" Gara-gara lo Seira meninggal !! Harusnya lo gak bawa Seira ikut liburan sama lo ! Kalo dia gak ikut lo dia pasti masih sama gue sekarang ! Bukan tidur didalem gundukan tanah itu ." Seorang pria menunjuk gundukan tanah basah disampingnya dengan tatapan nanar namun tatapannya kembali penuh kebencian ketika menatap Raina yang saat ini terlihat begitu kacau dengan berbagai perban di kepala dan lengan gadis itu .
Raina gak kuasa untuk gak menangis karena ia disalahkan atas kematian sahabatnya sendiri . Padahal tanpa disalahkan pun ia tetap merasa bersalah apalagi kedua orangtuanya yang turut menjadi korban kecelakaan naas itu ." Lo lupa ! Nyokap bokap gue juga meninggal ! Sahabat gue meninggal ! Gue juga berduka ! Gak lo doang !"
" Itu udah karma lo ! Lo pantes ngedapetinnya !" Pria itu mendorong Raina hingga tubuhnya terjatuh tepat didepan makam Seira .
Raina gak beranjak hingga pria itu melangkah untuk meninggalkannya . Tapi sebelumnya pria itu menunduk dan membisikan kata-kata yang membuat tubuh Raina semakin lemas . " Lo akan terima akibatnya . Lo akan ngerasain kehilangan yang lebih dari ini . Gue pastiin itu ."
Raina menjerit hingga terbangun dari tidurnya . Lagi-lagi mimpi itu . Kejadian hampir tiga tahun yang lalu , yang mengharuskannya untuk pindah kembali ke tanah kelahirannya ini setelah beberapa tahun menetap di Bandung karena kerjaan kedua orangtuanya yang dioper kesana . Tapi sejak mereka meninggal maka Raina dan Vano memilih untuk kembali kesini .
Vano masuk kekamar Raina dengan tergesa-gesa , wajahnya menyiratkan kekhawatiran ketika mendengar teriakan adiknya dikamar yang bersebelahan dengan kamarnya . " Lo gapapa dek ?" Ia duduk disamping Raina sambil mengusap punggung cewek itu .
Raina memeluk tubuh Vano dengan erat ." Gue takut ." Ucapnya dengan suara bergetar . Walaupun hingga saat ini tidak ada tanda-tanda bahwa pria itu akan balas dendam dengannya tapi Raina tetap takut . Ia pasang tembok pertahanan dalam dirinya untuk menghadapi ancaman di masa lalunya itu , tapi ia tetap takut jika suatu saat pria itu kembali dan melaksanakan apa yang sudah dia rencanakan pastinya .
Yang pasti rencananya itu buruk .
" Gue kangen Seira , mamah sama papah juga ."
Hati Vano mencelos . Ia tau adiknya selama ini menyimpan beban karena merasa bersalah atas kecelakaan yang terjadi hampir tiga tahun silam . Apalagi Raina sempat depresi sehingga membuatnya terpaksa membawa Raina ke Jakarta demi menghilangkan sedikit masa lalu pahit ketika di Bandung .
" Besok kita ke makam mereka ya ." Ucap Erik yang entah sejak kapan sudah didepan pintu kamar Raina dan menghampiri dua keponakan yang umurnya tidak berbeda jauh dengannya ini .
Jika berkumpul bertiga seperti ini mereka lebih terlihat sebagai adik kakak dibanding om dan keponakan .
Raina melirik jam dinding dikamarnya yang sudah menunjukan pukul sepuluh malam . Pantes aja Erik udah kembali .
" Serius ?" Tanya Raina dengan mata berbinar kemudian mengusap sisa air mata di pipinya .
Erik mengangguk . Ia sangat mengerti kondisi Raina yang sangat membutuhkan perhatian banyak orang ini . Raina yang terlihat dingin , cuek dan galak ini sebenernya rapuh karena kehilangan sosok-sosok yang sangat berarti baginya . Berbeda dengan Raina yang ia temui waktu gadis itu masih SD saat ia berkunjung ke Bandung , ke tempat almarhum kakaknya yang tak lain adalah ibu kandung Raina , tentu saja sebelum Ibu Raina meninggal .
Erik pun merasa sangat kehilangan kakak satu-satunya itu karena mereka hanya dua bersaudara yang sangat dekat hingga kakaknya itu memilih tinggal di Bandung setelah pekerjaan suaminya dipindah kesana .
Karena Erik mengerti rasanya kehilangan maka ia sekuat tenaga akan menjaga kedua keponakannya ini yang menjadi keluarga satu-satunya karena kedua orangtuanya pun telah lama meninggal .
" Yaudah sekarang lo tidur lagi . Besok pagi kita ke makam ayah sama bunda . Abis itu nyari sarapan di taman ."
Mata Raina semakin berbinar . Ia sangat senang jika menjelang weekend seperti ini karena dua orang dihadapannya ini akan dengan rela meluangkan waktu untuknya . " Tapi ke Cafe lo gimana om ?" Ia menatap Erik dengan tampang polosnya .
Erik berdecak sebal karena lagi-lagi Raina memanggilnya dengan sebutan Om yang membuat dirinya terdengar sangat tua . Padahal ia belum setua itu ." Bisa gak panggilnya bang aja ? Kayak lo ke Vano ."
Vano mencibit karena lagi-lagi Erik komentar soal panggilan untuknya . " Iya abang Erik ."
Raina terkekeh ." Iya bang ."
" Ke Cafe gue mah gampang kali . Kan siangnya bisa . Lagian pegawai lain masih ada kok . Lo kan cuma bantu doang ."
Raina mengangguk mengingat aktifitasnya setiap weekend yaitu membantu melayani pelanggan di Cafe milik Erik yang bernama Green Cafe . Sebuah Cafe bertema hijau tosca dengan kursi warna peach dan meja yang terbuat dari potongan batang kayu jati yang kokoh . Ia rindu ke Cafe itu karena dihari biasa dirinya terlalu sibuk dengan tugas sekolah dan OSIS sehingga tidak bisa berkunjung kesana . " Yaudah gue mau tidur . Mending lo pada pergi sono ."
Vano dan Erik berdecak kesal karena lagi-lagi Raina menyebalkan . Padahal yang membuat mereka kesini adalah suara teriakan histeris Raina yang membuat jantung mereka hampir copot .
.....
" Kami sudah menemukannya tuan ." Seorang pria dengan pakaian serba hitam melaporkan ke seorang pria tua namun masih terlihat sangat gagah dan ketampanan khas yang sedang duduk di Sofa sambil membaca koran hari ini .
Pria itu melepas kacamata bacanya dan menatap pria berbaju hitam didepannya ." Jadi ?" Ia menaikkan sebelah alisnya sebagai tanda meminta penjelasan lebih lanjut .
" Dia tinggal di sebuah rumah di komplek panglima dan telah berkeluarga dengan satu anak laki-laki tunggal . "
" Apa dia kelihatan bahagia ?" Tanya pria tua itu lagi .
Pria berbaju hitam itu mengangguk pasti ." Keluarga mereka terlihat harmonis . Dan ada satu wanita yang sepertinya pacar dari anak mereka , mereka juga keliatan akur dan pacarnya anak itu tinggal dikomplek yang sama juga ."
Pria tua itu mengangguk mengerti . Akhirnya setelah sekian lama ia mencari tau soal wanita yang sangat berkaitan dengan masa lalu itu . " Baiklah . Pencariannya cukup . Nanti saya akan hubungi kamu lagi jika memerlukan sesuatu lagi soal wanita itu ."
Pria berbaju hitam itu mengangguk kemudian pamit untuk pergi .
Pria tua itu mengambil sebuah bingkai foto di nakas yang berada disebelah sofa yang ia duduki .
Foto seorang laki-laki muda dengan senyum lebarnya sedang merangkul seorang wanita yang cantik dengan senyum lembutnya . " Ayah rindu sama kamu ." Ucapnya sambil mengusap foto laki-laki muda itu .