentang Gen 9 terdengar cukup menohok hati.
“Jangan didengar, jangan sampai kita insecure dan gak fokus.” Zhie berbisik saat Mahda mengeluh tentang omongan mereka.
Mungkin sekarang mereka masih baru. Masih belum berani speak up, masih ada batasan untuk tidak membela diri. Adaptasi dan penyesuaian segimana menyiksanya itu tetap harus mereka hadapi dengan legowo.
“Jangan lemah kalau jadi orang!” Bertolak belakang dengan Zhie, Joana justru ingin melawan. Jangan mentang-mentang Gen 9 adalah murid murid baru lantas didiskriminasi bahkan bully.
“Ya jangan cari perkara juga, biarin aja mereka ngomong. Justru karena kita baru, kita kudu jaga diri,” sanggah Zhie.
Sudah sejak awal dua orang itu berseteru. Dan perseteruan mereka menciptakan dua kubu di Gen 9. Christina, Zhie dan Mahda di kubu lain ada Peach, Joana dan Airin.
Terdengar suara kaki melangkah, “Jangan bertengkar. Gen 9 itu satu. Jangan sampai timbul perpecahan hanya karena masalah sepele.”
Joana mendelik tak suka, dia hentakkan kakinya dan meninggalkan lorong menuju ruang makan untuk sarapan.
Zhie orangnya tidak enakan, tetapi dia pemberani. Jika ada di jalan yang benar tidak segan perempuan itu melawan.