DIA KEMBALI

1122 Words
Setelah David pergi, Azka kembali duduk. "Wah, kamu memang wanita luar biasa. Kamu baru mendarat di kota dan kamu sudah memiliki pacar baru lagi." Azka sedikit menekan saat mengatakan 'lagi'. "Lagi? Apakah aku terlihat seperti playgirls bagimu?" Diandra membalas dan tersenyum. "Sangat." jawab Azka, lalu melanjutkan. "Apakah kamu sudah memesan makanan?" "Sudah. Semoga kamu menyukainya." "Aku menyukai semua tentangmu. Katakan siapa laki-laki itu?" tanya Azka sambil menatap Diandra. Saat Azka bertanya, bersamaan pelayan datang membawa makanan pesanan mereka. "Tanoshimu -- selamat menikmati!" kata pelayan restoran itu kemudian pergi. "Dia, David dari keluarga Winoto. Kami memiliki Ayah yang sama." Diandra mengatakan dengan santai dan mengambil beberapa makanan dengan sumpit dan memakannya. "Kalian saudara? Tapi, kamu tidak pernah mengatakan kalau kamu memiliki saudara di sini. Apa yang dia katakan padamu?" Azka sedikit terkejut. Baru kali ini Diandra membahas adik se-ayahnya. "Dia ingin aku pulang," kata Diandra. "Dan?" "Menurutmu?" "Kamu tidak akan melakukan itu, karena kamu tidak bisa hidup tanpaku." Goda Azka. Diandra hampir memuntahkan seluruh makanan yang ada di mulutnya ketika Azka mulai menggodanya lagi. "Apa kamu tidak merasa malu mengatakan itu?" Mereka terus berdebat dan saling mengejek satu sama lain seperti anak kecil. Mereka nyaman dengan itu, membuat rasa canggung mereka hilang. Azka selalu jujur dengan apa yang dikatakannya, tapi Diandra tidak pernah menganggap serius. Azka menyukai Diandra sejak lama, tapi dia tidak berani mengatakannya. Dia takut Diandra akan menjauhi dirinya jika mengetahui perasaanya yang sebenarnya. ***** David tidak kembali ke kantor setelah makan siang. Dia memutuskan untuk kembali ke rumah. "Bibi Rita, apakah Bibi melihat Ayah?" "Tuan muda, aku tidak yakin. Tuan biasanya menghabiskan waktu di halaman atau di ruang kerja." David menuju ruang kerja Hadi Winoto dan mendapati ruangan itu kosong. Lalu dia menuju taman belakang. "David, kamu pulang!" Marcella menyapa David, tapi dia tidak mempedulikan dan terus mencari Hadi. Hadi Winoto terlihat sibuk dengan beberapa tanaman hias miliknya. Dia selalu menghabiskan waktu untuk tanaman-tanaman itu. David menghampiri Hadi dan tanpa basa basi dia berkata, "Ayah, dia kembali!" Hadi yang terlihat sibuk berhenti, dia meletakkan gunting di tangannya dan berbalik melihat David. "Dia kembali." David mengulangi perkataannya. Hadi terkejut mendengar David dan berkata, "Apa kamu yakin?" "Pertama, aku ragu. Lalu aku menghampirinya dan itu dia." David menjelaskan. "Bagaimana dia ....?" Hadi bertanya lagi. Hadi Winoto tidak banyak bicara. David mengerti apa yang dimaksud oleh Ayahnya. Selama ini, dia telah mencari Diandra bersama Ayahnya. "Aku tidak yakin. Sepertinya dia baru kembali dari suatu tempat. Dan dia bersama seseorang yang cukup berpengaruh." "Siapa?" "Dia dari keluarga Nugroho, anak Menteri Pendidikan. Sekaligus Pewaris Nugroho Corporation." "Apa kamu yakin?" "Ya." David mengenal Azka Nugroho yang adalah CEO Nugroho Corporation. ***** Azka dan Diandra menuju Nugroho Corporation. Diandra tadinya menolak untuk ke sana, tapi Azka memaksa. Saat mereka masuk, semua mata tertuju padanya. Beberapa karyawan Nugroho saling berbisik. "CEO membawa seorang wanita bersamanya." "Mereka terlihat sangat serasi." "Lihat, wanita itu sangat cantik dan terlihat akrab dengan CEO." Diandra berjalan di samping Azka Nugroho, lantas berbisik saat melihat para karyawan memperhatikan. "Karyawanmu sangar peduli padamu. Mereka melototiku seakan aku adalah mangsa mereka." "Tentu saja. Aku adalah CEO muda dan sangat tampan. Wanita tidak akan menolakku." Diandra hampir muntah mendengar itu. "Apakah kau memiliki sekretaris cantik DNA seksi seperti di drama Korea?" tanya Diandra sambil memandang Azka. Tidak lama berselang --- seorang wanita dengan tinggi kurang lebih 175 cm, memakai high heels 7 cm dengan rok pendek --- menghampiri mereka. "Selamat sore, Presdir Azka. Perwakilan dari Kota A menelpon dan menanyakan apakah Anda akan ke Kota A?" Diandra terperangah melihat sekretari Azka. Dia tidak begitu mendengar apa yang dikatakan sekretaris itu, dia hanya memperhatikan. "Beritahu mereka, aku akan datang." "Baik, Presdir!" Sekretaris tersebut lalu menelpon pihak Kota A. Diandra masuk ke kantor Azka. Diandra memperhatikan sekeliling, kemudian bersorak dan tertawa. "Kamu memiliki ruangan yang bagus dan sekretaris sangat cantik. Apakah kamu berkencan dengannya?" tanya Diandra sambil menatap Azka. "Apakah kamu cemburu? Itu bagus, berarti kamu menyukaiku!" Kata Azka membalas tatapan Diandra. "Berhenti bercanda. Aku seorang dokter dan aku tahu titik mana yang harus aku tusuk untuk menghabisimu!" Diandra sedikit emosi. Ponsel Diandra berdering sekali, itu sebuah pesan dari nomor tak dikenal yang menelpon tadi pagi. "Mari bertemu dan bicara." Isi pesan itu. Raut wajah Diandra seketika berubah membaca isi pesan itu. Diandra tidak tahu harus berbuat apa. Entah dia senang atau sedih membaca itu. "Apa yang terjadi?" tanya Azka ketika melihat raut muka Diandra mendadak berubah. "Bukan hal penting. Apakah perusahaanmu terlalu miskin untuk memberiku minum?" Diandra mengalihkan pembicaraan. Dia khawatir Azka akan curiga. Sekretaris Azka datang dan membawa dua cangkir kopi. "Kamu terbaik!" Diandra mengangkat jempol untuk Azka. "Besok aku akan ke Kota A. Apakah kau mau ikut?" Apakah itu tidak mengganggumu?" "Tidak. Kamu berasal dari sana. Kamu harus bertemu Ibu dan saudara-saudaramu. Kalian tidak pernah bertemu setelah sekian lama." "Apa mereka masih mengingatku?" suara Diandra terdengar lirih. Diandra merindukan Ibu, Kakak dan Adiknya. Tapi, dia tidak punya keberanian menemui mereka. ***** Kamar VIP 2 Evan dan Bagas masih bersama Aliando. Dia terlihat sibuk membolak-balik ponselnya. "Kami terlihat kesal. Apakah dia tidak membalas pesanmu? Apa kamu sudah menyinggungnya?" tanya Evan. "Aku tidak yakin. Aku hanya mengatakan aku merindukannya." Aliando tertunduk saat mengatakannya. "Kamu gila?" Dia pasti terkejut. Itu terlalu cepat untuknya. Kalian tidak sedekat itu!" Evan menatap Aliando bingung. Bagas tidak tertarik dengan obrolan mereka. Dia sibuk dengan beberapa di ponselnya. "Aku tahu, keegoisanku akan membuatnya menjauh. Tapi, aku akan berusaha memenangkan hatinya, cepat atau lambat." kata Aliando dengan penuh percaya diri. Aliando Delfin tidak tahu harus tertawa atau menangis dengan kecelakaan yang dialaminya. Kalau dia tidak mengalami kecelakaan, dia mungkin tidak akan bertemu dengan Diandra. Malam itu asaat dia tersadar, seandainya kakinya tidak patah, dia akan langsung memeluk gadis itu. Dia telah mencari Diandra selama tujuh tahun. Tuan dan Nyonya Delfin datang membawa bebenefala makanan untuk Aliando. Evan dan Bagas langsung bersorak. "Ando, Ibu meminta pihak hotel untuk memasak makanan kesukaanmu. Ini masih segar, langsung dari pasar ikan. Kamu akan menyukainya." Nyonya Delfin meletakkan makanan di meja, kemudian mendorong meja itu ke arah Aliando. "Bibi, adakah untuk kami?" Bagas meneteskan air liur melihat makanan yang dibawa Nyonya Delfin. "Apa keluarga Sanjaya tidak memberimu uang untuk membeli makanan di hotel berbintang?" Aliando meledek Bagas. "Kami di sini menjagamu seharian, dan kamu begitu pelit untuk berbagi. Apa kamu itu seorang teman atau musuh? Musuh bahkan memberi lawan mereka makanan jika mereka kelaparan." Bagas menelan ludah setelah mengatakan itu. "Kalian telah menjaga Aliando, tentu saja kami membawakan makanan juga untuk kalian." Nyonya Delfin mendinginkan suasana, sedang Tuan Delfin tertawa mendengar candaan mereka. "Bibi memang yang terbaik. Tapi, Bibi memiliki anak yang sangat pelit. Bibi harus mengajarinya untuk tidak pelit pada orang yang kelaparan." Bagas Sanjaya mengangkat dua jempol untuk Nyonya Delfin. Dan saat berkata pelit, dia menatap Aliando. **Bersambung**
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD