“Laoba, apa kau mempunyai mi panjang umur?”
Terlihat seorang pemuda berpakaian khas Akademi Tangyi tengah duduk di salah satu meja dekat tepi sungai yang terkenal akan makanan khasnya. Terlebih hari ini adalah di mana hari kelahiran Xuan Yi sebagai pemuda yang berusia dua puluh tahun.
Artinya, ia sudah menjadi seseorang yang hidup selama dua puluh satu tahun dengan kehidupan berada di dalam perut ibunya. Mengingat hal tersebut membuat Xuan Yi merasa sedih sekaligus bahagia.
Sedih karena ia sama sekali belum pernah melihat ibunya. Sedangkan bahagia ketika ia dikelilingi banyak orang yang sangat menyayanginya. Meskipun tidak sedikit mereka iri terhadap keluarganya yang kaya akan kultivasi.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa Xuan Yi merasa sedih sendiri ketika memikirkan mereka yang masih belum bisa menerima dirinya.
“Tentu saja! Segera datang mie panjang umur!” jawab seorang lelaki paruh baya berpakaian celemek lusuh yang begitu bersemangat.
Beberapa pelayan lainnya terlihat sibuk menyajikan makanan pada pelanggan. Sebab, kedai ini memang terkenal akan makanan mie yang dibentuk berbagai macam sajian. Membuat Xuan Yi diam-diam melihat cara memasaki sang pemiliknya yang begitu lihai.
Xuan Yi jelas ingin mempelajari banyak hal ketika dirinya seorang diri di luar. Sedangkan Chang Qi tengah melaksanakan tugas dari Kakek Gu sehingga pemuda itu tidak bisa menemani dirinya terlebih dahulu.
Tak lama kemudian, nampan berisikan semangkuk mie dan minuman itu pun datang membuat Xuan Yi tersenyum lebar. Ia merasa begitu bahagia ketika memakan mie panjang umur ketika di hari ulang tahunnya.
“Apa kau sedang berulang tahun, Tuan Muda?” tanya koki tersebut yang berinisiatif mengantarkan pesanan Xuan Yi.
“Iya. Aku berusia dua puluh tahun tepat hari ini,” jawab Xuan Yi tersenyum lebar menerima mangkuk tersebut berisikan mie berwarna putih yang begitu panjang, lalu lengkap dengan sepasang sumpit yang terbuat dari bambu.
“Kalau begitu, aku akan memberikanmu hadiah,” ucap koki lelaki paruh baya itu sembari mengeluarkan sesuatu dari kantungnya membuat Xuan Yi menatap penasaran sekaligus antusias.
Sejenak telapak tangan itu membentuk kuncup bunga dengan menggerakan tangannya ala-ala tengah melakukan sihir. Kemudian, menutupnya sejenak sampai akhirnya ia membuka dengan menampilkan sebuah liontin giok berwarna hijau terang.
Namun, entah kenapa Xuan Yi merasa begitu bahagia mendapatkan benda tersebut. Apalagi liontin giok tersebut membentuk bulatan dengan ukiran yang begitu cantik sekaligus elegan dalam waktu bersamaan.
“Ini untukmu!” ujar koki itu memberikannya pada Xuan Yi.
Sontak hal tersebut tidak menunggu lama sudah diterima oleh Xuan Yi. Ia memang menerima hadiah dalam bentuk apa pun, termasuk pemberian kecil-kecilan. Akan tetapi, kali ini Xuan Yi benar-benar mendapatkan hadiah istimewa.
“Benarkah? Ini benar-benar sangat bagus. Terima kasih banyak!” balas Xuan Yi dengan tersenyum tulus. “Baru kali ini aku mendapatkan hadiah tepat di hari ulang tahunku.”
“Jangan sungkan. Kau bisa datang ke sini ketika ulang tahun. Karena aku akan memberikan hadiah untukmu,” imbuh koki lelaki paruh baya itu dengan tersenyum lebar.
Setelah itu, sang koki pun memutuskan undur diri untuk kembali pada pekerjaannya. Mengingat banyak sekali pelanggan yang datang sehingga beliau tidak mempunyai waktu lama untuk berbincang lebih lanjut.
Sedangkan Xuan Yi tersenyum lebar menatap semangkuk mie yang ada di hadapannya, lalu mulai menjepit benda bulat yang memanjang itu dengan begitu berhati-hati. Kemudian, menyeruputnya dengan begitu lama.
Mie panjang umur atau siu mie adalah simbol panjang umur. Itulah sebabnya dalam setiap perayaan ulang tahun dan tahun baru imlek selalu disajikan sebagai simbol umur panjang.
Setelah selesai menyantap makanan tersebut, Xuan Yi tak lupa meninggalkan dua tael perak di atas meja dekat mangkuk kosong berwarna hitam yang terbuat dari tanah liat.
“Laoba, aku pergi dulu!” pamit Xuan Yi pada sang koki yang terlihat sibuk mengaduk-aduk makanan dengan sedikit atraksi.
“Baiklah. Hati-hati di jalan, Tuan Muda,” balas koki tersebut megangguk pelan.
Seorang pelayan pun mendekat dan mengambil dua tael perak itu dengan mangkuk kosong beserta sumpitnya. Ia sedikit terkejut ketika melihat Xuan Yi memberikan uang yang cukup banyak.
Akan tetapi, ketika ia hendak memanggilnya kembali Xuan Yi sudah begitu jauh membuat pemuda tersebut menghela napas panjang. Kemudian, memberikan laporan pada koki tersebut bahwa Xuan Yi memberikan banyak sekali uang lebih.
Tentu saja hal tersebut membuat koki itu langsung tersenyum penuh bangga. Ternyata Xuan Yi benar-benar pemuda yang baik. Ia membalas kebaikan apa pun yang sudah diberikan padanya.
Sementara itu, di sisi lain Xuan Yi tengah menyusuri pedesaan yang begitu ramai. Hari ini memang bertepatan dengan libur kelas sehingga ia bisa meliburkan diri dengan bepergian ke manapun untuk menghabiskan waktu hari ulang tahunnya seharian penuh.
“Yi’er!” panggil seseorang dari kejauhan membuat Xuan Yi mengernyit bingung. Namun, tak urung ia melangkah mendekat.
Terlihat sebuah Desa Teratai dengan banyak sekali bunga teratai yang menghiasi danau di sekeliling desa tersebut. Bungna bermekaran itu tampak sangat cantik dengan ada yang masih kuncup dan merekah begitu cantik.
Seorang lelaki paruh baya tersenyum lebar menyambut kedatangan Xuan Yi. Pemuda itu memang sering kali datang ketika waktu luang tiba. Sehingga mereka semua sudah menghitungnya, dan kebetulan sekali hari ini bertepatan dengan Xuan Yi pertambahan usia.
“Huang Shushu, hao!” sapa Xuan Yi tersenyum lebar, lalu menjawil gemas hidung milik seorang gadis kecil yang berada di gendongan lelaki paruh baya tersebut. “Xiao mei, ni hao!”
“Kemarilah, Yi’er! Kami sudah membuatkan sesuatu untukmu,” sahut wanita paruh baya yang diketahui adalah istri dari Paman Huang, lalu menarik tangan Xuan Yi untuk segera mengikutinya.
Sedangkan seorang lelaki paruh baya itu tampak mengangguk dengan terus memasang senyuman lebarnya pada Xuan Yi.
Seketika pandangan pemuda itu langsung mengarah pada pavilium sederhana yang terbuat dari bamboo dan kayu beratapkan rajutan daun kelapa agar bisa melindungi dari hujan dan panas. Di tengah-tengah pavilium sederhana itu tampak meja berbentuk memanjang dengan banyak sekali hidangan di atasnya.
“Yi’er Gege, kau sudah datang?” sapa seorang gadis cantik yang berusia sepuluh tahun.
“Tentu saja aku akan datang mengunjungimu,” balas Xuan Yi tersenyum lebar, lalu mengacak rambut gadis cantik itu gemas.
Kemudian, Xuan Yi pun menyapa satu per satu warga Desa Teratai yang sudah ia anggap sebagai keluarganya sendiri. Mereka terlihat sangat ramah dan penuh kekeluargaan membuat Xuan Yi nyaman dan betah untuk tetap berada di sini.
“Duduklah, Yi’er,” titah Paman Huang melihat Xuan Yi terus saja berdiri dengan kaku melihat betapa antusiasnya mereka semua merayakan ulang tahun dirinya.
Akhirnya, Xuan Yi pun menuruti titah lelaki paruh baya tersebut dan duduk tepat di samping gadis tadi dan istri dari Paman Huang. Sedangkan warga Desa Teratai lainnya terlihat ikut bahagia merayakan ulang tahun Xuan Yi.
“Ayo, kita wajib bersulang untuk merayakan hari ulang tahun, Yi’er!” ajak Paman Huang mengangkat gelasnya tinggi-tinggi yang berisikan anggur beras buatan sang istri.
Sontak hal tersebut disambut dengan antusias oleh para warga Desa Teratai yang benar-benar tulus menyayangi Xuan Yi. Tanpa mengetahui bahwa pemuda tersebut adalah cucu dari Keluarga Gu.