Selama mendapat beberapa pencerahan semalam, kini Xuan Yi terlihat lebih cerah daripada biasanya. Bahkan pemuda itu pagi-pagi sekiali sudah terbangun dan membereskan tempat tidur. Setelah itu, melenggang keluar meninggalkan Chang Qi yang masih terlelap di alam mimpinya.
Xuan Yi sengaja bangun lebih awal untuk menikmati udara pagi ketika melakukan beberapa pelatihan bela diri tanpa diganggu siapa pun. Ia melatih beberapa aspek, salah satunya adalah memanah dan tongkat.
Sebab, Xuan Yi sering kali merasa iri ketika melihat beberapa akrobat di pasar yang melakukan atraksi bela diri yang begitu memukau. Padahal mereka bukanlah pendekar, tetapi aksinya benar-benar patut diacungkan jempol.
Kini dalam kegiatan memanahnya Xuan Yi tiba-tiba teringat sekelebat akan nasib sang ibu. Entah kenapa wanita itu mendadak hadir di pikirannya lengkap dengan wajah yang ternyata sangat mirip dengan dirinya.
“Ibu, sepertinya aku benar-benar harus melakukan pembalasan dendam untukmu,” gumam Xuan Yi memegang busur kultivasi miliknya dengan begitu erat.
Terlihat kobaran api amarah di sana membuat hawa sekeliling Xuan Yi mendadak panas disertai angin begitu kuat membuat salah satu murid Akademi Tangyi yang mendapati pemuda itu pun langsung terdiam membisu.
Namun, ia bukanlah seperti Murid Li yang begitu memusuhi Xuan Yi. Karena hal tersebut bukanlah salah pemuda itu. Memang beberapa keluarga kaya terlihat tidak ingin identitasnya diketahui siapa pun. Sehingga dengan terpaksa melakukan hal tersebut.
“Murid Gu, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Murid Zhao yang baru saja datang dengan memeluk tubuhnya sendiri. Sebab, angin terus bertiup cukup kuat membuat hawa dingin mengelilingi lapangan panahan.
Mendengar namanya disebutkan oleh seseorang yang sangat ia kenali, Xuan Yi pun membalikkan tubuh dengan menurunkan busur miliknya sekaligus melenyapkan sebuah panah gaib berwarna merah yang siap terjun beban menuju objek di depannya.
“Aku sedang berlatih memanah,” jawab Xuan Yi tersenyum lebar seiring dengan angin melemah tidak seperti tadi.
“Mengapa kau datang pagi-pagi sekali? Bukankah nanti akan ada pelatihan memanah dari Xuaming Shifu?” tanya Murid Li mengernyit bingung.
“Iya, aku tahu. Hanya saja aku ingin berlatih lebih dahulu agar nanti tidak terlalu sulit,” jawab Xuan Yi menggendong kembali busur panah tersebut.
Kemudian, ia mengkode pada Murid Li agar duduk di pagar pembatas jalan menuju berbagai ruangan yang ada di Akademi Tangyi. Sedangkan Murid Zhao hanya mengangguk pelan seiring dengan langkahnya mengikuti Xuan Yi dari belakang.
Keduanya pun tampak duduk dengan kaki menggantung pada pagar pembatas pinggiran jalan membentuk jembatan yang hanya sebatas lutut. Salah satu dari mereka terlihat menggoyang-goyangkan kakinya dengan santai.
“Xuan Yi, aku masih penasaran kau menyembunyikan identitas sebagai Keluarga Gu,” celetuk Murid Zhao menoleh pada seorang pemuda di sampingnya yang menghela napas pendek.
“Awalnya aku memang tidak berniat menyembunyikan identitas seperti ini. Karena aku cukup bangga sebagai cucu dari Keluarga Gu. Tapi, beberapa hari pengumuman Akademi Tangyi membuka calon murid baru aku sangat tertarik saat melihatnya di tengah pasar. Namun, sayang sekali beberapa warga Kota Xuanhu ada yang tidak menyukaiku. Mereka bahkan meremehkanku bisa masuk ke sini tanpa bekal bela diri apa pun,” papar Xuan Yi mengangkat bahunya acuh tak acuh.
Sedangkan Murid Zhao nampak terkejut mendengar cerita Xuan Yi benar-benar di luar dugaan. Ternyata alasan menutupi identitas hanya karena diremehkan beberapa warganya sendiri. Mungkin hal tersebut cukup menyakiti hatinya membuat Xuan Yi begitu tegar sekaligus takut ketika identitasnya terbongkar kemarin.
“Mereka benar-benar sangat kejam, Xuan Yi,” sahut Murid Zhao tidak terima.
“Tidak apa-apa. Justru melalui kejadian ini aku jadi sadar bahwa tidak seharusnya aku bersembunyi kalau hanya untuk membuat mereka senang. Bahkan aku sekarang ingin dikenal banyak orang sebagai Gu Xuan Yi, bukan Xuan Yi,” balas pemuda itu tersenyum lebar. Seakan menganggap kejadian kemarin hanya kesalahannya saja.
“Aku menjadi kagum padamu, Xuan Yi. Kau benar-benar bijaksana sama seperti Jenderal Gu. Tak ayal kalian berdua adalah ayah dan anak. Karena begitu mirip,” puji Murid Zhao tulus.
Namun, Xuan Yi malah menggeleng sembari tertawa pelan. “Aku tidak bisa disamakan dengan Ayahku, Feng Xue. Beliau sudah mengabdi pada penduduk Mouyu sangat lama. Tidak sepertiku baru saja diejek seperti itu sudah melarikan diri dan bersembunyi layaknya pengecut.”
“Karena waktu itu kau masih muda, Xuan Yi. Wajar saja jika cara berpikirmu akan pendek dan memilih melarikan diri berharap agar masalah kemarin terselesaikan. Padahal kau bisa saja menghadapinya dengan kemampuanmu itu agar mereka bisa menyadari bahwa sudah salah dalam menilai seseorang,” sela Zhao Feng Xue tersenyum tipis.
Sebenarnya, siapa pun kalau masih muda pasti cara berpikirnya pendek seperti Xuan Yi. Akan tetapi, ini bukanlah sama mereka juga, melainkan pemikiran itu sendiri yang belum terbuka sepenuhnya.
“Sepertinya aku harus banyak belajar denganmu, Feng Xue,” ucap Xuan Yi mengundang tatapan bingung dari pemuda tinggi bertubuh kekar di sampingnya.
“Apa yang ingin kau pelajari denganku?” tanya Feng Xue menyatukan sepasang alis tebalnya.
“Pikiranku menjadi terbuka setelah berbincang denganmu. Padahal kita tidak pernah dekat sebelumnya,” jawab Xuan Yi jujur.
Sontak hal tersebut membuat Feng Xue tertawa lepas sembari menepuk pundak Xuan Yi geli. Salah satu kebiasannya ketika sedang tertawa. Pasti akan ada orang yang menjadi tumbal pukulannya.
Akan tetapi, Xuan Yi sama sekali tidak masalah. Ia tampak menikmati pukulan itu dengan riang gembira. Sehingga rasanya sedikit menyenangkan daripada terlalu menyembunyikan diri. Sebab, ia memang harus banyak berbaur dengan murid Akademi Tangyi. Agar kebiasaannya kembali seperti dulu, yaitu ramah siapa pun tanpa memandang derajat.
“Apa kau baru saja mengkode agar kita berdua berkenalan?” tebak Feng Xue berusaha meredakan tawa gelinya, lalu mengusap sisi wajahnya yang terasa basah akibat air mata.
Tanpa keduanya sadari ternyata sejak tadi ada sepasang telinga yang mendengarkan secara illegal membuat sang pelaku merasa tidak tahan dan langsung keluar dari tempat persembunyian, lalu mendudukkan diri di tengah-tengah mereka berdua.
“Tega sekali kau, Xuan Yi. Berselingkuh dariku dengan Feng Xue,” potong Xiao Pingjing mendengkus kesal menatap Feng Xue sinis.
Akan tetapi, pemuda itu jelas mengerti kalau tatapan sinis dari Xiao Pingjing hanyalah kepura-puraannya yang hendak mengganggu perbincangan mereka berdua. Karena memang sejak tadi sudah banyak sekali perbingan dilewati.
Bisa dikatakan Xuan Yi sangat menyenangkan ketika diajak melakukan beberapa obrolan ringan. Apalagi pemuda itu memiliki pemikiran terbuka. Walaupun terkadang kekanak-kanakkan ketika sedang mengalami beberapa permasalahan hidup.
Namun, hal tersebut sangatlah wajar untuk pemuda seusia Xuan Yi. Karena mereka tidak pernah dituntut menjadi dewasa melebihi usianya sendiri.