Ryan dengan cepat menutup pintu balkon kamarnya dan menguncinya, setelah kepergian pria misterius yang mengaku sebagai penjaga perkebunan di rumah ini. Karena perutnya yang meronta minta diisi, Ryan pun ke luar dari dalam kamarnya.
Begitu masuk ke dalam dapur, Ryan teringat kalau tabung gas di rumah ini kosong, tetapi beruntung ia membawa kompor lapang miliknya. Ryan pun berjalan ke luar dari dapur dan menuju ruang tengah untuk mengambil ransel yang berisikan keperluan mereka selama berada di dalam rumah ini.
Bulu kuduk Ryan berdiri, ia merasa ada sepasang mata yang terus mengawasi setiap kegiatan yang dilakukannya. Ryan menoleh ke belakang, ia tidak melihat apapun yang mencurigakan.
Ryan pun kembali berjalan menuju dapur dan kini ia dapat mendengar dengan jelas suara tapak kaki yang mengikuti langkahnya. Ryan hanya mengandalkan pantulan cahaya dari dapur dan juga sinar flash ponsel miliknya.
Tabung gas mini, untuk keperluan kompos lapang miliknya, ia pegang dengan erat, semoga saja bisa dijadikannya sebagai senjata, kalau apapun itu yang terdengar suaranya mendekat.
Sesampainya ia di dapur, Ryan mengeluarkan isi ranselnya yang berisikan bahan makanan dan juga peralatan memasak lapang.
Mengabaikan suara-suara yang terdengar di belakangnya, Ryan mengambil panci kecil yang tergantung di dinding dapur, dekat dengan kompor. Ia lalu meletakkan panci tersebut di bawah keran.
Diputarnya keran, tetapi air tidak juga mau mengalir dan hal tersebut membuat Ryan menjadi kesal, karena perutnya sudah lapar. Tiba-tiba saja, Ryan mendengar suara berbunyi dengan nyaring. Suara itu membuatnya melonjak kaget.
Panci yang ada di tangan Ryan terjatuh ke lantai dan menimbulkan bunyi yang nyaring. Ryan pun berjongkok untuk mengambil panci itu kembali, tetapi tangannya menyentuh sesuatu yang dingin dan bau busuk tiba-tiba saja menyebar di dapur.
Ryan dengan refleks bergerak mundur dan punggungnya menyentuh sesuatu yang padat dan hangat. Keringat dingin mulai bercucuran membasahi kening Ryan. Dengan perlahan ia berdiri dari jongkoknya dan berbalik.
“Aaa!” teriak Ryan, ketika ia melihat ada seseorang yang berdiri di belakangnya. Sosok yang dilihat oleh Ryan pun juga berteriak.
“Kenapa dengan kamu, Ryan? ini aku Afif! Kamu pikir memangnya siapa, sampai kamu berteriak nyaring seperti itu?”
Ryan mengelus dadanya yang terasa berdebar dengan kencang. “Astagfirullah, kupikir kamu tadi makhluk yang kudengar suaranya tanpa ada wujudnya.” sahut Ryan.
“Kenapa kamu menjadi penakut seperti ini? sungguh bukan Ryan yang kukenal sama sekali. Seorang Ryan yang pemberani menjadi penakut seperti ini.” sindir Afif.
Ryan mendengus tidak suka mendengar ucapan dari Afif, “Kalau kau menjadi diriku tadi, kau pun akan menjadi terkejut bukannya takut. Apakah kau tahu, tadi terdengar suara berdebam yang nyaring dan juga suara langkah kaki dan aroma busuk yang tercium.” sahut Ryan dengan kesal.
Baru saja Afif hendak menyangkal dan menertawakan apa yang dikatakan oleh Ryan terdengar suara orang berdehem dan juga langkah kaki diseret yang berjalan ke arah mereka berada.
Ryan dan Afif pun saling pandang. Ryan mengangkat pundaknya, ia seolah mengatakan tanpa kata, inilah yang tadi kudengar.
Selama sesaat, keduanya menjadi tegang, menanti suara langkah kaki yang diseret tersebut akhirnya mendekat ke arah mereka berdua. Namun, setelah menunggu selama beberapa menit, suara yang tadi mereka dengar menghilang dan begitu pula dengan aroma busuk yang tadi tercium pun juga menghilang.
Keduanya menarik napas lega, karena apapun itu yang tadinya akan menuju ke arah mereka telah menghilang pergi. Ryan memungut kembali panci yang tadi terjatuh ke lantai dan dengan suara pelan ia pun berkata kepada Afif, kalau dirinya bermaksud merebus mie instan. Namun, ternyata air keran di dapur tidak mau mengalir.
Afif pun mencoba memutar keran, seperti yang tadi dilakukan oleh Ryan dan memang airnya tidak mengalir. Ia lalu berjalan ke luar dari dapur dengan diikuti oleh Ryan untuk mengambil air dalam galon yang mereka bawa dari tempat kos.
Setelahnya, mereka pun kembali ke dapur dan merebus mie instan untuk makan malam yang terlambat. Selama mereka berada di dapur sesekali keduanya dapat merasakan akan adanya sesuatu yang tidak terlihat, akan tetapi aura kehadirannya dapat dirasakan oleh Ryan dan Afif.
Duduk di meja dapur yang sudah dibersihkan dari debu oleh Ryan dan Afif keduanya pun memakan mie rebus mereka dengan nikmat.
“Bagaimana, kalau malam ini kita tidur di dalam kamar yang sama terlebih dahulu? bukannya aku takut, hanya saja aku sedikit tidak nyaman dengan suara-suara yang kudengar tadi dan juga apa yang terjadi di dalam kamarku.” saran Ryan.
“Tentu saja, tidak masalah.kita tidur di kamarku saja. Di sana aku tidak menemukan ada satu pun kejadian aneh seperti yang kau alami tadi sore.” sahut Afif.
Selesai makan dan membereskan peralatan bekas makan mereka, Ryan dan Afif berjalan menaiki tangga menuju kamar mereka. Kembali Ryan merasa tidak nyaman saat melewati deretan potret yang berjejer di sepanjang dinding.
Ryan menoleh, ke deretan potret yang ada di belakangnya, karen ia merasa ada sepasang mata yang melihat ke arahnya dengan tajam. Ia hampir saja berteriak, ketika melihat sepasang mata berwarna hitam gelap yang pada pada potret seorang gadis cantik memutar bola matanya dan senyum menyeramkan terbit di bibir gadis dalam potret tersebut.
Afif yang berjalan di samping Ryan dapat merasakan kekagetan sahabatnya itupun menolehkan wajahnya ke arah pandang Ryan dan ia tidak menemukan sesuatu hal yang aneh. Ia tidak melihat apapun sama sekali.
Menarik tangan Afif untuk cepat menaiki tangga, agar segera sampai ke kamar mereka. Keduanya hampir setengah berlari, sehingga cepat sampai di depan kamar Ryan.
Begitu pintu kamar Ryan terbuka, aroma busuk yang tadi mereka cium di dapur, di dalam kamar ini tercium dengan sangat jelas dan menusuk hidung.
Mereka berdua lalu masuk ke dalam kamar tersebut dan mengambil kasur yang ada di atas tempat tidur untuk keduanya bawa ke kamar Afif.
Keduanya mengangkat kasur busa dengan ukuran singel bed tersebut ke kamar Afif. Masuk ke dalam kamar yang dipilih Afif tidak tercium aroma busuk sama sekali. Mereka pun meletakan kasur busa tersebut di lantai dekat dengan tempat tidur milik Afif.
Ryan kemudian, berbalik ke kamarnya untuk mengambil selimut dan juga ransel miliknya. Saat Ryan berjalan menuju lemari yang terbuat dari kayu jati, di mana ia meletakkan tas ranselnya. Ryan berteriak dengan nyaring, bagaimana tidak, di dalam lemari tersebut ia menemukan banyak sekali kecoa memenuhi lemari tersebut.
Mendengar suara teriakan Ryan, Afif dengan berlari mendatangi kamar Ryan dan ia melihat apa yang membuat temannya itu berteriak. Afif pun menutup lemari tersebut dengan cepat, mencegah agar binatang yang berada di dalam lemari tersebut tidak ke luar.
Afif Menarik lengan Ryan yang terdiam di tempatnya berdiri untuk meninggalkan kamar ini. Begitu berada di dalam kamarnya, Afif menyerahkan botol air mineral ke tangan Ryan untuk diminum olehnya.
“Terima kasih, Afif. Aku tidak habis pikir, mengapa hanya aku saja yang harus menemui hal yang tidak mengenakkan. Apakah penghuni dari rumah ini tidak suka dengan kedatanganku?, mungkinkah penghuni dalan rumah ini, menginginkan diriku untuk ke luar pergi dari rumah ini?” tanya Ryan.
“Aku tidak mengetahuinya, tetapi kurasa tidak seperti itu dan kau jangan menyerah begitu saja. Kita akan tetap tinggal di rumah ini dan tidak akan kita biarkan apapun yang sebelumnya menguasai rumah ini mengusir kita ke luar.” sahut Afif.
Ryan pun menganggukkan kepalanya, ia lalu beranjak menuju tempat tidurnya sendiri dan merebahkan badannya di sana. Karena kelelahan, setelah menempuh perjalanan yang panjang, Ryan tertidur dengan lelapnya.
Dalam tidurnya, kembali Ryan melihat wanita yang sering hadir dalam mimpinya. Kali ini, wanita itu tersenyum ke arah Ryan dan melalui matanya, wanita itu mengucapkan terima kasih.
Pagi harinya Ryan dan Afif terbangun dengan kondisi yang membuat keduanya terkejut, bagaimana tidak, posisi tidur mereka berubah. Ryan menempati tempat tidur yang sebelumnya di tempati oleh Afif dan begitu pula sebaliknya.
Diliputi oleh rasa keheranan, Ryan dan Afif tidak habis pikir, bagaimana bisa mereka tidak sadar diangkat dari tidur mereka.
“Apakah berat badan kita begitu ringannya, sampai kita tidak merasakan sama sekali, ada yang memindahkan posisi tidur kita?” tanya Ryan.
“Entahlah, apapun juga, makhluk yang telah memindahkan kita tidur, ia pasti sangat kuat dan hebat. Bagaimana kita akan menghadapi makhluk itu secara langsung?, semoga saja makhluk itu tidak berniat jahat kepada kita.” sahut Afif.
Mereka berdua pun merapikan tempat tidur, sementara Afif duluan mandi, Ryan memberanikan diri untuk kembali ke kamarnya. Ia percaya, kalau makhluk itu tidak akan menampakkan dirinya pada siang hari.
Masuk ke dalam kamarnya, Ryan membuka kembali lemari yang tadi malam dipenuhi dengan binatang kecoa dan sekarang terlihat kosong, yang ada hanyalah tas ransel miliknya. Ryan pun mengambil pakaian ganti bersih, sementara handuknya ia gantung di balkon.
Ryan pun berjalan menuju balkon untuk mengambil handuknya yang ia jemur di sana. Begitu berada di balkon dengan keadaan yang terang benderang ia dapat melihat bagaimana bagian belakang dari rumah ini dipenuhi dengan tanaman gandaria dan ia pun merasakan kesejukan juga suasana yang segar.
Menikmati matahari yang baru saja terbit dan kesegaran udara di pagi hari, Ryan pun melakukan olahraga singkat dan membiarkan peluh membasahi wajah, serta badannya.
Untuk beberapa saat kemudian, setelah selesai berolahraga, Ryan duduk di balkon kamar tersebut dan mengabaikan perasaan tidak enak yang menghinggapi dirinya, karena ia merasakan sesuatu yang begitu dingin, sedingin es berhembus di telinga kirinya.
Ia tidak akan membiarkan rasa takut menguasai pikiran dan badannya. Dengan menguatkan hatinya, Ryan mengabaikannya. Ia lalu berdiri dari duduknya dan mengambil handuknya yang tergantung di jemuran.
Masuk kembali ke dalam kamarnya, Ryan berjalan menuju kamar mandi. Ia merasa penasaran, apakah air keran yang ada di dalam kamar mandinya akan mengeluarkan sesuatu yang sama seperti kemarin.
Melangkahkan kakinya dengan pelan masuk ke dalam kamar mandi, sambil membaca doa, Ryan pun memutar keran air untuk mengisi bak mandi yang anehnya kosong dan bersih tidak ada lagi belatung juga cacing di dalam bak mandi tersebut.
Begitu keran diputar, air mengalir dengan deras, tidak ada hal yang aneh, bersamaan dengan air yang mengucur dari keran tersebut. Kamar mandi ini, masih sederhana, tidak ada shower dan juga bak mandi untuk berendam. Mandi dilakukan dengan menggunakan gayung.
Dimatikannya keran, setelah air memenuhi bak mandi. Ia menunggu selama beberapa saat, karena khawatir air tersebut akan berubah. Namun, setelah beberapa menit menunggu, tidak terjadi perubahan apapun pada air tersebut, Ryan pun mengguyur tubuhnya dengan menggunakan air yang terasa sangat dingin.
Selesai mandi dan berpakaian, Ryan pun ke luar dari dalam kamarnya dan menuju kamar Afif mengajaknya untuk pergi ke kota untuk membeli keperluan mereka selama tinggal di rumah dengan nomor 13 ini.
Bersama keduanya lalu ke luar dari dalam rumah dan disambut dengan pemandangan adanya pohon besar yang tumbang, didekat mobil Afif berjalan dengan cepat diikuti oleh Ryan ke arah mobilnya yang terparkir.
Afif dan Ryan menarik napas lega, mereka tidak melihat adanya lecet-lecet pada mobil tersebut. Keduanya pun masuk ke dalam mobil dan Afif menjalankan mobil yang dipinjamnya menuju ke kota.
Ketika mobil mereka ke luar dari areal rumah, keduanya dapat merasakan ada yang menumpang di dalam mobil mereka. Dengan setengah bercanda, Afif berkata, “Jangan ucapkan apapun, aku dapat merasakannya juga. Aroma parfum yang kau kenakan kali ini sangat khas Ryan, sehingga dengan mudah aku mengenalinya.” kata Afif ambigu dan untungnya Ryan pun mengerti.
“Aku ganti aroma parfum, karena merasa bosan dengan aroma yang selama ini kupakai .” sahut Ryan.
Afif lalu membuka jendela mobil untuk mengeluarkan aroma busuk dan anyir yang begitu semerbak di dalam mobil.
“Tutup kembali jendela mobil, Afif. Kita tidak tahu, apakah sepanjang jalan ini aman atau tidak, karena banyak sekali ditumbuhi dengan pepohonan berkayu.”
“Siap, maafkan aku yang lupa, kalau kita tidak lah familiar dengan tempat ini. Setelah dua jam perjalanan, barulah mereka melihat adanya perkampungan dan juga toko kelontong.
Afif pun menghentikan mobil yang dikemudikannya di depan sebuah toko kelontong yang besar dan satu-satunya yang mereka lihat. Afif dan Ryan pun turun dari mobil dan berjalan memasuki toko kelontong tersebut. Mereka berdua beruntung, toko kelontong itu juga menjual gas.
Keduanya membeli banyak bahan makanan dan juga keperluan lainnya dan setelah melakukan p********n, mereka berdua pun ke luar dari toko kelontong tersebut.
Afif kembali mengemudikan mobilnya kembali menuju rumah No, 13. Ryan dan Afif merasa heran, karena mereka tidak mencium lagi aroma busuk, seperti pada saat berangkat tadi.
Dengan bercanda, Ryan pun berkata, “Ternyata penumpang gelap kita memutuskan untuk tinggal di perkampungan tersebut dan semoga saja ia betah di sana, tidak mengganggu kita selama berada di rumah warisan.”
Baru saja selesai mengucapkan kalimat tersebut, tiba-tiba saja mereka berdua merasakan kesakitan, seolah ada yang mencubit pipi mereka dan aroma busuk itupun kembali tercium.
Jantung Ryan dan Afif berdebar dengan kencang, mereka merasa was-was, karena sudah menyinggung hantu yang menumpang di dalam mobil.
Tidak ada yang membuka suara, mereka berdua lebih memilih untuk diam, daripada ada yang menjahili mereka lagi, Perjalanan kembali menuju rumah berlangsung dengan cepat dan tidak mengalami hambatan sama sekali.
Mobil berhenti tepat di depan pintu rumah. Ryan dan Afif pun turun dari mobil dan mengeluarkan barang-barang yang mereka beli, lalu masuk ke dalam rumah. Ketika, pegangan pintu Ryan putar, ia dapat merasakan dari dalam rumah, juga ada seseorang yang memutar pegangan pintu seolah mempersilakan kepada keduanya untuk masuk.
Begitu pintu terbuka dan keduanya masuk ke dalam rumah, mereka menjadi terkejut, keadaan rumah seperti kapal pecah, di mana kursi-kursi terbalik dan pigura yang semula tergantung di dinding jatuh ke lantai.
Suara orang batuk terdengar dari salah satu kamar yang ada di lantai bawah. Juga terdengar suara-suara, seperti orang yang bertengkar.
Keduanya menjadi bimbang, apakah tetap tinggal di rumah ini?, ataukah pergi saja dari rumah ini. Ryan dan Afif melompat terkejut, ketika mereka berdua merasa dilempar dengan sesuatu dari arah lantai dua.
Ryan berjongkok dan mengambil apa yang telah dilemparkan ke arah mereka berdua. Dilihatnya, buah Gandaria lah yang telah dilemparkan kepada mereka.
“Kurasa, kita mendapatkan ucapan selamat datang yang tidak menyenangkan. Namun, aku tidak mau pergi dari rumah ini, tidak akan kubiarkan makhluk yang tak kasat mata ini mengusirku dari sini.” kata Ryan.
Keduanya pun memilih untuk mengabaikan suara-suara yang mereka dengar berjalan menuju dapur untuk meletakkan barang-barang belanjaan mereka.
Suara-suara itupun, akhirnya menghilang dengan sendirinya, tetapi mereka kembali mendapatkan kejutan dengan angin yang tiba-tiba saja berhembus dengan kencang, sehingga membuka dan menutup pintu rumah dan menimbulkan suara berdebum yang nyaring.
Ryan dan Afif pun berjalan ke luar dari dapur melihat apa yang terjadi di ruang tamu. Keduanya melihat pintu yang berat, bisa membuka dan menutup sendiri, serta langit yang tadinya cerah pun berubah menjadi gelap gulita, karena mendung.
“Mengapa mendadak langit berubah menjadi gelap seperti ini?, perasaanku kok mendadak menjadi tidak enak.” kata Afif dengan suara pelan.
“Mungkin, cuaca di sini, sudah biasa berubah dengan cepat, anginnya juga berhembus dengan sangat kencang sekali, karena banyaknya pepohonan yang ada di sekitar rumah ini mungkin.” jawab Ryan.
“Sepertinya kita harus menunda rencana kita untuk melihat ke sekitar rumah ini. Dengan langit yang sepertinya akan menurunkan hujan.” tambah Ryan lagi.
Ia pun berjalan ke arah pintu rumah untuk menutupnya kembali. Jantung Ryan rasanya mau copot, berdiri tepat di hadapannya sosok hitam tinggi besar dengan mata yang merah dan tubuh dipenuhi luka-luka.