Pertanda Awal Kisah

1092 Words
Langkah kaki Annie berjalan menyusuri jalan setapak yang berada di tengah - tengah taman bunga tersebut. Ketika dilihat oleh mata, jalanan kecil tersebut seolah membentangkan jarak masing - masing spesies dengan spesies lain. Mata biru terang milik gadis itu sibuk menyapu seluruh bagian taman bunga sampai melihat sesuatu yang sangat menarik perhatian dan menyedot seluruh fokusnya untuk terus menatapnya. Sesuatu yang merupakan jenis bunga paling langka di dunia. Jenis bunga yang keberadaannya hanya sedikit itu ada di hadapannya. Tepat di depan matanya. Mawar hitam. Annie langsung jatuh cinta dengan jenis bunga itu sejak pertama kali melihatnya. Kepekatannya yang bercampur dengan warna hitam mampu untuk membuatnya tersihir dan terpesona dengan warnanya. Namun, ketika Annie ingin memetik mawar hitam tersebut, terdapat mawar hitam yang lain yang membuat perhatiannya berpaling dalam hitungan detik. Alhasil, perhatian Annie menjadi lebih terpusat pada mawar hitam yang baru dilihatnya tersebut. Annie berjalan menuju tempat dimana mawar hitam itu berada. Sesampainya di depan mawar hitam yang menurutnya lebih bagus tersebut, Annie justru sesaat terdiam. Tangannya urung memetik mawar hitam tersebut. Beberapa detik setelahnya, Annie sadar kalau mawar hitam ini tidak lebih baik dibanding mawar hitam yang ia lihat sebelumnya. Kepala Annie menoleh ke arah belakang untuk memeriksa keberadaan mawar hitam yang pertama kali dilihatnya. Sayangnya, Annie terlambat. Mawar hitam tersebut tidak lagi berada di tempatnya, melainkan di tangan seseorang yang sungguh tidak ia kenal. “Mencari ini?” tanya orang itu. Seorang cowok bermata biru gelap. Annie berjalan mendekati cowok tersebut seolah ingin menantangnya. Dia menatap tajam cowok itu dengan mata biru terang miliknya. “Apa maksud lo?” “Mencari ini?” cowok itu tidak menggubris pertanyaan Annie, melainkan mengulangi pertanyaannya sendiri. Annie mendesis, kesal karena diabaikan. “Lo ada masalah sama gue?” Cowok bermata biru itu tertawa. “Sepertinya itu bukan sebuah jawaban dari pertanyaan sederhana yang kuajukan.” Annie menghentakkan kakinya merasa marah karena gagal mendapatkan mawar hitam yang diincarnya. Annie memilih berjalan menjauhi cowok itu sambil berseru. “Terserah, deh, ya. Gue enggak ada urusan sama orang macem lo!” Tanpa Annie sangka, cowok bermata biru itu menahan pergelangan tangan Annie. Berusaha mencegahnya untuk berjalan lebih jauh. Langkah Annie terhenti secara tiba-tiba sebagaimana prinsip Hukum Newton III mengenai aksi-reaksi. “Jangan pergi!” pinta cowok itu penuh penekanan. Annie berbalik untuk menatap cowok itu dengan lebih jelas. Dahinya mengernyit tidak mengerti. Bingung dengan maksud permintaan cowok bermata biru itu. “Kumohon. Jangan pergi!” cowok itu selalu mengulangi perkataannya. Annie semakin menautkan kedua alisnya karena benar-benar tidak mengerti. “Memangnya kenapa kalau gue pergi?” Cowok bermata biru itu menatap Annie tepat di manik mata. Membuat Annie bisa memasuki kedalaman matanya. Membiarkan Annie melihat seberapa gelapnya warna biru yang dibuat oleh iris mata cowok itu. Warna biru yang hampir mirip dengan manik matanya sendiri. “Sesuatu yang buruk akan terjadi,” ucapnya lirih hampir berbisik. Dahi Annie semakin mengernyit. “Apa yang lo omongin, sih?” Cowok bermata biru itu tersenyum. Senyuman yang berbeda. Senyuman yang cukup untuk menenangkan diri Annie. “Aku membicarakan tentang masa depan.” Annie menggeleng. “Jujur aja, tapi gue beneran enggak ngerti dengan apa yang lo maksud. Terlalu...” Annie mengedikkan bahunya. “Random.” “Aku membicarakan tentang masa depan,” cowok bermata biru itu menjelaskan maksud ucapan sebelumnya. Kali ini kening Annie terlipat. Namun, Annie berusaha mengelus keningnya sendiri agar kerutan itu tidak semakin parah. “Lo bisa ngeliat masa depan?” Cowok bermata biru itu terdiam. Dia enggan menjawab pertanyaan Annie. Genggaman tangannya pada pergelangan tangan Annie mengendur. Dilepaskan tanpa syarat. Suasana mendadak kaku. Annie melirik mawar hitam yang sedari tadi cowok bermata biru itu pegang dengan tangan kirinya, lalu kembali menatap cowok itu dengan tatapan memelas. “Sori, boleh engga mawar itu butuh gue?” tanya Annie ragu. Cowok itu spontan menggeleng tegas. “Tidak akan pernah,” ucapnya pendek. “Kenapa?” “Karena mawar hitam adalah adalah simbol dari sebuah perpisahan,” jawabnya serak. Annie memang tidak benar - benar mengerti dengan seluruh maksud ucapan cowok ini. “Lalu apa hubungannya?” “Aku ingin bertemu denganmu lagi.” Annie mendengus. “Yaudah. Kalau begitu gue pergi.” Cowok itu menggeleng. “Pada saat yang tepat. Aku akan memberikan mawar hitam ini kepadamu, Elvaretha Adriannie Lizabeth.” Annie membeku. Bagaimana mungkin cowok bermata biru gelap bisa mengetahui namanya, bahkan secara lengkap. Ini aneh. Dia juga tidak mengerti mengapa sejak tadi berada di taman bunga ini. Taman yang penuh dengan hamparan bunga. “Tentu saja itu janjiku untukmu, Annie. Aku harap kamu akan sabar untuk menungguku melunasi janji itu.” *** “Annie!” panggil seseorang yang berada di dekat Annie untuk kesekian kalinya. Annie tersenyum tipis, menatap sang pemilik suara dengan senyuman tipis. “Sori banget. Gue kurang fokus hari ini,” ucapnya pelan. “Lo sakit?” tanya orang tersebut merasa khawatir Annie menggeleng. “Gue baik - baik aja.” Mata cowok yang tadi Annie panggil dengan sebutan Alex tersebut menatap Annie dengan pandangan menyelidik tepat di manik matanya. “Seriusan?” Annie tertawa sumbang. “Apa lo pikir gue bohong?” tanya Annie. Alex mengedikkan bahunya. “Entahlah. Gue cuma enggak yakin sama jawaban lo. Mata lo enggak menyiratkan hal yang sama.” “Asumsikan saja sama,” jawab Annie acuh sambil bangkit berdiri dari duduknya. “Lo mau kemana?” tanya Alex, “sebentar lagi jam pelajaran berikutnya.” Alex mengingatkan Annie seolah mencegah gadis itu untuk kabur dari pelajaran matematika. Suasana kelas XI IPA 3 mulai ramai diisi oleh siswa-siswi yang sudah menikmati waktu istirahat mereka dan siap menyambut jam pelajaran terakhir. Riuhnya berisik gelombang bunyi membuat Annie semakin sulit menahan diri untuk tetap tenang. Annie tidak memiliki pilihan lain dan harus segera mencari tempat tenang untuk menenangkan dirinya. “Bosen gue. Di kelas juga gue ga fokus. Mending gue cabut,” jawabnya dengan tangan yang sibuk membereskan barang-barangnya. Matanya sesekali melirik ke Alex yang masih setia berdiri di pinggir mejanya. “Beneran lo mau cabut? Sayang kali, bentar lagi juga bubaran sekolah.” Alex mencoba menghalangi Annie. Cowok itu seolah berperan sebagai teman yang baik bagi Annie. Annie tersenyum simpul, menepuk pundak Alex pelan. “Santai, gue cabut dulu, ya, Lex.” Annie terburu pamit karena merasa tidak nyaman berada di dalam kelasnya sendiri. Pikiran gadis itu sedang menghilang entah kemana akibat mimpi yang menghantuinya. Kilasan mimpi itu seolah tidak berhenti keluyuran di dalam otaknya. Baru kali ini Annie mendapatkan mimpi yang sangat ia ingat setiap detailnya. Annie merasa khawatir seolah mimpi ini adalah suatu pertanda dari sesuatu yang buruk. Firasat Annie menumbuhkan ketakutan dalam sudut hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD