Selamat datang (lagi)

1839 Words
“Sori. Gue boleh nanya cara nomor 5?” tanya seorang cowok bermata almond. Menghampiri Annie yang duduk di barisan depan kelas VII-8. Annie mendongakkan kepalanya. Bertopang dagu dan menghentikan kegiatan mengerjakan tugasnya. Menatap lurus sang lawan bicara. “Soal ini gampang banget buat dijawab. Kenapa lo harus nanya sama gue?” cibir Annie pedas. “Seandainya soal ini memang mudah seperti apa yang lo bilang, pasti gue juga enggak bakal nanya sama lo,” elak cowok bermata almond tersebut. Annie tertawa. “Lo keren.” “Maksud?” “Lo keren bisa balikin kata - kata gue.” Cowok bermata almond itu tersenyum tipis. “Secara kata - kata itu bukan benda, gimana cara gue balikinnya?” “Setidaknya lo udah lulus SD buat ngerti, apa yang dimaksud dengan kata kiasan,” balas Annie tidak mau kalah. “Gue baru lulus SD bulan kemaren. Kalaupun gue enggak lulus, enggak mungkin juga gue ada di depan lo sekarang.” Annie menyeringai. “Lo asik. Asik jadi lawan tarik urat gue.” “Gue Jonathan. Jonathan Anggada,” cowok itu memperkenalkan diri. “Gue enggak nanya nama lo.” “Suatu saat lo pasti bakal nanya.” “Bagaimana kalau tidak? Gue bisa aja, kan, nanya ke anak cowok lain?” tanya Annie menantang cowok bermata almond tersebut. “Elvaretha Adriannie Lizabeth. Itu nama lo, kan?” Mata Annie memicing. “Lo tau dari Gio?” “Tebakan yang sangat hebat.” “Gue menganggapnya sebagai pujian, terima kasih.” Cowok bermata almond tersebut mendecakkan lidahnya. “Oke, intinya lo mau ajak gue debat atau ngajarin gue cara nomor 5?” “Gimana kalo enggak dua - duanya. Apa yang bakal lo lakuin?” “Gue bakal... Gue bakal ada di saat lo butuh gue.” Annie tertawa. Kali ini terdengar sumbang. “Kata - kata gombal macam apa itu?” “Apa salah kalo gue ngomong kayak gitu? Siapa tau aja, kan, suatu hari di masa depan lo bener - bener butuh gue?” “Kenapa lo bisa seyakin itu? Ayolah... Lo sama gue baru aja kenalan. Tau nama masing - masing. Dan lo udah ngomong kayak gitu.” “Tunggu aja kalo gitu.” “Lo ngancem gue?” Annie bertanya menyelidik. Curiga kalau cowok ini mengetahui sesuatu. “Gue memperingatkan.” Cowok bermata almond itu tersenyum misterius. “Gue harap lo juga udah lulus SD buat ngerti perbedaan kosa kata.” “Sesuka hati lo aja, Jonathan Anggada.” *** Annie termenung diam di sebuah tempat yang bagi dirinya sendiri cukup ampuh untuk menenangkan diri. Mengistirahatkan sang hati tanpa perlu berbagai cara. Cukup sederhana. Putaran film masa lalu dalam benak Annie buyar. Pandangan Annie menatap awas suatu arah. Matanya melihat sesuatu. Sebuah bayangan. Annie menatap tajam bayangan seseorang tersebut. Bayangan yang sepertinya milik seorang cowok. Annie menunggu hingga bayangan itu menampakkan dirinya tanpa syarat. Menunjukkan sosoknya yang sungguh tidak asing bagi Annie. “Halo, Annie,” sapa orang itu dari arah belakang. Annie diam. Ia mengenali bayangan tersebut. Menunggu lagi hingga orang itu berada di dekatnya atau mungkin duduk beralaskan rumput di sebelahnya. “Apa kabar Annie?” tanya cowok itu. “John...” desis Annie. “Lo apa kabar?” tanya cowok yang Annie panggil dengan kata John tersebut. Atau nama lengkapnya Jonathan. Annie menarik napas amat panjang. Berusaha sebisa mungkin untuk mengisi paru - parunya dengan ribuan oksigen. “Gue? Gue cukup baik.” Jonathan duduk di sebelah Annie. Tepat berhadapan dengan sang matahari. “Kalau lo memang baik, kenapa dulu lo pergi?” tanya Jonathan. Ada nada sindiran yang telak pada ucapannya. Lengang sejenak. Annie membisu. Bukannya Annie tidak mengerti dengan apa yang Jonathan maksud, melainkan enggan untuk menjawab yang sejujurnya. Ia belum terlalu siap untuk menjawab pertanyaan yang sama yang selalu ia terima dari pemain-pemain dari masa lalunya. Lagipula, kenapa juga mereka tiba-tiba mereka muncul secara serentak? “Gue enggak ngomong sama tembok, kan?” tanya Jonathan memastikan. Annie mengalihkan pandangannya. “Karena gue memang harus pergi, John.” Jonathan tertawa sumbang. Mendengungkan telinga bagi siapapun yang mendengarnya. “Apa alasan lo?” “Bokap gue pindah kerja,” jawab Annie pendek. “Klasik sekali,” komentar Jonathan pedas. “Kenapa lo enggak nyoba buat bertahan?” Annie tersenyum miris. “Gue enggak punya alasan untuk tetap tinggal. Gue engak punya.” Akhirnya, jawaban yang sama seperti yang dia berikan untuk Raymond terlontar untuk memuaskan rasa penasaran Jonathan. “Maksud lo?” tanya Jonathan bingung. Tidak mengerti. *** “Jonathan...” panggil Annie. Hari itu apel sore. Tiba - tiba saja senior kelas VIII SMP Pancasila masuk siang. Membuat sempit lapangan, akibatnya satu kelas hanya mendapatkan satu barisan. Campur. Cewek cowok. Sesuai tinggi. Annie berdiri tepat di depan Jonathan. Agak ngacak memang. “Apa?” tanya Jonathan sambil melirik Annie. “Lo beda.” “Setiap orang berhak berbeda.” “Tapi lo makin lama gue kenal lo, lo makin asik.” “Senang mendengarnya.” Annie menarik napas, tersenyum tipis. “Pertama kita ngobrol, kata - kata lo tajem banget, mirip pisau buat ngiris bawang.” “Kurang...” balas Jonathan. “Hah?” “Pisau buat ngiris bawang kurang tajem serius. Lebih baik pisau buat ngiris daging aja. Gue pikir lebih tajem,” jelasnya santai. Annie tertawa kecil. “Lelucon yang cukup bagus.” “Gue lagi enggak ngelontarin lelucon, Nona.” “Gue bukan Nona, nama gue Annie. Lo tentu tau itu, kan?” “Ralat. Gue lagi enggak ngelontarin lelucon, Annie.” Jonathan mengulangi perkataannya sendiri. Menurut tanpa berniat berdebat untuk sekadar panggilan. “Sip. Lebih enak didengar.” “Apanya?” “Ceramahnya Pak Ganang.” “Lo bisa denger ceramah macem orang kumur - kumur, gitu?” Jonathan menggeleng - gelengkan kepalanya. “Gue salut sama lo. Gue aja dari tadi kagak ngerti maksud ceramah guru absurd satu itu.” “Yakali, John... Maksud gue kata - kata lo, lebih enak didengar.” *** “Udah? Lo puas?” tanya Annie dingin. “Kenapa lo enggak pergi ke Pancasila terus ke kelas VII-8 sebentar aja...?” Annie menatap Jonathan tetap di manik matanya. Memotong ucapan milik cowok itu “Untuk apa gue dateng ke kelas kita dulu, Jonathan?” Jonathan menggerakkan bahunya. Membalas tatapan Annie tanpa ragu. “Mengucapkan selamat tinggal?” Annie menghembuskan napasnya. “Gue enggak bisa ngelakuin hal itu, walaupun ingin, John.” jawab Annie bergetar. “Bukankah hal itu sangat sederhana, Annie? Dibanding lo yang tiba - tiba enggak masuk terus tanpa keterangan? Musnah tanpa kabar begitu saja,” tanya Jonathan tidak terima dengan alasan Annie. Annie menggigit bibir. “Selamat tinggal memang hanya 2 kata yang sederhana, John. Iya lo bener. Tapi jujur, 2 kata itu enggak bisa gue ucapin buat orang - orang yang udah ada buat gue. Gue enggak bisa. Terlalu mengiris hati. Menyesakkan,” papar Annie lirih. Berbisik di tengah suara deru angin. “Kenapa lo enggak bisa dihubungin sama satupun dari anak-anak kelas. Gue, Raymond, Ferend, Gio, Farah, Mira, dan semuanya nyoba kontak lo. Tapi enggak ada respon sama sekali dari lo…” Jonathan mendesak Annie demi mendapatkan jawaban yang menggelayuti pikirannya beberapa tahun terakhir. “HP gue rusak jadi gue ganti HP dan enggak ada kontak kalian.” Annie menjawab cepat. Kali ini, dia jujur. Mata Annie terpejam. Bulir - bulir air mata mulai mengalir turun dari sudut matanya. Sibuk menuruni pipinya. “Lo boleh nangis. Seperti yang dulu sering gue bilang. Lo bener - bener boleh nangis. Asal satu, Annie. Jangan lo tangisin masa lalu lo…” ucap Jonathan tiba - tiba. “Kenapa?” tanya Annie serak. “Kenapa gue enggak boleh menangisi masa lalu?” “Sia - sia saja lo ngelakuin hal itu,” jawab Jonathan. “Maksud lo apa?” “Enggak akan ada yang berubah. Semuanya akan tetap sama.” “Tap... Tapi...” “Bahkan kalaupun gue punya mesin waktu, gue enggak yakin bisa mengubah masa lalu,” potong Jonathan cepat. Annie terdiam. Tersudutkan hanya dengan beberapa patah kata. Jonathan memang selalu benar. Annie tidak bisa melupakan fakta semacam itu. *** Jonathan Annie, lo udah ngerjain tugas mtk? Annie Udah. Kenapa? Jonathan Gue lagi di rumah sakit, nih. Enggak sempet ngerjain. Besok gue liat punya lo, ya. Annie Biasa lo rajin. Jonathan Sekarang enggak masuk dalam status biasanya. Please, Annie. Annie Emang sokap yang sakit? Jonathan Sokap? Annie Sokap itu siapa. Gaul dong, maz Jonathan Gue lupa, pernah dikasih tau tapi lupa. Annie Halah. Alasan saja. Jonathan Beneran dah. Annie Jangan mengelak, Jonathan! Jonathan Suka - suka lo, deh! Annie Biarin, wlee... Enggak dosa. Jonathan Astaga! Annie ? Jonathan Lo pinter sumpah... Masa berprasangka buruk dibilang enggak dosa. Annie Gue ngantuk. Jonathan Gue liat tugas lo besok. Annie Lo rusuh. Jonathan Lo lebih. Annie Suatu saat, cobalah untuk sedikit lebih kreatif, Jonathan. *** “Kenapa lo ada di sini?” tanya Annie mengalihkan pembicaraan. Terburu mengubah topik. Membanting setir sebelum ia semakin dipojokkan. “Ceritanya panjang,” jawab Jonathan acuh. “Kalau begitu persingkat saja,” desak Annie. “Gue nunggu lo.” Mata Annie melebar. “Lalu?” “Lo minta dipersingkat, bukan? Itu cerita singkatnya,” ujar Jonathan datar. Annie mendengus kesal. “Suatu saat gue bakal ceritain semuanya Annie. Lengkap.” “Hmm...” Annie menggumam acuh. Gadis itu kesal karena sepertinya pemain-pemain dari masa lalunya ini kembali ke dalam kehidupannya hanya untuk merahasiakan semuanya. “Oh, iya...” Jonathan mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya. Menyondorkannya ke arah Annie. “Ini buat lo, Annie.” Sekilas kejadian hinggap dalam benak Annie. “Black Rose?” Jonathan mengangguk. “Iya. Ini buat lo. Gue petik dari pedalaman Kalimantan beberapa waktu lalu. Udah gue keringin juga jadi awet. Ini bunga kesukaan lo, kan?” Annie menggeser tangan Jonathan. “Perpisahan.” Annie menatap Jonathan serius. “Simpan mawar hitam ini sampai waktu yang tepat itu datang, Jonathan.” “Memangnya kenapa, Annie?” Annie bangkit berdiri. “Karena mawar hitam simbol dari perpisahan. Seseorang mengatakan hal seperti itu ke gue.” “Maksud lo apa?” tanya Jonathan benar - benar tidak mengerti. “Bukan apa-apa. Tapi, kayaknya gue harus pergi.” ujar Annie sambil menatap lurus punggung Jonathan. Cowok bermata almond itu hanya diam tidak merespon. “Sampai jumpa.” pamit Annie lirih. Desir angin tempat tersebut mengantar Annie untuk kembali pulang. Menyusuri kembali jalanan ramai Ibu Kota. *** Hari itu. Saat kegelapan mulai membungkus langit Ibu Kota. Annie termenung diam di dalam mobilnya. Menunggu hingga lampu 3 warna berubah menjadi hijau. Kalau dipikir - pikir, semua yang terjadi hari ini sungguh aneh. Mengapa seluruh cerita seperti hendak takdir ulang kembali? Kenapa tiba - tiba seluruh pemain yang ada di dalam masa lalunya hadir kembali ke dalam kehidupannya? Menyeruak masuk tanpa ampun. Datang kembali. Annie takut. Annie merasa ada sesuatu yang perlu Annie takutkan. Apapun itu. Ini berhubungan dengan masa lalu. Setiap potongan kilas kejadian yang pernah ia jalani di masa lalu pasti ada hubungannya dengan kejadian ini. Apa maksud semua ini? Apa iya semua cerita akan kembali terjalin dengan para pemain dari masa lalunya? Annie tidak mengerti.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD